Pinjam tugas, ngabuburit dan sedikit kegalauan Arya

2.7K 654 479
                                    


Halooh, gak terasa bulan puasa udah terlaksana separuh 🥺 Semoga lancar-lancar semua yaa! Dan terima kasih sudah dipenuhi tantangannya di komen 🌻🌻

Halooh, gak terasa bulan puasa udah terlaksana separuh 🥺 Semoga lancar-lancar semua yaa! Dan terima kasih sudah dipenuhi tantangannya di komen 🌻🌻

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ditanya Geska, kalian Voter ke berapa nih?










Sekarang sudah memasuki bulan puasa. Bulan penuh berkah, banyak ibadah dan tentu saja bulan-bulan banyak yang jualan takjil. Sudah jelas. Mulai dari es campur, es pisang hijau, sampai mbak-mbak jualannya lebih manis dari esnya pun juga ada. Ini Vincent sama Jimmy, sih yang suka sekali absen 'nona-nona' takjil dari gang depan perumahan sampai belakang.

Biasanya dibagi dalam dua sesi petualangan. Sesi pertama itu waktu nona-nona takjil menggelar lapak sebelum matahari benar-benar tenggelam. Rame kalau sudah jam tiga sore. Caranya disapa manis sampai mbaknya tersipu melintir. Iya, hanya disapa, terus pergi lagi. Nanti kalau sudah jam-jam mau buka disamperin lagi dengan tawaran.

"Mau dibantu tidak, mbak?"

Jimmy biasanya paling telaten kalau masalah menyapa dengan intonasi semanis madu. Lebah saja sampai minder mau bersaing. Kalau Vincent cukup pasang senyum, menatap dengan sorot hangat. Duh, sudah kalang kabut itu mbaknya—es kolang kalingnya sampai ikutan salah tingkah.

Padahal seharusnya membantunya tadi, bukan waktu es nya sudah dijejer rapi. Memang tujuannya cari yang gratis-gratis. Alhasil meskipun sedikit tidak adil, memang terkadang yang tampan-tampan itu suka menarik nampan es Wawan. Iya, bukan mbaknya yang mengiyakan, tapi mas Wawan tukang cuci motor dekat kosan Bu Harun, yang entah bagaimana cerita ikutan jualan takjil juga. Mas Wawan malah semangat menyuruh Vincent sama Jimmy mengangkat galon. Sedikit lucu, sih. Tapi mereka juga membantu juga pada akhirnya. Yang penting pulang dapat gratisan.

Nah, itu tadi sedikit kegiatan untuk mengikis waktu agar cepat maghrib ala Jimmy sama Vincent.

Tapi memang tidak bisa dipungkiri, terkadang kalau puasa-puasa begini berbagai macam alasan digaungkan dan dikoar-koarkan dengan segenap hati, agar minim lelah, sedikit mikir tapi banyak rebahan sampai adzan maghrib. Meskipun Levi dan Geska tidak ikut berpuasa, tapi bagi Levi mengaktifkan mode daya itu hukumnya juga wajib di bulan puasa.

Meskipun ada, memang cukup susah mencari penjual makan siang—jarang-jarang. Mau makan mie instan terus, nanti dia semakin gampang lemas. Tapi senang kalau bulan puasa, jadi banyak makanan kalau sore, mulai dari makanan Padang sampai makanan khas lain yang Levi belum coba, semua berlomba-lomba untuk dibeli dan cicipi. Geska juga senang setiap hari bisa makan dan minum takjil.

Tapi ya begitu, karena jarum jam di kamar kosan masih menunjukkan pukul dua siang, masih lama sekali menuju jam enamnya. Ini adalah waktu-waktu penuh ujian pokoknya. Jangan dikira ujiannya hanya satu, suara Geska yang riang sekali sudah seperti genderang topeng monyet keliling itu juga ujian kesabaran bagi Levi.

"Kak Levi." Suara Geska sudah semangat sekali memanggilnya, dengan intonasi khas Geska kalau sedang meminta dan menginginkan sesuatu dari kakak-kakak yang lebih tua. "Oh, Kak Levi." Tangan Geska mengetuk pintu kamar berwarna putih dengan nomor 307 yang perbuat dari bahan plastik berwarna putih. "Kakak ada di dalam, tidak?"

Katanya Mahasiswa(?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang