03. Dijodohin?

87 10 1
                                    

"Bahkan, orang yang selalu terlihat bersyukur ini, ada kalanya ingin sakit begitu parah, hanya untuk sebuah perhatian orang tuanya." -True Princess

***

Menjadi anak tunggal Zahra sudah terbiasa jika pulang ke rumahnya hanya ada sepi dan hening. Tidak ada satupun yang menyahut saat ia mengucapkan salam, mungkin jika barang-barang rumahnya memiliki mulut, dia sudah di tertawakan dengan keras. Atau lebih parahnya lagi, di tatap dengan tatapan iba.

Orangtua Zahra bukan hanya pergi bekerja lalu akan pulang seperti orangtua yang lain. Rumah itu sepi karena memang hanya ditinggali Zahra. Orang tuanya cerai saat ia berumur 5 tahun, papah yang saat itu belum kembali beristri, masih mengurusinya dirumah yang penuh kenangan ini. Tapi sekarang, papah pergi dengan istri barunya, mungkin karena Zahra sudah beranjak dewasa, Zahra hanya diberi uang bulanan untuk kehidupannya.

Kalau tentang mamahnya, dia sudah tidak pernah bertemu lagi sejak insiden penceraian tersebut. Itulah mengapa dia tidak terlalu sakit saat papah memilih tinggal dengan istri barunya. Karena nyatanya, mamah lebih dulu meninggalkannya dengan semua rasa sakit.

Hidup Zahra memang tidak sesempurna yang orang lihat.

Bahkan, orang yang selalu terlihat bersyukur ini, ada kalanya ingin sakit begitu parah hanya untuk sebuah perhatian orang tuanya.

Memang sangat kejam. Tapi Zahra terlalu rindu dengan perhatian mereka.

"Pussy?" Zahra terkejut saat kucingnya datang dengan bulu yang kotor. Dia segera mengangkatnya dan memasuki rumahnya untuk pergi ke kamar mandi.

"Kamu abis kemana? Kan aku udah bilang, kalo aku lagi gak dirumah itu jangan pergi-pergi, nanti kalo tersesat terus gak tau jalan pulang gimana? Kamu kan makan nya banyak, Pussy. Nanti kamu kurus kering lagi," ceramah Zahra panjang lebar.

Miaw...

"Bagus...jangan diulangi."

Setelah selesai membersihkan kucingnya di toilet dapur, Zahra kembali melangkahkan kakinya menuju kamar. Dia ingin mandi juga. Tubuhnya lengket karena berjalan terlalu lama, siapa yang tahu juga? Ternyata angkot kalau dicari justru menjadi sulit ditemukan, giliran saat awal-awal masih mengobrol dengan pengemis tadi, Zahra selalu menolak angkot yang datang.

'Jalan Mawar neng?'

'nggak bang,'

Selalu begitu. Setiap kita menyia-nyiakan kesempatan, kita harus siap mencari kesempatan lainnya.

Setelah selesai bersih-bersih, Zahra langsung kembali turun kebawah. Awan mendung sejak pulang sekolah tadi, nyatanya belum juga memperlihatkan air yang jatuh ke bumi.

Zahra harus siap jika malam nanti justru akan turun hujan. Semoga saja tidak ada petir. Pasalnya, dia selalu takut dan berakhir tidak tidur semalaman.

Zahra memasuki dapur, dia lapar. Dan untungnya ada stok mie instan di lemari penyimpanan makanan. Butuh beberapa menitan hingga akhirnya mie matang. Disinilah Zahra sekarang, diruangan yang seharusnya diisi oleh perkumpulan satu keluarga. Bukan satu orang anak saja.

Drrtttt...

Bip.

"Hallo Ra?"

"Hm?" Zahra yang masih mengunyah, jadi susah untuk menjawab panggilan temannya.

"Ra, lo tadi udah ketemu kepsek belum? Dia nyariin lo di ruangannya untuk ngomongin perihal lo ke Jepang," ungkap Nisa.

Mata Zahra membesar. "Aduhh, gue lupa, Nis. Semalam walas gue udah bilang nyuruh gue ke ruangan kepsek, tapi asli, ini lupa beneran."

"Yaampun Ra, lo tuh kebiasaan ya. Pantesan kepsek gak ngajuin apa-apa ke OSIS, biasanya kan uang OSIS bantuin dana pelajar yang ingin lomba."

True Princess. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang