Awal bertemu

5 1 0
                                    

Nada meringkuk di atas kasur, setengah jam lagi di depan rumahnya akan ramai dipenuhi orang-orang. Bimbel di minggu sore, ternyata masih banyak orang yang rela menghabiskan weekend-nya untuk belajar. Bagi Nada sendiri, tiada hari tanpa belajar meski hanya membaca beberapa lembar buku.

Orang tua membuka jasa bimbel, bukan berarti Nada juga akan ikut dalam pembelajarannya. Kemampuannya sudah di atas rata-rata, Nada hanya tinggal mengulang materi terus menerus. Nada mewanti-wanti melongok dalam jendela, berharap semoga seseorang tak datang. Entah kenapa Nada deg-degan, harapan dan kenyataan rupanya tak sama. Anehnya, saat suara lonceng sepeda berbunyi, hati Nada serasa membuncah.

Viano tak berubah, suara sepeda yang ia gunakan setiap pergi bimbel terngiang-ngiang. Itu sudah lama sekali sejak mereka SMP. Awal bertemu, Nada yang sedang menyiram bunga di depan rumah, sempat terkaget mendengar lonceng sepeda nyaring. Sempat tertawa juga, karena sepeda yang Viano pakai boleh jadi merupakan sepeda bermerk, tapi Viano seperti memaksakan lonceng sepeda yang biasa terdapat di sepeda berkeranjang itu menempel di setang sepeda mahalnya.

"Permisi...bener ini tempat bimbel SmartNada?"

Nada mengangguk, rasanya ia pernah bertemu orang ini entah dimana. Lalu Nada dengan mudahnya ingat kalau ia adalah murid yang dibicarakan sebagian murid perempuan di kelas.

"Ah, ternyata cuma bimbel kecil-kecilan. Kenapa coba Papa susah-susah daftarin gue ke sini," gumamnya yang masih didengar jelas oleh Nada

Nada diam saja, meski air sudah habis, Nada masih berpura-pura menyiram bunga. Ada orang asing di hadapannya, Nada gemetaran, semoga saja Viano cepat-cepat pergi. Iya, harus pergi karena Viano tak seharusnya datang hari itu.

"Jadi? Kok sepi? Kapan belajarnya dimulai? Apa jangan-jangan tutup gara-gara murid yang minat sedikit? Tau gitu gue jangan kesini lagi."

Viano sudah menyebalkan sejak awal bertemu. Di telinga Nada, itu seperti pelecehan nama baik bimbel.

"Itu...jadwal belajarnya kan besok sore."

"Besok? Emang sekarang hari apa?"

"Sabtu."

Viano mematung sekejap.

"Oh...tunggu, mampus!!! Gue ada jadwal ngedate sama Maria, alamat diputusin dah ini. Lo gak bilang dari tadi sih."

Viano kemudian secepat kilat mengayuh seperti kesetanan. Siapa yang bersalah siapa yang disalahkan.

"Dih."

Nada menghembuskan napas pelan, ia tak berniat keluar dari kamar. Kenapa harus Viano yang datang lebih awal? Harusnya ia datang setengah jam lagi. Sialnya Viano paham bagaimana cara membuka pintu pagar yang tidak dikunci.

"Om Haryo!!!"

Kenapa juga Papanya keluar di saat seharusnya mereka tidak bertemu.

"Pi..a..no...mari main...Pi..a..no."

Kombinasi mereka sangat pas untuk ajang komedi. Papanya yang selalu ceria pun dengan kepribadian Viano yang terbuka, Nada hanya bisa geleng-geleng kepala bagaimana mereka masih bisa dekat setelah tak lama bertemu. Orang tua Nada tak tahu jika Nada dan Viano membuat perjanjian yang mengharuskan mereka pura-pura tak mengenal di SMA.

"Long time dude, ikan cupang masih idup?"

"Mati semua om, sekarang sih lagi pelihara kuda laut."

"Pelihara biawak mau? Temen om jual murah."

"Boleh om, tapi nunggu kuda laut mati dulu. Nada ada, Om?"

"Ada lagi cosplay jadi koala busung lapar."

Viano masuk ke dalam rumah, Nada sangat hapal apa yang akan dilakukannya kemudian. Menonton tv dan bermain kartu dengan Papanya sambil menghabiskan cemilan satu toples sudah biasa.

"Hay, Tante."

Mamanya yang baru datang dari dapur langsung memasang wajah datar.

"Ma, ambilkan camilan Ma."

"Es sirup juga kalo bisa, Tan, yang rasa anggur."

Tiada berakhlak, Viano tak ada takut-takutnya. Bahkan Nada sendiri tak berani memerintah dan membantah Mamanya walau hal kecil sekalipun. Melihat bola mata yang mulai membesar, Viano buru-buru menundukkan kepala dan mencari topik lain.

"Sehat, Tante? Udah lama gak ketemu nih, hehe."

"Sehat kok. Omong-omong nak Pian, kenapa gak cari bimbel lain aja?"

"Ah, gak mungkinlah, Tan. Bimbel ini udah jadi bagian hidup, buktinya saya bisa keterima di SMA favorit. Makasih loh, Tan. Saya orangnya setia loh, Tan."

"Padahal kalo kamu gak daftar kesini, Tante bakal ngadain syukuran, loh."

Mengenai seorang Viano ketika di kelas, ia bukanlah tipe orang yang tenang sambil mendengarkan guru mengoceh sana-sini. Apalagi kehadirannya di kelas mencuri perhatian murid-murid perempuan dan itu cukup mengganggu. Bukannya bertanya tentang materi saat sesi tanya jawab, Viano hampir membuat seseorang naik pitam karena terlalu banyak bertanya.

"Tan, andaikan Nada gak pintar-pintar amat, apakah nama bimbelnya tetap menjadi SmartNada?"

"Kenapa Tante gak jadi guru di sekolah aja? Apakah karena Tante gak lolos tes cpns?"

"Nada pernah bilang jika Tante sangat jago dalam memasak masakan herbivora, teknik apakah yang digunakan?"

"Bagaimana tanggapan Tante mengenai wacana pemerintah yang ingin menutup seluruh tempat bimbel, apakah Tante masih bisa bertahan hidup?"

Dan masih banyak lagi pertanyaan lain yang seharusnya dengan akal sehatnya, Viano sadar kalau semua pertanyaannya tidak berguna. Wajar jika saat itu masih SMP, dua tahun telah berlalu, maka mari kita lihat apakah kedewasaannya meningkat juga seiring bertambah tahun.

Sebetulnya Nada senang karena Viano dekat dengan orang tuanya, mari kesampingkan masalah asmara dahulu. Selepas pertemuan pertamanya kala itu, bukan Nada yang tidak punya keberanian untuk tiba-tiba dekat dengan Viano. Nada dulu sangat pendiam, ia akan berbicara jika ingin bicara.  Kebetulan saja Viano tahu kala itu Nada dianugerahi siswa dengan nilai tertinggi ujian tengah semester, fotonya dipajang di mading walau Nada rasa itu tak perlu. Kuncir rambutnya berantakan, alih-alih tersenyum Nada malah cemberut.

"Lo anak yang potonya dipajang di mading bukan sih?"

Nada mengangguk.

"Bener? Yang mukanya cemberut kaya anak kecil gak dibeliin kinderj*y di indomar*t?" tanyanya lagi suatu ketika setelah jam bimbel selesai, Nada kebetulan ke luar kamar untuk membuang sampah
Nada mengangguk saja supaya cepat selesai.

"Lo kalo gak ngangguk ya geleng kepala, sariawan apa gimana? Lo gak tau gue? Orang famous di hadepan lo."

Nada masih diam.

"Berarti gue anggep lo sariawan ya. Kalo besok masih diem, gue anggep lo kena katarak ya."

Sepertinya ada yang aneh.

"Katarak penyakit mata, bego!!!" Nada berteriak, Viano terkaget

Akhirnya pertahanan Nada runtuh, bersama Viano memang mulut Nada tak bisa diam begitu saja. Walau akhirnya Nada harus meminta maaf karena telah mengatakan hal yang buruk.

"Santai, ganteng-ganteng gini gue sering kok dibilang begitu. Gue emang gak pinter2 amat soal pelajaran, tapi lo mau tahu? Urusan musik gue jagonya."

Viano membuka tas gitarnya yang ia taruh di setang sepeda.

"Begitu gue nyanyi dan main musik, dunia serasa berhenti, begitu kata beberapa cewek di kelas gue."

Maka, untuk pertama kalinya, Nada bisa mendengar dan melihat, Viano bermain gitar sore itu.

Viano TaleWhere stories live. Discover now