0.12

1.7K 224 25
                                    

Malam yang paling menyenangkan bagi seorang Krist Perawat, dimana dirinya bisa menghabiskan banyak waktu untuk bersantai seharian penuh, tanpa harus melakukan beberapa aktivitas berat.

Krist tengah asik memakan berbagai macam jenis cemilan, sembari menonton saluran tv favorit nya.

"Pria nya sangat brengsek, dan wanitanya terlalu mudah untuk dibodohi. Kolaborasi hubungan yang sangat indah, bukan?" monolog Krist, pada diri sendiri.

' klik . . . '

"Oihh phi, kenapa kau matikan?!" Krist refleks terduduk sembari menatap sinis, kearah Singto yang baru saja datang namun sudah seenaknya mematikan televisi, tanpa seiizin Krist.

"Berisik, aku ingin bekerja disini" Singto menyahuti, sembari duduk di sofa yang sama dengan Krist, kemudian meletakkan sebuah laptop tepat pada pangkuan paha nya.

"Aw phi, kau sudah memiliki ruangan pribadi milik mu sendiri. Bahkan semuanya tersedia sangat lengkap disana, kenapa kau malah mengambil alih tempat ini juga?!" Krist terus mengoceh, merasa tidak terima.

"Ini rumah ku, menjadi hak ku untuk melakukan apapun"

Kali ini Krist kalah telak, dirinya bungkam. Mulut nya kembali sibuk mengunyah berbagai macam jenis cemilan, yang masih berada tepat pada genggaman tangan nya.

"Sudah malam, besok kau sekolah. Pergi lah belajar, atau tidur"

Singto menarik cemilan dari tangan Krist, dan meletakkan cemilan tersebut di belakang tubuhnya. Membuat Krist kembali mengoceh, merasa tidak terima untuk kesekian kalinya.

"Berikan itu pada ku"
"Mai"
"Aku belum selesai memakan nya"
"Mai chai. Perut mu akan sakit jika memakan nya terus menerus, pergilah belajar, atau tidur"

Krist menggembungkan pipi gembil nya, berusaha menahan diri agar tidak mengeluarkan berbagai macam kata kasar, kali ini.

"Singtuan, berikan itu pada ku ~"

Singto yang mendengar itu refleks menoleh, kemudian menatap kearah Krist dengan raut wajah yang sedikit sulit, untuk dideskripsikan.

"Dengan sebutan apa kau memanggil ku?"
"Singtuan" Krist menjawab dengan raut wajah polos, seperti biasa.

"Bukan kah sudah kukatakan, panggil aku phi saja, atau khun jika kau masih merasa kita asing" tegas Singto.

"Meauw phi, aku bukan pekerja mu, aku tidak mau menyebut mu dengan panggilan khun atau apapun yang semacam itu" Krist tetap mengajukan penolakan, membuat Singto semakin gemas dengan hal itu.

"Lalu apa bedanya? bukan kah sama saja menyebut ku dengan sebutan Singtuan atau Khun Singto, keduanya memiliki arti yang sama. Ini hanya seperti permainan putar kata"

Singto kembali menatap sengit kearah Krist, namun yang ditatap seakan terlihat, tidak terlalu perduli. Krist menggelengkan kepalanya, secara perlahan.

"Mereka berbeda"
"Apa perbedaan nya?"
"Jika itu Singtuan, hanya aku yang berhak atas panggilan itu. Tidak ada yang bisa menggunakan nama itu, selain aku"

Jawaban Krist, diluar dugaan. Tanpa sadar, hal itu mampu menciptakan senyuman tipis, seakan pertanda sebuah kemenangan, dari bibir Singto.

"Ingat itu, hanya aku yang diperbolehkan untuk memanggil mu dengan sebutan itu. Khao chai mai?"

Krist berbicara sembari menarik paksa cemilan nya, dari belakang tubuh Singto. Membuat Singto refleks mengaduh kesakitan.

"Hey, kenapa kau terkesan seperti sedang memerintah pada ku saat ini?"

Singtuannghh 🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang