1

28.4K 2.6K 165
                                    

Alvin memasuki kamar hotel yang sudah disiapkan untuknya setelah pesta pernikahan. Ia membuka pintu dengan sangat perlahan, berharap istri yang baru dinikahinya beberapa jam yang lalu itu sudah tertidur.

Ia mengintip dan mengendap-endap bagai seorang pencuri. Tapi harapannya sirna saat dilihatnya wanita itu sedang duduk bersandar di tempat tidur sambil memainkan ponselnya.

Wanita itu sudah berganti pakaian dan menghapus riasannya. Wanita itu melirik Alvin sekilas. Alvin menghela nafas, ia belum siap jika harus menunaikan kewajibannya malam ini.

"Aku mandi dulu, ya?"

Mendengar suara Alvin, wanita itu mengangkat kepalanya, ia tak menjawab. Malah kembali sibuk dengan ponselnya.

Alvin mandi lama sekali, berharap wanita itu bosan menunggunya dan tertidur. Tapi dugaannya salah,wanita itu masih tampak segar.

Tak ada tanda-tanda mengantuk sama sekali. Pakai batre apa dia? Pikir Alvin. Apa ia benar-benar mengharapkan Alvin menafkahinya saat itu juga. Gila. Alvin bergidik ngeri memikirkannya.

Alvin mendekati ranjang. Belum sempat ia memarkir tubuhnya, wanita itu melemparkan bantal dan selimut padanya. "Lo tidur di sofa."

Lo? Alvin tak habis pikir, kasar sekali wanita itu memanggilnya. Seperti apa sebenarnya wanita yang dipilihkan mamanya ini.

Kemarin-kemarin tampak tak ada yang aneh dengannya. Senyumnya juga terlihat anggun. Apa yang salah?

"Kenapa harus tidur di sofa?" Alvin bertanya keheranan.

"Gue nggak mau seranjang sama lo."

Alvin kaget mendengar jawaban wanita itu. Apa ia membuat kesalahan sehingga wanita itu tampak marah dengannya.

"Kamu 'kan istri aku?" protes Alvin.

"Suami abal-abal aja banyak omong."

"Abal-abal?" Alvin terheran-heran melihat betapa beraninya wanita itu menjawab pertanyaan darinya.

"Asal lo tau, ya! Gue terpaksa nikah sama lo!" Wanita itu menunjuk muka Alvin dengan kurang ajarnya.

"Kapan aku maksa kamu?"

"Bukan lo, dodol! Tapi keluaraga besar gue, dari mama papa, kakek-nenek, paman bibi ...."

"Cukup, kepalaku pusing." Alvin memijit pangkal hidungnya, sedikit banyak ia mulai mengerti arah pembicaraan wanita itu.

"Terus kenapa kamu nggak nolak?" tanya Alvin.

"Gue masih sayang kartu plastik gue, kalau nolak kawin sama lo, otewe gue kere."

"Jadi hanya demi uang?"

"Iyalah ... Lo pikir gue suka rela menikah sama penjahat macam lo?"

Alvin kaget mendengar jawaban wanita itu, sejak kapan dirinya dituduh penjahat?

"Penjahat?"

"Yang lo nyulik sama memperkosa anak orang itu?"

Alvin menghela nafas, rupanya berita itu telah sampai ke telinga istrinya.

"Nyulik doang, nggak pakai perkosa!" Alvin meralat ucapan wanita itu.

"Terus maunya gimana?" tanya Alvin putus asa.

Ia tak menyangka niat baiknya untuk hidup bahagia sesuai anjuran Nadia berujung seperti ini. Yang didapatkan bukannya istri solehah, yang manis dan penurut seperti Nadia. Malah istri dakjal seperti ini. Benar-benar karma.

"Enam bulan lagi ceraiin gue."

"Apa? Cerai?"

"Iya, lo berharap gue mau mendampingi lo sampai kakek nenek?"

Alvin menghela nafas berat, walaupun tak mencintai wanita ini, tak sedikitpun terbersit di pikirannya untuk bercerai.

Kisah apa lagi ini? Kapan dirinya mendapatkan kebahagiaan.

"Selama enam bulan kita berpura-pura layaknya pasangan normal." Wanita itu berucap datar.

"Mana ada pasangan normal yang tiba-tiba bercerai sesingkat itu? Keluarga kita pasti akan curiga." protes Alvin.

"Gue akan bilang ke keluarga gue, kalau lo mukulin gue dan main perempuan. Melihat background lo yang residivis gue yakin keluarga gue bakal percaya." ujar wanita itu enteng.

"Kamu!" Alvin kesal mendengar perkataan pedas wanita itu. Cobaan apa lagi ini? Dulu Karin sekarang ... Arrgh.

"Siapa yang residivis?"

"Lo lah ...."

"Aku hanya semalam tidur di pos polisi." Alvin membela diri.

"Sama aja, intinya lo pernah di penjara."

"Pos polisi," ralat Alvin kesal.

Wanita itu melemparkan ponselnya ke kasur dengan kasar, menata bantal bersiap tidur.

"Ngapain masih di sini? Gue mau tidur." usir wanita itu.

Alvin memandang tajam ke arah wanita itu. Membuat wanita itu kikuk, lalu menaikkan selimutnya sebatas dada.

Alvin tersenyum miring, untuk apa wanita itu memakai pakaian tipis begitu kalau tidak mau diapa-apakan. Dasar wanita aneh.

"Aku nggak mau tidur di bawah," tolak Alvin.

"Jadi lo mau tidur sama gue?"

"Boleh juga." Alvin bersiap tidur di samping wanita itu dengan santai.

"Jangan macem-macem lo! Enam bulan lagi kita cerai."

"Waktunya cerai ya cerai, gitu aja kok repot. Bukannya kamu sendiri yang bilang kalau selama enam bulan kita akan jadi pasangan yang normal?"

"Ralat, pu-ra-pu-ra."

Alvin mengangkat bahu, "Whatever."

"Turun gue bilang!" Wanita itu berang melihat kenekatan Alvin.

"Kalau kamu nggak mau kita seranjang ya kamu aja yang tidur di bawah," tantang Alvin.

"Apa?"

****

Gimana, Gaes? Malam pertama Alvin? Uwu banget ya? Mwehehe 😁

Abis ini jangan kaget, kalau Alvin berubah jadi alim, macem akhi-akhi yang baru berhijrah hehe ....

Ini udah gue up sampai tamat, ya ...
Kalian bisa baca dengan tenang tanpa takut dighosting. Karena gue up-nya borongan gue harap vote nya juga borongan, ye ... Simbiosis gitu hehe ...









Mantan kampret 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang