Crazy Rich

4 1 0
                                    

Ingat perkataan Nesya yang menyatakan jika Daren adalah anak dari bos perusahaan? Memang betul, Nada menemukan segala hal yang sewajarnya dimiliki oleh anak dari bos perusahaan. Nesya terperangah, Nada menatap sekeliling ruangan dipenuhi buku-buku dan alat penelitian. Kenapa dia ada di sini? Bersama Nesya pula.

Singkatnya, beberapa waktu lalu saat Daren mengiriminya pesan, Daren hanya bilang ingin menunjukkan tempat yang pasti akan Nada suka. Suka dalam hal ini yang berhubungan dengan biologi, tak ada yang lain lagi. Nada tak bisa pergi ke rumah Daren sendirian begitu saja, untungnya Nesya mau berlapang dada sehari saja tak menonton Aron berlatih basket di kursi samping mading. Toh Aron juga tak akan tahu, Nesya harus dibuat sadar sedikit.

"Kalo gue sih pasti betah belajar di tempat gini."

Fasilitas sekolah saja pasti kalah dengan apa yang dilihat Nada, bagaimana bisa di sebuah rumah terdapat tempat penelitian seperti ini? Tanaman dengan berbagai spesies tertata rapi di ruangan berkaca, kerangka tubuh manusia buatan, komputer layar besar, dan berbagai macam hal lain yang membuat Nada iri.

"Gila, teleskop juga ada di sini."

Mendengarnya, Nada mendorong pelan belakang kepala Nesya.

"Itu Mikroskop, jangan malu-maluinlah," celetuk Nada

"Lo tiap hari belajar di sini?" tanya Nada pada Daren

"Iya, ini tempat favorit gue di rumah. Sebenernya gue gak minta tapi bokap langsung bikinin tempat ini setelah gue menang kejuaraan pas SMP."

"Bisa tukeran bokap gak ya? Gue juga mau dibikinin tempat gede buat latihan tenis plus galeri seni."

"Jangan ngadi-ngadi."

Seorang perempuan tidak terlalu muda tidak juga terlalu tua kemudian datang membawakan nampan berisi minuman. Cantik dan sangat berkelas penampilannya, Nada hampir mengira dia adalah ibunya Daren. Tapi tentu bukan, seorang bos perusahaan tak mungkin membiarkan istrinya membawa nampan jika bisa membayar orang untuk melakukan itu. Dia asisten rumah tangganya, Nada jadi menduga terdapat persyaratan berpenampilan menarik sebelum melamar pekerjaan itu, perempuan yang membawa minuman kemudian pergi dan melangkah dengan anggun.

"Nad, kalo lo mau kita bisa belajar bareng di sini."

"Serius?"

"Iya, tempat ini udah menyesuaikan standar segala hal yang dibutuhkan layaknya olimpiade tingkat nasional."

Bohong kalau Nada tak mau, selama ini ia hanya berkutat dengan tumpukan buku yang dibeli Mamanya. Belajar dengan suasana yang mendukung akan lebih menyenangkan.

"Belajar berdua?" tanya Nada

"Boleh juga kok ajak yang lain."

Nesya tersedak hampir menyemburkan minumannya, agaknya dia menahan tawa karena mengejek Nada. Nada mendelik tajam.

"Kenapa lo?"

"Gak papa, sirupnya kemanisan dikit."

"Kemanisan ya? Mau dibuatin lagi?"

"Gak usah, gue emang suka yang manis."

Nesya kembali berselonjor di kursi panjang empuk, merasa tak perlu repot-repot menyahuti pembicaraan mereka yang melulu mengobrol pasal olimpiade.

"Ini kompetisi terakhir kita di sekolah Nad, ayo kita lakuin yang terbaik."

Daren menatap Nada, Nada jadi salah tingkah. Padahal Daren adalah rivalnya, tapi kenyataan untuk melakukan yang terbaik adalah benar. Nada tak boleh menyia-nyiakan kesempatan, kenyataan siapa yang akan menang adalah urusan masa depan. Lakukan yang terbaik, tentu saja Nada akan melakukan yang terbaik.

"Nah, udah sore. Kita pulang ya," Nada menepuk keras kaki Nesya yang masih asyik berselonjor

"Andai bisa nginep di sini," celetuk Nesya

"Mau nginep juga boleh kok, kebetulan ada dua kamar khusus untuk tamu."

