0.10

2K 236 22
                                    

"Kita sudah sampai"

Singto terdiam begitu lama, kemudian menolehkan kepalanya. Menampakkan sosok Krist yang masih tenggelam dialam mimpi.

Singto yakin, anak itu pasti merasa posisi tidur nya kali ini sangat tidak nyaman. Terlihat dari bagaimana Krist bergerak dengan gelisah, secara berulang kali.

"Krist, bangun. Lanjutkan tidur mu lagi, nanti"

Singto berbicara sembari mencubit kedua pipi Krist, dengan lembut. Namun yang dibangunkan, terlihat masih sangat malas untuk membuka matanya.

Singto mengalah, dirinya memutuskan untuk bermain handphone sebentar. Tidak begitu lama setelah itu, Krist mulai membuka mata, karna merasa bahwa mobil yang ditumpangi nya telah berhenti bergerak.

"Aw phi, mengapa tidak membangunkan ku? Malah bermain handphone" Krist sibuk mengomel, sementara Singto hanya menatap anak itu tanpa ekspresi, seperti biasa.

"Berhenti bicara, turun. Aku juga lelah setengah jam hanya duduk dan menunggu mu untuk bangun"

Setelah mengatakan hal itu, Singto segera turun dari mobilnya, berjalan mendahulu Krist yang terlihat masih berusaha untuk mengumpulkan nyawa serta kesadarannya.

"Apa maksutnya dia sedang menunggu ku? atau apa?" monolog Krist pada diri sendiri, sebelum akhirnya memutuskan untuk menyusul langkah Singto.

☘︎ ☘︎ ☘︎

"Ini, ruangan mu" Singto memberikan sebuah gantungan dengan beberapa kunci yang sudah tergantung menyatu dengan rapi disana, kepada Krist.

"Disana ada beberapa kunci dari ruangan lain, kau diizinkan masuk keruangan mana pun . ."
". . kecuali ruangan ku. Paham?!"

Krist mengangguk, mengiyakan perintah yang baru saja keluar dari mulut Singto. Tangan Krist tergerak untuk memegang kenop pintu yang baru saja resmi menjadi, ruangan pribadi milik Krist.

Namun, Singto lebih dulu mencekal pergelangan tangan anak itu. Membuat Krist seketika memberikan tatapan sinis sekaligus tajam, kepada Singto.

"Shia phi, ada apa lagi sih?!" Krist kembali mengomel, anak itu sedang merasa pegal di sekujur tubuh nya, belum lagi mata Krist yang masih terasa sangat berat saat ini. Emosi Krist menjadi sangat tidak stabil, sekarang.

"Aku sudah bilang untuk berhenti berbicara kasar, kepadaku"

Krist menganggukan kepalanya berulang kali, kemudian memasang senyum yang terkesan dipaksa jika dibandingkan dengan, senyum Krist seperti biasanya.

"Krab phi, oke krab. Ko tod na krab"

Singto berdehem, sebagai jawaban. Namun Singto masih terlihat tidak ingin untuk melepaskan, genggamannya dari pergelangan tangan Krist.

"Aku hanya ingin mengatakan padamu. Bahwa kau dilarang keras untuk masuk keruangan ku tanpa izin, tapi jika itu aku yang masuk keruangan mu. Aku dinyatakan berhak atas hal itu"

Krist memasang raut wajah datar, khas seperti saat dimana setiap kali dia tengah berdebat, dengan Singto. Dirinya ingin sekali mengajukan penolakan keras terhadap aturan tersebut, namun tidak untuk sekarang. Krist memaksakan diri untuk menurut.

Singtuannghh 🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang