SmartNada

8 1 3
                                    

Nada melangkah memasuki rumah lewat pintu samping dan tanpa suara. Sengaja, tepat di depan rumahnya adalah bangunan yang cukup besar dan terdapat spanduk di atas pintunya. "Bimbingan Belajar SmartNada", demikian yang tertera di spanduk. Nada sedikit tak suka namanya digunakan sebagai merek bimbingan belajar buatan mamanya. Bimbel yang sudah berdiri lumayan lama, mungkin sepuluh tahun lalu. Waktu itu tak banyak yang mengenalnya, sekarang bahkan bimbelnya hampir dikenal satu kecamatan. Memang bukan bimbel besar, mamanya mendirikan bimbel hanya untuk mencari penghasilan tambahan keluarga. Alih-alih menjadi seorang guru yang digaji pemerintah, mamanya menikmati hasil mengajarnya lewat bimbel dan itu lebih menguntungkan.

Tak bisa dipungkiri, alasan terbesarnya untuk tetap bekerja dekat rumahnya adalah karena Nada. Ia tak mau lepas tanggung jawabnya sebagai seorang ibu, mengajar dan melatih kemampuannya sejak kecil, jadilah sekarang mengapa Nada tumbuh menjadi gadis yang cerdas.

"Itu kak Nada!!!"

"Wah, Kak Nada yang menang olimpiade berturut-turut itu ya?"

"Keren...kamu panutanku, Kak!"

Nada buru-buru masuk ke dalam rumah, teriakan dari ruangan bimbel masih terdengar. Kan, Nada benci menjadi populer. Sengaja sekali mamanya menggunakan anaknya sebagai bahan motivasi murid-muridnya. Memang hal yang bagus, tapi murid-murid SMP itu terlalu berisik, Nada tak suka.

"Mama cerita apalagi sama mereka?"

"Cerita apa sayang?"

"Itu loh...pasti mama ceritain tentang Nada kan?"

"Oh, mama cerita kalo anak mama menang olimpiade itu bukan tanpa usaha, setiap hari sampe malam pun selalu belajar. Murid-murid mama jadi termotivasi loh."

"Iya sih, tapi..."

"Sana mandi dulu terus makan, kasihan murid-murid mama ditinggal."

Nada masuk ke dalam kamarnya yang bernuansa biru muda. Salah satu kebiasaannya, Nada akan membaringkan tubuhnya selama sepuluh menit sebelum pergi mandi. Ia akan mencoba merefresh pikirannya sejenak dan mengingat apa saja yang sudah terjadi hari ini. Apa hal penting yang sudah terjadi? Pikirannya membawa pada peristiwa pernyataan cinta yang dilakukan Viano.

Apa yang ia bilang saat di perpustakaan tadi? Viano punya pacar lagi? Lagi? Berapa banyak perempuan yang telah dikencaninya, Nada tak tahu persis. Laki-laki buaya, Playboy, Nada sangat mengerti karakter Viano sejak SMP.

Kalau diingat-ingat, masa SMP adalah masa yang penuh dengan kejadian tak terduga. Bagaimana tidak? Untuk pertama kalinya Nada kalah dalam olimpiade setelah di tahun pertamanya ia mendapat medali emas. Entah kesialan apa yang diidapnya, bahkan lomba cerdas cermat yang menurut Nada bukan hal yang sulit saja ia kalah di putaran kedua.

Semua itu ada penyebabnya, Nada sangat ingat apa yang mengganggu pikirannya. Waktu itu, Nada ditindas. Siapa yang menindasnya, ia akan bercerita nanti.

"Sayang, ayo makan!!"

Sudah masuk waktu sore dimana matahari telah tenggelam. Murid-murid bimbel sudah tak ada, meninggalkan suasana sepi di rumahnya yang hanya dihuni tiga orang manusia. Mamanya, papanya, dan Nada sebagai anak tunggal yang menjadi satu-satunya harapan orang tua. Sebenarnya bisa saja bimbel di jam malam diadakan mengingat peminatnya di kecamatan lumayan banyak. Tapi harusnya semua orang sepakat jika malam adalah waktunya untuk istirahat setelah hari yang melelahkan.

"Gimana? Pelatihan buat olimpiade udah ditentuin?"

"Belum Ma, mungkin dua bulan ke depan."

"Lebih cepat lebih baik, jangan lupa terus ngulang materi biar gak lupa."

"Iya, Ma."

"Masih sering main sama Nesya kan, Dek?" tanya papanya

"Masih kok, Pa. Nesya kan temen sekelas yang paling deket sama Nada."