"Jangan ngadi-ngadi deh. Itu sebenernya Nesya cuma takut dimarahin bokapnya pulang nanti gegara sering bolos ekskul tenis. Jangan diladenin, kita pulang."

Jarak dari ruangan itu dengan pagar lumayan jauh, mereka serasa menjelajahi istana. Gila kali ternyata mereka punya teman anak sultan. Ketika mendekati gerbang, beberapa penjaga menundukkan kepalanya. Nada dan Nesya serasa menjadi putri raja. Tadinya mereka bahkan ditawarkan diantar pulang ke rumah menggunakan mobil. Mereka menolak.

"Ntar dikira gue habis jalan sama sugar daddy, kan bahaya."

Angkot adalah satu-satunya cara. Walaupun uang saku mereka amat tipis karena dirampok bendahara yang menagih iuran kas, sialnya dua bulan mereka menunggak karena selama dua bulan itu juga sang bendahara tak masuk sekolah karena koma sehabis terjatuh dari pohon mangga. Banyak murid lain yang protes, rencananya akan diadakan voting pencabutan kekuasaan oleh ketua kelas pada bendahara. Semoga mereka menang, murid gila mana yang langsung memikirkan tunggakan uang kas setelah dua bulan koma? Hal seperti itu hanya terjadi di sebuah kelas sekolah favorit.

Sore-sore begini mereka harus ekstra sabar menunggu angkot yang datang apalagi mereka harus berjalan ke jalan utama. Rumah Daren bukan terletak di pinggir jalan, makanya suasana terasa damai dan asri. Istana tersembunyi, mungkin pantas dijuluki untuk rumah teman mereka yang satu itu.

"Nad, kalo gue gabung di bimbel nyokap lo, gue bakal jadi pinter gak ya?"

"Lo mau ikut bimbel Mama?"

"Yah...secara kan bentar lagi kita masuk semester dua, terus kelas dua belas nih. Gue ngerasa otak kok melompong, coba kalau soal bisa gue pukul pake raket tenis pasti gue jago dah tuh."

"Yah... boleh-boleh aja, tapi... JANGAN!!!!"

Nesya terkaget dan terjingkat mendengarnya. Nada sempat memikirkan bulat-bulat, kalau Nesya ikut bimbel itu sama saja artinya mempertemukan mereka dengan Viano.

"Napa sih lo? Bikin kaget, kenapa emang kalo jangan?"

"Itu...,ya ternyata pendaftarannya udah tutup. Kuotanya udah penuh. Mama kemarin bilang gitu."

"Yah, padahal bokap gue mau beliin hp baru kalo gue mau dan rajin ikut bimbel."

"Banyak kok bimbel bagus, ke Ganosha Operasi aja, setau gue bimbel itu juga bagus."

Nada harus merasa bersalah pada Mamanya atau pun pada Nesya. Nada khawatir, akan terlalu tiba-tiba bagi Nesya mengetahui Nada dekat dengan orang paling populer di sekolah. Setidaknya sampai jadwal olimpiade selesai, Nada harus menutup rapat-rapat rahasianya.

Lima belas menit angkot belum juga datang, Nada cemas. Tapi entah kenapa di tengah menunggu Nesya tersenyum bahagia sekali. Apa ada seseorang yang dilihatnya? Ya, ada, di seberang jalan sana ada Aron yang memberhentikan motornya untuk mengecek handphonenya.

"Liat ke sini, please...please..."

Selang beberapa detik kemudian, datang motor lainnya ikut berhenti di sampingnya. Mereka seperti sedang mengobrol di balik helmnya.

"Itu Viano bukan sih? OMG...dua orang ganteng di depan mata gue. Nad, lo liat? Persahabatan mereka solid banget, setidaknya kalo gue deket sama Viano, mungkin gue bisa minta bantuan dia kali ya? Gue gak terlalu berani ngedekatin Aron secara langsung, yah, tapi deket sama orang famous gak mungkin banget kan?" Nesya tertawa

Nada pura-pura tak mendengar, ia menyetop angkot yang akhirnya lewat setelah lama menunggu.

Viano TaleWhere stories live. Discover now