"Minumnya gue pesan teh manis, lo suka kan?"
Zahra berdehem singkat.
Nizam mulai duduk didepan Zahra, memandang gadis itu yang masih terlihat kesal, dan berusaha tidak berinteraksi padanya.
Tapi ya...
Zahra memang selalu tidak terlihat minat berinteraksi padanya, selain dia yang mengawali percakapan diantara mereka. Mungkin terlihat aneh bagi yang mengenal Nizam sejak lama. Karena, Nizam tak pernah mendekati perempuan seambisius dia mendekati Zahra. Karena paling sering, Nizam yang didekati perempuan, bukan dia yang mendekati. Karena tanpa dikejar pun, semua perempuan akan bertekuk lutut pada Nizam.
Namun hal itu tidak terjadi jika perempuannya adalah Zahra.
Zahra sangat cuek dengan pria yang jelas-jelas tengah mendekatinya. Dan Nizam selalu suka dengan harga diri yang tinggi itu. Tidak gampangan. Dan sulit digenggam. Nizam sangat takjub saat baru mengetahui ada cewek spesies seperti Zahra.
Hal itu tidak membuat Nizam menyesal telah menghabiskan waktu seminggu mencari informasi tentang Zahra. Nizam ada disana. Saat wajahnya berbinar senang hanya sekedar melihat pengemis yang sering dipanggil gadis itu 'ibu', atau saat melihat wajah santainya menunggu angkot yang begitu lama datang, atau bagian saat gadis itu tidak menawar sayuran seperti ibu-ibu yang lain, atau saat dia memanggil seekor kucing yang sering keluar gerbang rumah dengan panggilan 'pussy'.
Sebenarnya, masih banyak lagi. Dan kali ini, Nizam kembali akan menaruh di memori ingatannya saat wajah jutek Zahra didekati oleh seorang cowok.
"Lo ngambek ya?"
Zahra membisu.
"Lo dirumah sendiri Ra. Kalau Lo sakit siapa yang mau ngurusin?" Nizam menghela nafas. "Lo bisa gak sih gak usah keras kepala?"
"Setidaknya nunggu gue jadi suami Lo, kalo udah suami istri gue bisa jagain Lo terus."
"Apaan sih!" Zahra melirik sinis.
See? Yang Nizam tahu, saat di goda sama cowok tampan tuh salting atau nggak ya bulshing, bukan jutek gitu.
Tapi lebih aneh lagi sih, Nizam. Di kasih wajah jutek, bukannya ngejauh, ini malah makin gemes pengen nikahin.
Suasananya hening sejenak.
"Tau gak sih, Zam?"
"Apa?" semangat Nizam, mulai duduk tegap menatap gadis itu yang baru mengawali perbincangan mereka.
Zahra mulai meletakkan ponselnya. Lalu menatap Nizam untuk mengutarakan kejujuran dari matanya. "Gue nerima ajakan Lo kesini mau pastiin tentang keraguan gue."
"Ragu apa?" Nizam meletakan tangannya di meja, lalu kembali menatap Zahra dengan penasaran.
"Tentang terima perjodohan ini, apa nggak."
Mata Nizam membesar. "Pasti Lo terima kan? Gue tampan, kaya, baik, royal, pengertian, perhatian, penyayang, sopan, pokoknya sempurna kan? Lo heran kan ada cowok sesempurna gue?"
"Iya gue heran."
Nizam menahan senyum dengan susah payah.
"Gue heran kenapa cowok jelek, nyebelin, gak sopan, terus over pd kayak lo, bisa ada di dunia," lanjut Zahra tiba-tiba.
"Hah?"
"Gue tetap mau nolak, Zam." Dia memalingkan wajahnya ke lain arah.
"Lo kenapa sih?" Nizam mulai menatap tajam.
Zahra pun ikut menatap kesal. "Lo tuh ya? Dari awal gue gak mau makan sama lo, gak mau deket-deket lo, tapi lo terus natap gue, apalagi maksa gue seenaknya."
"Itu kan buat kebaikan Lo." Zahra semakin kesal dengan kata-kata itu. Kata-kata yang sering papahnya ucapkan.
"Gue gak peduli, Nizam. Gue juga gak suka dijodohin sama lo."
Nizam menatap Zahra datar, entah mengapa hatinya sedikit terusik mendengar penolakan Zahra seperti itu. Dan Zahra menyudahi obrolan, karena seseorang datang membawakan makanannya. Tangannya terulur mengambil ponsel, lalu membiarkan dua piring berisi nasi goreng diletakkan di depan dia dan Nizam.
"Minumannya saya ambilkan dulu ya."
Nizam berubah menjadi tersenyum ramah. Membantu bapak-bapak itu menaruh piring-piringnya. "Satu aja pak."
"Ya mas?" Bapak itu melihat Nizam heran.
"Es teh satu, dan maaf pak." Nizam mengambil piringnya sendiri. "Bisa di bungkus gak? Kasih ke mbak ini kalo dia pulang nanti." Nizam berkata sambil menunjuk Zahra.
Zahra melotot tak percaya. Nizam tak menatapnya lagi, dia langsung beranjak saat bapak itu pergi.
"Hati-hati pulangnya, Ra."
"Nizam!" geram Zahra sambil berdiri. Nizam berbalik. Menatap Zahra dengan datar. "Nanti gue bilang bokap gue, Lo gak mau nerusin perjodohan ini kan?"
Zahra terkesiap.
"Lo tenang aja, gue yang urus. Dan maaf, tadi gue maksa lo makan."
"Gue pergi dulu, Ra."
TBC...
Follow Instagram @ptri.angrni
Aku suka kasih spoiler lhooooo
KAMU SEDANG MEMBACA
True Princess.
Non-FictionSeperti mimpi, Zahra diterima menjadi salah satu siswa yang akan pergi untuk melakukan olimpiade di Tokyo Jepang. Gadis itu semakin terkenal disekolah. Pasalnya, selain otaknya yang pintar, wajah Zahra juga terpahat dengan sempurna. Sangat cantik. ...