Vincent dan Film Horor

283 35 9
                                    


Halooh! Kita bertemu lagi dengan kerecehan para mahasiswa. Kali ini fokus ceritanya ada di kisah Vincent sebelum ke member Barista lain🌝✨




Bermodalkan wejangan dari ayah saat Vincent membantu menyiram kebun strobei, Vincent terlihat percaya diri. Katanya, 'Laki-laki tidak boleh putus asa dan patah semangat untuk mengejar gadis impian' Vincent bertekad ingin menjalin hubungan yang sehat dan serius dengan Adinda. Ayah yang biasa-biasa saja bisa mendapatkan ibu si kembang desa. Vincent yang mendapatkan separuh sikap pantang menyerah dan separuh paras rupawan ibu, seharusnya jadi awal yang baik.

Perjalanan kuliahnya barangkali masih jauh, tapi hasil maksimal memang membutuhkan persiapan matang. Ini mengingatkan Vincent pada Mas Bima—tetangga satu RT yang sekarang menjadi pegawai BUMN dan memiliki istri cantik seorang dokter gigi dengan anak-anak yang lucu.

"Saat kamu bertemu seseorang yang minim drama, sederhana dalam menyikapi dan berpemikiran dewasa, aku yakin orang itu pantas untuk diperjuangkan, Vin. Kita laki-laki memiliki tanggung jawab besar terhadap keluarga, memilih calon istri bukan sekadar yang penting menyenangkan saja. Tapi pribadi yang tenang terkadang bisa menenangkan rumah tangga juga. Seperti istrinya Mas."

Vincent ingat pembicaraan itu saat disuruh ibu mengantarkan pisang goreng panas.

Ayah, maaf. Kata Mas Bima lebih bijak, nanti Ayah coba lagi.

Kata-kata Bima secara sukses menggeser wejangan bapak seolah-olah dia terhipnotis dengan baik. Nilai-nilai yang Vincent lihat dari Adinda mungkin belum sebanyak itu. Tapi tiga faktor utama yang paling jelas sudah cukup sebagai langkah awal. Adinda anaknya sopan, tenang dan tidak banyak bicara. Berasal dari keluarga yang Vincent kenal dengan baik. Lalu poin lainnya, Adinda cantik setengah mati.

Aduh, emakin dipikirkan Vincent semakin sulit membayangkan gadis lain untuk menjadi pendamping hidupnya. Dari rasa penasaran jadi keseriusan. Vincent ingin meyakinkan Adinda bahwasannya agenda menonton film dan makan hari ini akan jadi salah satu hal menyenangkan di antara keduanya.

Vincent sudah berlatih percakapan berkali-kali di dalam kepalanya. Tentang topik menyenangkan yang bisa ia temukan. Tapi sialnya, persiapan itu menguap saat Vincent berhenti di depan gerbang kosan Adinda di mana si gadis sudah berdiri di sana. Ada apa ini? Vincent sampai menoleh ke sekeliling hanya untuk memastikan tidak ada kamera, atau awak media.

Adinda yang heran dengan gerik-gerik Vincent mengerutkan kening. "Ada apa, Vin?"

"Eh, tidak." Vincent meringis, menggosok belakang kepalanya. "Aku kira sedang ada pengambilan gambar untuk film karena kamu kelihatannya cantik sekali."

Vincent sampai tidak berkedip, jantungnya berdebar dan ujung tangannya sedingin es campur. Astaga, bagaimana bisa Adinda semakin hari semakin cantik begini?! Iya, tahu. Terkadang candaan Vincent kalau tidak berhasil sedikit ya, gagal total sampai butuh remidial. Sementara Adinda hanya memberi respons dengan mengedip pelan sebanyak dua kali, sampai-sampai Vincent terkekeh atas reaksi lugunya.

"Rayuannya terdengar buruk, ya?"

Mengambil napas besar dan ditahan sejenak sembari mengeratkan tali tas pada pundak, Adinda berkata lembut. "Kalau dilakukan lagi, mungkin mendadak gempa bumi di sini."

Secara mengejutkan, Vincent tidak tahu Adinda memiliki sisi seperti ini. Maksudnya, yang bisa menimpali lelucon tidak bermutu milik Vincent hanya Jimmy dan Levi. Sebenarnya bukan menimpali juga, sih tapi diabaikan dengan cara paling sarkas yang pernah ada.

"Mencairkan suasana itu hal yang paling sulit, Din. Jadi kalau rayuanku memang buruk, tolong tahan sedikit lagi sampai jadi baik."

"Rayuannya?"

Katanya Mahasiswa(?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang