"Lo gak harus pinter semua kok, ikutin prosedur hidup yang baik aja," —Zahra.
***
SMA NUSANTARA, JAKARTA. Sekolah yang sangat terkenal seantero Jakarta. Tentu, karena sekolah tersebut sudah terakreditasi A dan termasuk jejeran sekolah Internasional. Siswa-siswi nya sangat terkenal dengan good looking dan pintar-pintar. Jadi, tak jarang para orangtua ingin memasukkan anaknya ke sekolah tersebut.
"Fani mana Shaf?" Zahra baru saja datang. Meletakkan tas di meja lalu duduk di kursi sambil membalikkan tubuh kebelakang. Tempat dimana Shafa duduk.
"Kayak gak tau dia aja. Telat lagi paling," gerutu gadis berwajah manis itu. Dia sangat tak mengerti dengan Fani, rumah dekat bukannya tambah cepat datang, justru malah paling sering datang terlambat. "Kenapa emang?" tanya Shafa.
"Janjian sama dia, katanya mau cari info anak baru."
Dahi Shafa mengernyit. "Gue kok gak di ajak. Lo juga tumben mau-mau aja ngurusin cowok gini."
Zahra menghela nafas. "Semalam dia maksa, terus gue cuma bantu cari nama doang, katanya dia kelas 12 IPA 2," jawab Zahra seadanya.
"Gara-gara yang kenal sama lo banyak?"
Zahra diam sejenak, lalu tak lama dia mengangguk ragu. "Katanya sih gitu."
Shafa mengangguk pelan, tentu karena keputusan Fani meminta tolong Zahra itu termasuk benar. Pasalnya Zahra termasuk jejeran murid terkenal di sekolah, atau biasa disebut most wanted sekolah, relasi setelah dia mengikuti banyak kegiatan lomba-lomba pun terbilang sangat banyak. Jadi tak heran jika hampir seluruh kelas atau bahkan satu sekolah mengenal sosok temannya.
"Ra."
Zahra yang sudah menghadap depan kini kembali membalikkan tubuhnya saat dipanggil oleh Shafa.
"Ya?" Zahra menjawab pelan.
"Masalah olimpiade lo kapan si?"
Zahra terkekeh. Dirinya tak menyangka ada yang mengingat olimpiade miliknya. "Hari ini."
"Jam berapa maksud gue."
"Empat kalo gak salah." Zahra mengingat lagi. Bener sih. Kalo gak salah.
"Mau joki buka pengumuman? Gue kebetulan lagi gak sibuk," tawar Shafa disusul tawa Zahra lagi. "Nanti gue kabarin di grup gimana hasilnya." Zahra menolak halus tawaran Shafa. Bukannya apa. Dia hanya takut merepotkan temannya.
"Janji ya?" ujar Shafa.
"Janji."
Bel masuk akhirnya terdengar, tiba-tiba saja siswa-siswi di kelas itu masuk bersamaan. Termasuk Fani. Zahra sempat menyapanya saat dia lewat disampingnya, setelah itu kelas yang tadinya sepi kini menjadi ramai.
Teriakan demi teriakan terdengar riuh. Ada Gita selaku seksi kebersihan yang menyuruh piket anak kelas, lalu ada Rama si ketua kelas yang kini mojok bersama bendahara. Jangan pikir macam-macam dulu. Biasanya ketua kelas dimintai laporan keuangan untuk diberikan pada walas.
Lalu di pojok kelas. Sekitar lima laki-laki sempat-sempatnya mabar. Bibir Zahra berdecak kecil. Ribut sekali mereka. Ucapannya juga sangat kasar yang membuat jiwa muslimnya meronta-ronta ingin keluar. Mungkin tidak begitu buruk ceramah didepan kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
True Princess.
Non-FictionSeperti mimpi, Zahra diterima menjadi salah satu siswa yang akan pergi untuk melakukan olimpiade di Tokyo Jepang. Gadis itu semakin terkenal disekolah. Pasalnya, selain otaknya yang pintar, wajah Zahra juga terpahat dengan sempurna. Sangat cantik. ...