"Sering-sering ajak ke sini, ajak main atau ke mana gitu, masa remaja jangan disia-siain. Pergi liburan bareng juga kalo perlu."

"Nada punya jadwal belajar penuh pas liburan, Pa, jangan diajak main dulu."

"Dibawa belajar terus juga gak baik buat pikiran, Ma."

"Iya, tapi belajar juga penting, kalo dapet sertifikat berturut-turut kan Nada punya peluang kuliah di kampus terkenal."

Kalau sudah begini Nada jadi bingung mau memihak siapa. Nada tak membantah jika belajar itu penting, pun dia tak menyanggah jika ia perlu waktu untuk dibawa berlibur. Nada punya caranya sendiri, tentu ia tak melupakan kewajibannya untuk belajar setiap hari, ia berniat masuk kedokteran. Jika ia berhasil meraihnya, terbayang sudah bagaimana wajah bahagia mamanya. Satu hal yang tak diketahui mamanya, jangan sangka jika Nada tak memiliki waktu untuk bermain-main.

"Dek, kalo mau main tinggal main. Jangan sampai tertekan, makes your self happy first, Papa percaya kamu selalu ngelakuin yang terbaik."

Perkataan papanya di suatu malam, karenanya Nada tampak santai-santai saja saat menghabiskan waktu bersama Nesya sepulang sekolah. Atau kalau Nesya tak ada, dalam hal ini ia sedang sibuk latihan tenis meja, Nada akan pergi sendiri. Berjalan-jalan ke taman, perpustakaan daerah, atau mall untuk mencari suasana baru. Jangan bilang-bilang pada mamanya atau Nada akan diceramahi habis-habisan. Selama ini Nada bilang jika alasan pulang telatnya adalah karena belajar kelompok bersama tim olimpiade biologi. Tapi Nada anak yang bertanggung jawab, sesampai di rumahnya ia akan giat belajar hingga tengah malam.

"Oh, iya, Mama udah diskusi sama Bu Lia, dia mau bantu Mama ngajar di bimbel mulai minggu depan katanya."

"Bu Lia siapa, Ma?"

"Temen mama yang dulu kuliah di Australia. Hebat loh dia, jadi inget waktu SMA gak ada yang bisa ngalahin ranking satu paralel. Dulu Mama iri banget."

"Mama mau buka bimbel buat tingkat SMA?"

"Iya, nanti Bu Lia yang ngajar. Selama ini kan Mama cuma bisa ngajar tingkat SMP, itu pun dibatasi. Sekarang banyak yang minta buka bimbel buat SMA, ternyata banyak yang udah daftar loh."

Hebatnya. Nada berpikir mamamya begitu pintar sampai diberi kepercayaan oleh banyak orang. Memang kemampuan mengajarnya tak main-main, Nada sendiri yang merasakannya. Entah sudah berapa murid mampu ia bantu agar bisa masuk ke SMA favorit. SMA tempat Nada bersekolah adalah SMA favorit, setelah masuk ke lingkungannya, Nada berpikir dua kali tentang label sekolah favorit. Yang ia temukan serupa murid-murid berkelakuan absurd, sembrono, dan gila popularitas. Tapi tak menutup fakta jika sekolahnya memang sering memenangkan berbagai kompetisi.

Dibanding sekolah SMP yang berada tak terlalu jauh dari rumah, sekolah SMA-nya berada dalam jarak yang lumayan jauh dari rumah. Bisa dihitung dengan jari berapa orang dari SMP yang sama bersekolah juga di sana, selain karena jauh, label favorit membuat bukan sembarang orang bisa masuk ke sana. Nilai ujian yang cukup besar harus terpenuhi, seingat Nada hanya dua orang yang berkesempatan diterima di sekolah itu termasuk dirinya. Viano menjadi orang keduanya, Nada tak bisa berpikir positif padahal ia sangat tahu Viano tak suka belajar. Ah, mungkin malam sebelum ujian Viano bertapa sambil membaca jampi-jampi, pikirnya.

"Belum dimulai udah ada yang daftar, Ma?"

"Ada dong. Ada temen kamu juga loh yang dulu ikut bimbel pas SMP."

"Siapa?"

Semoga bukan dia, semoga bukan dia, batin Nada.

"Itu loh, yang sering bikin Mama kesel, semoga kali ini ga nyusahin lagi."

"Viano?"

"Iya itu, Piano, duh kok Mama ingetnya biola terus ya."

Nada mendengus napas kasar.

Viano TaleWhere stories live. Discover now