Jam dinding menunjukkan pukul 11 malam. Fuyumi menghela pelan melihat waktu telah menuntutnya untuk pulang. Karena di saat tersebut, cafe miliknya harus ditutup."Fuyumi-san, apa Anda tidak pulang? Padahal biasanya Anda hanya akan di sini sampai jam 7 karena harus menyiapkan makan malam untuk suami Anda."
Tutur seorang gadis yang menjabat sebagai karyawan Fuyumi. Bukan berarti dirinya tak sopan karena bertanya demikian pada sang pemilik cafe. Sebab ia merasa cukup dekat dengan Fuyumilah yang membuatnya berani blak-blakan. Rena namanya, gadis kuliahan yang setahun lebih muda dari Fuyumi.
"Sepertinya saya tidur di sini malam ini." Tentu Rena membelalak terkejut. Membiarkan teman kerjanya alias karyawan Fuyumi yang lain pulang, gadis ini menghampiri Fuyumi.
"Anda serius? Tapi di sini tidak ada kamar tidur, Anda yakin akan bermalam di sini?"
"Uhm."
"Apa mungkin..., Anda bertengkar dengan suami Anda?"
Fuyumi tersenyum getir. Dua maiknya melirik ke sana kemari menunjukkan kebingungannya harus menjawab apa. "Eng.., itu juga benar tapi, lebih tepatnya saya sendiri yang tidak tahu bagaimana menghadapinya."
"Anda sedang menghindarinya?"
"Ya-yah..begitulah."
Rena diam. Mengerti bahwa bertanya lebih dari ini bukanlah sesuatu yang baik. "Kalau begitu.., daripada di sini lebih baik Anda menginap di rumah saya saja." Dengan cepat Fuyumi menggelengkan kepalanya.
"Tenang saja, Anda tidak merepotkan. Saya sama sekali tidak keberatan."
"Bukan begitu, bukan itu masalahnya. Yang jelas, saya tidak apa-apa di sini saja. Kamu sebaiknya segera pulang."
"Tapi-"
"Kamu pulang saja, saya tidak apa-apa." Senyum mengembang dan sorot meyakinkan Fuyumi tunjukkan. Menuntut Rena mempercayai ucapannya dengan menampilkan ekspresi tersebut.
"Baiklah."
"Hati-hati di jalan."
Alhasil Rena pergi karena ucapan Fuyumi seakan menyuruhnya meninggalkan gadis itu sendirian. Berakhir dengan Fuyumi menghela pelan menyaksikan kepergian gadis dengan kacamata bulat itu.
Selain karena dia memang ingin menghindari Fushiguro, Fuyumi merupakan gadis egois yang mengharapkan pria itu datang menjemputnya dan mengajaknya pulang. Karena itulah ia belum mempunyai niat mengunci pintu cafe agar sang suami bisa langsung masuk dan menemukan sosoknya.
Setidaknya jika suaminya datang, Fuyumi masih memiliki keyakinan pria itu mengizinkannya berada di rumah. Karena ucapan serta bentakan pria itu pagi tadi, mampu menurunkan kepercaya diriannya menganggap Fushiguro tidak keberatan membiarkannya di sisi sang empu.
Di tengah pikiran yang memenuhi kegelisahan sang suami akan datang atau tidak, jari jemari Fuyumi memainkan tutup bolpoin yang dipegang untuk mencatat hasil penjualan hari ini. Dibuka, ditutup, terus begitu sembari pandangan jatuh pada buku keuangan. Sampai entah sejak kapan ketika Fuyumi meletakkan kepalanya di atas meja, ia ketiduran.
Tangannya masih menggenggam bolpoin, sementara buku keuangannya terbuka.
Namun layaknya keegoisan Fuyumi tidaklah sia-sia. Sebab tak berselang lama Fushiguro datang dan mengamati wajah tidur istrinya itu dengan raut datar.
"Aku tidak masalah kau bekerja, tapi cepatlah pulang kalau sudah selesai. Kau benar-benar pintar membuat orang khawatir." Ucap Fushiguro meski ia tahu tak akan ada jawaban dari sang istri.
Tubuh gadis itu ia tegakkan dengan kepala yang ia sandarkan di dadanya. Sedangkan kedua tangan mengambil bolpoin di tangan Fuyumi, serta menutup buku keuangan. Ia kemudian merendahkan tubuh setelah mengalungkan dua tangan istrinya di leher. Lalu menggendong gadis itu di punggung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please be My Husband! (Completed)
Fanfiction"Menikahlah dengan saya." Hampir saja minuman yang Fushiguro seruput nyembur ke wajah si pengucap. Entah telinganya yang tak waras atau mulut sang pengucap yang setengah stres Photo source from pinterest