O3. Sungai Bukhan

106 18 0
                                    

"Kau darimana?"

"Panti jompo."

Laki-laki nyentrik itu mengangguk. "Oh, kau sudah mengantar Changbin?"

Minho menghempaskan bokongnya ke sofa. "Kau kenal dia?"

Chan berdeham. "Hm. Teman lama. Dia profesor hebat pada jamannya, kau tau?"

"Tidak penting untukku."

Chan hanya tersenyum simpul. Sepertinya pilihan yang salah membuat Minho membayar dosa dengan cara ini. Tapi mau bagaimanapun juga, Chan tidak pernah bisa mengirim arwah dengan perasaan sesal.

Menurut Chan, senyumnya itu tidak semu. Pernah sekali Chan melihatnya tersenyum untuk pertama dan terakhir kali. Itu saat Chan membukakan pintu untuknya. Tapi setelah ia mengakhui bahwa ia telah melakukan dosa besar, senyumnya pudar dan tergantikan oleh wajah suram yang tidak terbaca.

Hanya butuh seulas senyum tipis, Chan bisa mengirimnya ke alam baka. Tidak pernah terpikirkan sebelumnya bahwa Minho berakhir tidak pernah tersenyum sama sekali selama 50 tahun.

Chan tau persis perbuatan apa yang Minho lakukan sebelum mati. Chan tau persis bagaimana perasaan Minho kala itu, itulah alasan kenapa Chan menghapus seluruh memorinya.

Tapi ternyata ini adalah langkah yang salah.

"Ah, aku mau tanya sesuatu. Apa manusia bisa melihatku?"

Chan mengangkat gelas wine-nya. Ia mengangguk, "Hanya beberapa."

"Maksudmu?"

"Aku memberi kesempatan pada mereka yang beruntung."

Minho tidak berkomentar lebih jauh. Ia memilih memejamkan matanya yang terasa berat. Ia benci kenyataan bahwa malaikat maut bisa lelah juga.

"Mau sampai kapan kau seperti ini?"

Minho menbuka matanya, menatap tajam ke arah Chan yang sedang meneguk wine-nya. "Kalau begitu beri catatan hidupku."

"Tidak semudah itu, Lee Minho."

"Kenapa?"

Chan mendesis. "Kau tidak tahu perbuatan apa yang telah kau lakukan. Sekarang pergi temui Kim Seungmin."

Jika saja Minho bisa membunuh Chan, sudah ia lakukan dari dulu. Manusia -bukan manusia- paling menyebalkan yang pernah ia temui. Lihat saja sekarang, Chan tiba-tiba mengirimnya ke pinggir Sungai Bukhan.

//

"Aku ini malaikat maut bukan penangkap hantu cupu!!"

Seungmin hanya merotasikan bola matanya. Sudah keluhan ke seribu yang lolos dari mulut malaikat maut menyebalkan itu. Padahal Seungmin sudah meminta Chan untuk mengirim Hyunjin saja, tapi- ah sudahlah mungkin Seungmin kurang beruntung.

Tangannya terangkat untuk menyentuh tali yang menggantung di sebuah pohon. "Anak itu bunuh diri kan?"

"Hati-hati sidik jarimu," kata Minho sambil duduk dipinggir sungai.

"Aku sudah pakai sarung tangan. Kau lupa bahwa aku mahasiswa forensik terbaik?" 

Minho hanya mendesis. Ditatapnya riak air yang bergerak pelan. Dibawah sinar bulan yang tidak banyak membantu, sungai tampak sedikit mengerikan. Sudah lama ia tidak merasakan bulu kuduknya berdiri seperti ini.

Entahlah, belakangan ini ia bermimpi tenggelam di danau. Rasanya terlalu nyata sampai-sampai Minho takut untuk tidur. Terlalu nyata.

"Hyung, itu dia."

Demi Tuhan, dasar hantu cupu!

Minho berdiri sebelum menghela nafas. Telunjuknya terangkat tepat di depan hidung Kim Seungmin. "Setelah ini kau harus membantuku mencari catatan hidupku."

Seungmin? Ia hanya berdeham. Jujur, ia sendiri tidak yakin bagaimana membujuk Chan untuk memberikan catatan hidup Minho. Pemuda nyentrik itu menyimpannya di tempat yang tidak bisa dijangkau manusia sepertinya, dan ada beribu alasan kenapa Chan tidak memberikan catatan kehidupanny.

Seungmin masih sibuk dengan pikirannya ketika Minho sudah berjalan menjauh dengan tali emas di tangan kirinya. Minho, ia bisa menyelesaikannya sendiri kan?

Sekelebat bayangan hitam menembus gelapnya hutan. Minho melilitkan tali emasnya dari satu pohon ke pohon yang lain sampai membentuk segitiga. Setelah itu, ia berpindah ke atas pohon.

"Kemarilah, hantu cupu," bisiknya.

Bayangan hitam itu masih berlarian kesana kemari. Pergerakannya tidak terlalu cepat, tapi cukup membuat Minho pusing.

Sampai akhirnya sebuah anak panah sukses menembus tubuh sang bayangan hitam. Butuh beberapa menit sampai bayangan hitam itu tertarik masuk ke segitiga buatan Minho.

"Ck, kena kau."

"Ah, kakiku sakit," protes si hantu.

Minho melompat turun dari pohon kemudian jongkok disampingnya. "Mari kita lihat oknum yang sudah membuat pemburu hantu terhebat sejagat raya, pusing."

Tangan Minho mencengkram erat dagu si hantu. Sedangkan si hantu, bibirnya berkerut lucu. Pipinya yang tembam mengembul, membuatnya tampak seperti tupai.

"Tuan, demi neptunus, aku tidak bunuh diri."

"Lalu tali di lehermu untuk apa?"

Si hantu menunduk. Benar, ada tali yang mengikat lehernya. Tali yang sama persis dengan yang menggantung di pohon tadi. Ia menghela nafas, "Seingatku aku sedang di studio lalu seseorang mencekikku."

Minho melepaskan dagu si hantu dengan kasar. "Kau tau bahwa ingatan manusia sebelum mati itu sangat abstrak?" lanjutnya dingin.

Tangannya bergerak untuk membuka buku hitamnya. "Han Jisung, 21 tahun, sudah waktunya meninggalkan tempat ini."

"Tolong beri aku waktu untuk mencari kebenaran."

Minho, tangannya sudah siap untuk membuka pintu. Tapi ia urungkan. "Begitu pintu ini terbuka, mau tidak mau kau harus pergi. Kau tidak mau berakhir sepertiku kan?"

Si hantu kecil menelengkan kepala. "Jadi, pintumu sudah tertutup tapi kau masih bekeliaran diluar?"

//

Losing Me - Lee KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang