Levi tidak bersahabat baik dengan 'prinsip pertemanan khusus'

113 17 2
                                    




Pesan singkat yang mendarat pada notifkasi ponsel Levi, berhasil menjadi bahan bakar untuk kakinya melangkah pelan ke arah kamar mandi untuk membasuh diri. Jam menunjukkan pukul tujuh malam dan meja kerja Levi yang berisi lembaran kertas sketsa dan cat ia tinggalkan tanpa pikir panjang. Rutinitasnya yang senang mempelajari palet warna harus berhenti sebab Levi tidak mungkin tidak datang saat pesan dari Verly berkata;

'Bisakah kita bicara? Aku butuh kamu.'

Maka, seperti itulah bagaimana Levi duduk berhadapan dengan Verly di salah satu café yang tidak begitu ramai. Selain terbiasa menemani Geska, nyatanya Levi juga terbiasa menemani Verly sebanyak yang pemuda itu bisa. Entah ini bisa dikatakan sebuah perjuangan, atau Levi memang tulus melakukannya sebab mereka berteman sudah lebih dari lima tahun lamanya.

"Geska bagaimana?" tanya Verly. "Kalau terlalu merepotkan, bilang saja sama aku."

"Sering punya pikiran ingin menyerahkan Geska ke sindikat penculikan," celetuk Levi dengan entengnya. "Tenaganya mungkin berguna untuk banyak hal."

Tidak tahu apa yang terjadi pada Verly akhir-akhir ini, tapi Levi bisa melihat bawah mata gadis itu cekung dan lebih gelap. Pasti ada sesuatu, dan senyum riang itu hanya untuk menutupi apa yang salah. Terbukti, tawa Verly lebih sering dari biasanya meskipun Levi tidak begitu berusaha untuk melucu.

"Memangnya kenapa? Anak itu berulah?"

"Sudah satu Minggu ini jadi tukang dekorasi. Tembok di palu hampir setiap hari. Katanya mau pasang ini, pasang itu. Sampai sekarang rak bukunya ada di kamarku, karena kamarnya penuh dengan sepatu dan baju."

"Haruskah dia kutegur?"

"Tidak perlu. Biarkan saja Geska melakukan apa yang dia inginkan selama tidak membahayakan dirinya dan orang lain."

"Kamu terlalu memanjakannya."

"Memangnya kamu tidak?" tanya Levi.

"Kapan aku memanjakannya?" Verly mendengkus tipis, melipat kedua tangan di depan dada. "Itu tidak benar, ya."

"Dengan menitipkannya padaku." Levi mengambil satu kentang goreng, mengunyahnya perlahan sementara sepasang netranya tidak lepas dari wajah Verly.

"Oh, ya... kupikir itu bisa dihitung dengan memanjakan Geska, karena aku tahu kamu akan memanjakannya."

Bukan sebuah rahasia. Tidak sekali dua kali Levi yang malah disangka kakak kandung Geska, dan kebanyakan orang akan terkejut karena mereka berdua tidak ada hubungan darah sama sekali.

"Rasanya seperti aku membesarkan anak lak-laki labil yang butuh validasi dan suka buat onar sana sini, sengaja agar dimarahi dan diperhatikan." Levi mengatakan itu tanpa ada kekesalan atau keluhan sama sekali. Hanya menukas jujur, dan Verly tidak tersinggung.

Gadis dengan garis mata tegas dengan rambut sehitam obsidian itu mengangguk. "Sejak Ayah meninggal tiga tahun lalu, kamu bisa dibilang penyelamat karena Geska berhasil dicegah untuk terjerumus ke hal-hal negatif." Sorot mata Verly melembut, berkaca-kaca tipis penuh rasa terima kasih dan segan secara bersamaan. "Sudah pasti Geska akan terus menempel padamu. Mungkin sedikit banyak dia menemukan sosok seseorang yang bisa ditiru dan didengarkan."

Barangkali tidak terlihat demikian, tapi apa yang dikatakan oleh Verly memang benar. Hubungan mereka bertiga nyatanya jauh lebih dekat dan erat dari kelihatannya. Entah kapan kali terakhir hidup Levi tidak berhubungan dengan Geska, Verly dan keluarganya. Sejauh yang Levi ingat, dia selalu berada di antara mereka semua.

"Itulah kenapa, aku harus cepat-cepat sukses." Untuk beberapa saat, pupil Verly berkilat dan membara oleh tekad yang menggebu-gebu. "Bekerja, membahagiakan Mama, membiayai pendidikan Geska setinggi-tingginya juga."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 07 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Katanya Mahasiswa(?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang