Selesai membasmi kutukan yang memakan waktu cukup lama, sesegera mungkin Fushiguro kembali ke tempat Fuyumi berada. Pria itu lega menangkap keberadaannya. Meski gadis itu duduk di trotoar jalan seraya menekuk kaki, memeluk tubuh, dan menenggelamkan wajah.Dia sudah seperti peliharaan yang dibuang.
Hela nafas Fushiguro mendominasi sunyinya malam. Tentu indera pendengar milik Fuyumi menangkap suaranya. Dia bergidik takut lebih dulu, lantas menengadah melihat siapa gerangan.
"Fu-Fushiguro-san..." Begitu melegakannya pria itu yang datang. Berjongkok di hadapan Fuyumi, memandanginya dengan raut datar.
"Syukurlah, kamu sud--" Ucapannya terhenti ketika melihat bahu Fushiguro. Pakaian pria itu sobek dan terdapat noda kemerahan. Sontak Fuyumi pucat pasi.
"Da-darah..!"
"Hanya luka kecil."
"Darah! Kamu berdarah! Bagaimana ini?"
"Bukan masalah bes--"
"Kamu..terluka. Ru-rumah sakit..kita harus ke rumah sakit. Aah, tidak, sebelum itu..am-am-ambulan..."
"Tenanglah."
"Tidak..apa sebaiknya saya beri pertolongan pertama lebih dulu? Tapi saya harus apa? Kalau saya salah langkah lalu kamu malah dalam bahaya bagaimana?"
"Tenanglah!"
"Sepertinya memang sebaiknya saya panggil ambulan. Tolong tunggu sebentar, tolong bertahanlah, kamu pasti akan baik-baik saja." Fuyumi merogoh tas dengan gerakan cepat karena panik bukan main. Disambut dengusan kasar Fushiguro, kemudian sentuhan pada kedua pundak sang gadis tuk menggoyangkan badan.
"Tenang dulu. Hei!" Pria tampan itu sampai menjentikkan jari di depan wajah Fuyumi. Bermaksud menyadarkannya dari ocehan kepanikan.
Akhirnya Fuyumi diam. Fushiguro kemudian mengganti pergerakan jarinya menjadi tudingan pada gadis itu. "Diam. Dengarkan ucapanku, mengerti?"
"I-iya."
"Aku baik-baik saja."
"Kamu tidak akan mati?"
"Jangan seenaknya membunuhku."
Gurat yang Fuyumi tampilkan menjelaskan bahwa gadis itu tak percaya.
"Kita harus ke rumah sakit."
"Tidak."
"Setidaknya tolong pastikan kamu baik-baik saja. Memang kelihatannya luka kecil, tapi kamu tidak boleh meremehkannya."
"Daripada itu, hari semakin malam. Aku antar ke rumahmu."
"Jangan mengalihkan pembicaraan."
"Aku tidak bermaksud seperti itu!"
"Kamu harus ke rumah sakit dulu."
"Tidak perlu."
"Kalau kamu tidak mau, saya tidak akan menjelaskan alasan saya ingin menikah denganmu." Fushiguro menyatukan alis.
Itu ancaman? Terdengar lebih ke pernyataan yang bisa membebaskan Fushiguro dari ajakan menikahnya yang menyebalkan.
Padahal yang rugi karena ucapan itu adalah Fuyumi sendiri. Gadis itu pasti tahu mustahil Fushiguro menuruti permintaannya tanpa tahu alasannya. Tapi, Fuyumi malah memberi ancaman yang membuat dia sendiri tidak diuntungkan. Bego rupanya.
"Bodoh, ya? Aku hanya penasaran, itu pun bukan berarti aku akan menikah denganmu setelah mendengar alasanmu. Jadi, mau kau jelaskan atau tidak, sebenarnya sama saja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Please be My Husband! (Completed)
Fanfiction"Menikahlah dengan saya." Hampir saja minuman yang Fushiguro seruput nyembur ke wajah si pengucap. Entah telinganya yang tak waras atau mulut sang pengucap yang setengah stres Photo source from pinterest