"Nggak!"
Seruan itu membuat ketiganya menoleh. Aruna kembali dan mengambil ponselnya yang tertinggal di atas meja, gadis itu menatap teman-temannya.
"Pokoknya aku nggak mau kalian cariin jodoh buat aku," tegas Aruna. "Kalo kalian mau nikah lebih dulu, ya silahkan," imbuhnya.
Setelah mengutarakan kalimat itu, Aruna pun beranjak pergi. Bian juga Arka saling berpandangan, keduanya lalu menoleh pada Raksa yang memilih mengangkat bahu.
"Biarin aja dia milih jodohnya sendiri, dijodoh-jodohin emang nggak enak kan, kesannya kaya nggak laku aja." Raksa berkomentar.
Arka meneruskan acara makannya. "Iya sih, biarin aja deh. Toh kita juga belum mau buru-buru nikah juga," ucapnya. Dia yang masih kuliah, tentu saja belum memikirkan tentang menikah.
"Yatapi kalo dikenalin mah nggak apa-apa sih, kemaren kakak tingkat gue di kampus nitip salam, gue bilang suruh samperin sendiri aja. Nggak tau disamperin beneran apa nggak," ucap Bian.
Raksa terdiam, tentang Aruna yang entah berhubungan dengan siapa, dia tidak berhak untuk melarangnya. Meski entah kenapa, hatinya merasa tidak suka.
Di tempat berbeda, kesorean harinya. Elina yang sudah selesai dengan jam kerjanya itu hendak pulang. Dia kembali teringat dengan amplop di dalam laci, bagaimanapun juga dia harus memberitahu atasannya tentang hal ini.
Elina menimang amplop di tangan dengan menatap pintu besar di hadapannya. Sebagai sekretaris Pak Delmar, meja kerjanya memang berada di depan ruangan pria itu, dia pun melangkah mendekati pintu.
"Elina?"
Sapaan itu membuat Elina sedikit terlonjak, dia lalu menoleh. "Bu Astrid? Anda di sini?"
Wanita bernama Astrid itu tersenyum ramah. "Iyah, saya mau menemui suami saya," balasnya.
Elina balas tersenyum, wanita itupun lalu mengangguk. "Oh, silahkan masuk saja, Bu. Pak Delmar masih di dalam," ucapnya.
Wanita yang mengaku sebagai istri Pak Delmar itu mengarahkan pandangannya pada amplop putih yang dipegang oleh sekretatis suaminya, dia lalu bertanya. "Apa itu Elina, apa kamu masih ada perlu dengan suami saya. Temui saja tidak apa-apa," ucapnya.
Seolah menyadari sesuatu, Elina lalu menggeleng. Dengan gugup kembali meletakan amplop di tangannya ke laci meja, "ini bukan apa-apa kok, Bu," ucapnya.
Astrid yang merasa kenal baik dengan wanita itu tentu saja tidak curiga, "bagaimana bekerja untuk suami saya, apa ada kesulitan?" tanyanya.
Elina menggeleng. "Tidak, Bu. Semua berjalan dengan baik," ucapnya. Bu Astrid adalah orang yang memilih dia menjadi sekretaris untuk suaminya. Dan jika mengingat hal itu, Elina sedikit merasa bersalah.
"Kamu memang wanita yang pintar, jangan kecewakan saya Elina. Saya sangat mempercayaimu," ucap Astrid dengan mengusap pundak wanita di hadapannya.
Sesaat Elina tertegun, namun kemudian mengangguk. Diam saja saat wanita bernama Astrid itu berpamitan dan masuk ke ruangan suaminya.
Elina terduduk di kursinya, perempuan itu terlihat memikirkan sesuatu, kemudian mengusap perutnya itu.
"Mas, kamu di mana?" Elina menghubungi suaminya, lalu meminta pria itu untuk menjemputnya.
Selang beberapa saat, Raksa kembali menghubunginya dan mengabarkan bahwa dia sudah berada di parkiran.
Elina berjalan menuju tempat Raksa memarkirkan kendaraannya, kemudian tersenyum saat melihat pria itu bersandar di badan mobil dengan memainkan ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kulepas Dengan Ikhlas (TAMAT Di KbmApp)
ChickLitAruna mencoba Ikhlas saat Raksa, sahabat yang diam-diam ia cintai, lebih memilih Elina, sepupunya untuk dijadikan pendamping . Namun satu hal yang menimpa sepupunya itu, membuat Aruna menggantikan Elina menjadi istri untuk Raksa. Akankan Aruna tetap...