21. Dua Satu

84.5K 13.2K 206
                                    

"Cahya," sapa Rival sambil tersenyum tipis lalu  duduk di sampingnya. Pacarnya sedang makan di kantin sendirian.

Oh iya. Kemarin Cahya sudah tidak marah, karena Rival mengabulkan semua makanan yang Cahya mau. Dengan sogokan itu Cahya juga membuka blokir nomornya.

"Apa?" Cahya melirik sekilas lalu kembali memakan baksonya.

"Nggak pa-pa."

"Nggak bikin ulah lagi kan lo?" tanya Cahya sambil makan.

Rival menggeleng. Lagi cuti membuat ulah, nanti beberapa jam lagi mungkin ia akan berulah menyebalkan.

"Tumben nggak godain cewek?" Biasanya istirahat begini Rival sering melalang buana mencari cewek untuk bisa dikadali, Cahya paham betul akan hal itu.

"Males. Mau godain cewek gue aja." Rival cengengesan.

"Dih, sok iye. Ada cewek cantik lewat dikit aja tuh mata melotot sampe mau copot."

"Gih makan aja. Jangan banyak bacot."

"Lo udah makan?" tanya Cahya tak memperdulikan perintah Rival.

"Belum."

"Kenapa? Nggak ada duit? Ngutang gih, tapi lo bayar sendiri."

"Nggak pa-pa. Mau nemenin lo di sini." Ucapan itu membuat Cahya diam seribu bahasa. Ia memang sendirian karena Sasa tidak berangkat. Perilaku Rival kali ini membuat hatinya bahagia.

Cahya menusuk bakso dengan garpu lalu memberikan ke arah mulut Rival. "Makan. Gue suapin nih."

Rival menahan senyumnya lalu menggigit sedikit bakso itu. Bukannya apa-apa, ia tak mood makan bakso. Tapi demi Cahya, ia rela melakukan itu. Toh, Cahya juga jarang bersikap manis seperti ini. Rival tak ingin menyia-nyiakannya.

"Kok dikit? Gimana lo mau tinggi, makan aja seuprit," komentar Cahya lalu dengan santai memakan bakso bekas gigitan Rival tanpa rasa jijik.

Demi apapun, Cahya yang memakan itu tapi jantung Rival yang jedag-jedug tak karuan.

"Cahya ...."

"Hm?"

Rival hanya diam, fokus memandang muka Cahya dari dekat. Terlihat sangat cantik saat kalem.

"Mau lagi?" tawar Cahya sambil menusukkan bakso dengan garpu. Kemudian mengarahkannya ke arah Rival lagi.

"Lo aja yang makan. Gue kenyang liat lo makan."

"Gue udah nawarin loh yang penting." Cahya cengengesan. Ia lanjut memakan lagi. Tak peduli beberapa pasang mata yang melihatnya dengan sinis ketika berduaan dengan Rival.

"Gue mau colok mata mereka," geram Rival pada laki-laki yang dengan seenak jidat menatap Cahya lebih dari lima detik.

"Colok aja. Yang cabe-cabean kaya Sela sama Mega sekalian gue nitip."

"Ck, janganlah. Terlalu indah mereka."

Cahya membanting sendoknya hingga menimbulkan suara nyaring. Malas sekali mendengar Rival memuji wanita lain.

"Gue juga indah di mata cowok lain. Lo katarak sih, nggak bisa lihat keindahan gue."

"Minum dulu. Bau kuah bakso mulut lo, Cay."

Cahya berdecak kesal lalu meminum es teh dengan mimik muka sebal. Rival terkekeh melihat itu.

"Lo nyebelin banget," ungkap Cahya sambil menyerahkan es teh kepada Rival. "Minum, Val. Nanti lo seret."

Rival menyedotnya dengan gesit. "Sangkyuuu, Cahya."

"Yayaya sedekah buat kaum tukang utang macem lo."

RIVAL (UP BAB BARU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang