That boy

6 1 0
                                    

Nada sedang memakan bekal di kelas. Nasi goreng telur puyuh menjadi menunya hari ini, ditambah sosis yang dibentuk menyerupai gurita. Sudah tahu Nada tak suka gurita, Mamanya ngotot betul ingin membuat bentuk lucu dari sosis itu. Lucu dari mana, malah kelihatan seperti boneka santet. Syukur-syukur Nada dibuatkan bekal, kalo Nada sendiri yang buat, menunya selalu nasi goreng telur hangus.

"Nad...Nada!!!"

Tukang akting kelas kakap datang, menghampiri dan langsung mencomot telur puyuh bulat sempurna yang sengaja Nada niatkan untuk dimakan paling akhir. Menyebalkan.

"Lo tahu tadi pagi Viano nembak Hilda?"

Nada mengangguk.

"Wah, gila! Beritanya udah nyebar kemana-mana...wajar aja sih mereka couple goals banget ya ampun. Eh tapi denger-denger si Hilda yang ngejer-ngejer Viano duluan, ternyata cowok gampang banget luluhnya."

"Gue tahu apa yang lo pikirin deh."

"Kira-kira kalo gue ngejer-ngejer Aron, dia bakal luluh gak ya?"

"Gue gak bisa ngasih pendapat tentang begituan, serah lo deh Nes, tapi gue cuma mau ngasih tahu kalo lo sama Hilda itu beda dari segi apapun juga."

"Iya tahu gue gak famous, tapi kalo gak berusaha juga salah."

"Apa salahnya sih mendem perasaan? Justru itu bagian yang paling indah dari menyukai seseorang."

"Dih, dipendem terus apa nanti gak meluap? Aneh deh lo, jangan-jangan lo juga lagi suka ya sama orang? Dipendem terus kan? Ayo ngaku suka sama siapa?!"

"Apaan sih, dahlah gue mau ke perpus."

Nada pergi ke luar kelas setelah menghabiskan bekalnya, meninggalkan Nesya di kelas yang sepi. Iya, sepi karena yang lain kebanyakan pergi ke kantin, mungkin hanya menyisakan lima orang dimana mereka membawa bekal sama sepertinya.

Hanya ada sepuluh menit sebelum bel kembali berbunyi, Nada berjalan cepat menyusuri lorong. Di depan kelas-kelas, beberapa siswa melakukan berbagai aktivitas, empat orang perempuan tampak cekikikan entah mengghibahi hal apa, kumpulan laki-laki sedang bermain kartu uno sampai ada yang bermain adu jotos kepala. Terakhir Nada melihat kumpulan laki-laki yang ia lihat tadi pagi sedang membersihkan sampah sambil menggerutu di depan kamera.

"Guys, prank kali ini sukses. Tapi gue dan temen gue dapet bonus bersihin sampah, bisa diliat sampah-sampah yang udah gue kumpulin ini. So, ini bakal menjadi pelajaran jangan sekali-kali bikin guru marah ya..."

"Lu kerja kagak, bikin video mulu. Nyesel gua numpang famous," tukas salah seorang temannya

Nada tak peduli, begitu pun mereka yang tak peduli padanya yang sedang berjalan melewati mereka. Nada hanya murid biasa, tak populer, bisa dibilang hanya sedikit populer. Berkat namanya yang sering disebut-sebut dalam pengumuman pemenang olimpiade tingkat SMA. Asal tahu saja, di SMA ini orang yang menang dalam ajang kejuaraan akademik tak mudah diingat daripada orang yang menang lomba nonakademik, seperti kejuaraan band misalnya. Nada tak habis pikir.

Setelah melepas sepatunya dan menaruhnya di rak khusus, ia bergegas masuk, ada buku yang harus ia pinjam sebelum didahului orang lain. Sebenarnya pun, tak akan ada siapapun mendahului buku yang akan ia pinjam. Buku genetika molekuler, tak ada yang mau susah payah membaca itu selain Nada sejauh ini.

"Kalo buku hilang memang peraturannya harus ganti rugi."

"Tapi bu, kan gak sengaja hilanginnya. Lagian cuma komik sebiji doang."

"Peraturannya seperti itu, gak bisa ditawar. Ganti pake buku baru atau bayar denda seratus  ribu."

"Bayar denda aja kenapa Van, seratus ribu doang ini."

"Seratus ribu doang mata lo peyang, minjem duit lo kalo gitu."

Nada mendengarnya dari rak tempat ia berdiri, dua orang lelaki sedang bernegosiasi dengan penjaga perpustakaan, ia benci orang yang menghilangkan buku.

"Nih bu, saya bayar, tapi boleh ya minjem komik lagi? Janji gak bakal ngilangin lagi."

Dua orang laki-laki itu, salah satu di antaranya Nada mengenalnya. Tapi Nada tak peduli, ia tak mau peduli. Nada masih mencari-cari buku di rak bagian biologi yang amat sepi dibanding rak lain. Harus ekstra sabar karena buku yang ia cari berhimpit-himpit dengan buku besar lain. Ia menarik kuat-kuat buku itu, sangat berdebu dan bau kayu. Setelah mendapatkannya, badannya terhuyung ke belakang. Sialnya entah sejak kapan, ada orang di belakangnya, seratus persen Nada tak sengaja memukul perutnya dengan sikunya.

"Akhh..." erangnya

"Eh...maaf-maaf."

"Gila lo Nad, ngambil buku aja begitu amat."

Di belakangnya, berdiri seorang laki-laki yang tadi pagi menjadi bintang dadakan.

"Viano??? Lo ngapain di sini? Sana pergi deh, nanti ada yang liat gimana? Gue gak mau kerepotan."

Viano menyengir di hadapannya.

"Cuma mau ngasih tau, gue udah punya pacar lagi."

"Bodo amat, gue gak peduli. Pergi gak lo?"

Nada mengusirnya dengan buku yang ia pegang, debu bertebaran. Keduanya terbatuk.

"Pian...ayo cabut ke kelas, gue udah dapet komiknya," teriak teman Viano, Evan

Nada menatap Viano tajam, menyuruhnya segera pergi sebelum orang-orang yang ada di perpus melihat mereka berdua.

"Iya, galak amat sih lo."

Setelah melihatnya benar-benar ke luar, Nada menghembuskan napas lega. Bikin deg-degan, Viano sialan. Sudah dibilang jangan dekat-dekat saat di lingkungan sekolah, Nada tak mau terlibat dengan orang populer.

Bel kembali berbunyi, Nada buru-buru keluar, sepatunya tak ia pakai dengan benar. Tak boleh ia telat satu detik pun. Akhirnya Nada menggerutu di sepanjang berlarinya kenapa jarak kelasnya dan perpustakaan sangat jauh.

***

"Sekarang gue ada latihan tenis."

"Oh yaudah, gue duluan ya, Nes."

"Lo sendiri? Gak belajar kelompok buat olim?"

"Mulai sabtu belajarnya, gue mau cepet-cepet pulang aja, ditungguin Mama."

"Oke, hati-hati, semoga dapet mamang driver yang ganteng."

"Dih. Semoga sukses ngincer perhatian dari Aron deh."

Nesya menyengir, jangan kira Nada tak tahu jika jadwal latihan tenis meja bebarengan dengan latihan basket setiap hari senin. Aron, jabatan shooter, tentu tak akan melewatkan latihan basket yang sudah membesarkan namanya.

Di dekat gerbang lagi-lagi ribut dengan adanya kemurunan, memang sih biasanya selalu ribut karena para siswa berebutan mengeluarkan motor dan sepeda di parkiran. Kali ini beda, entah apa yang dipikirkan orang sampai-sampai mereka ingin menyaksikan bagaimana pasangan most popular pulang bersama. Kekanak-kanakan, Nada jadi kesusahan keluar gerbang, barangkali ojek online yang ia pesan sudah datang.

Nah kan benar, driver ojek itu sudah menunggu di pinggir jalan. Nada menghampirinya dan langsung memakai helm berwarna hijau. Dari kelas satu SMA Nada selalu pulang seperti ini, karena ayahnya selalu pulang tak tentu, Nada hanya berkesempatan diantarkan ayahnya saat berangkat sekolah. Kalau kebetulan uang sakunya tak mencukupi, Nada terpaksa naik angkot dan turun di persimpangan jalan. Dari sana, Nada harus berjalan lagi sebelum sampai di rumah. Kelihatan melelahkan, makanya Nada berusaha sehemat mungkin karena uang jatah bulanannya selalu ia tabungkan dalam celengan tepat awal bulan.

Saat hendak naik ke motor, sorakan terdengar dari dalam gerbang, sebuah motor keluaran terbaru keluar dari gerbang, dikendarai seorang laki-laki dengan perempuan di belakangnya.

Tatapan Nada bertemu meski hanya sebentar. Dibalik helmnya, Viano mengerling padanya sebelum motor melaju dengan cepat, apa maksudnya coba?

Viano TaleWhere stories live. Discover now