2. H-1 Tes

422 104 300
                                        

Komen dong kalian nemu cerita ini dari mana? Authornya penasaran nih!

_____Happy reading_____

Hari dimana H-1 sebelum jadwal tes

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hari dimana H-1 sebelum jadwal tes. Yaps besok adalah jadwal tes. dan itu sudah seminggu Florency masih belum sembuh juga dari demamnya. Dan sudah seminggu juga ia tidak belajar tes masuk sekolah High School Islami.

Bunda berniat untuk membawa anak gadisnya ke puskemas untuk mengecek kesehatannya. Dan ternyata ia hanya demam biasa tidak terlalu parah.

Bahkan tidak ada penyakit lain yang lebih parah selain demam. Bunda nya bersyukur kepada yang maha penguasa.

Sampai dirumah, ia terus saja berbaring dikasur sambil menahan rasa sakitnya tersebut.

Kenalin, Bunda Florency bernama Revilia Agatha. Seorang wanita yang masih berusia 34 tahun dengan wajah masih baby face seperti anak remaja yang manis. Ia bekerja sebagai guru les privat dan guru sekolah dari kalangan swasta elit maupun swasta biasa. Ia semasa sekolahnya selalu di sekolah negeri terus. Namun, pakaiannya selalu akhwat dan selalu tertutup dari masa gadis sampai mempunyai dua anak.

Bunda memiliki kenalan orang tua murid yang mempunyai sekolah. Kebetulan Bunda dekat dengan orang tua dan anak laki-laki yang memang kebetulan salah satu murid les privatnya. Oleh sebab itu, Bunda ingin memasuki sekolah high School islami yang pemiliknya adalah orang tua murid les privat.

Ketidakpastian yang Menghantui

Florency menatap langit-langit kamar dengan mata sayu, tubuhnya masih terasa lemas akibat sakit yang belum juga mereda. Suara langkah kaki Bunda yang semakin mendekat terdengar jelas di antara kesunyian, hingga akhirnya pintu terbuka perlahan. Sosok perempuan yang selama ini selalu menjadi penopangnya berdiri di ambang pintu, menatapnya dengan ekspresi khawatir.

"Kak," panggil Bunda lembut, sebelum melangkah masuk. "Kamu besok tes, tapi kamu masih sakit."

Florency tidak segera menjawab. Ia tahu betul apa yang akan dikatakan Bunda selanjutnya dan ia tidak ingin mendengarnya. Tes besok adalah kesempatan terakhirnya untuk masuk ke Islami School, Namun, tubuhnya belum benar-benar pulih. Rasa lemas masih mengikat setiap sendi, dan yang lebih buruk lagi, ia bahkan belum sempat belajar lagi setelah beberapa hari terbaring lemah.

"Semoga aja sembuh, Bund!" jawabnya dengan suara serak, berusaha terdengar optimis meski jauh di lubuk hatinya, ia tidak yakin.

Bunda menghela napas panjang, duduk di tepi tempat tidur sambil menatap anak gadisnya dengan penuh pertimbangan.

"Gausah tes dah, apalagi kalau masih sakit seperti ini," ujarnya akhirnya, seolah mencoba menawarkan jalan keluar yang paling masuk akal.

Namun, bagi Florency, itu bukan solusi. Itu justru pernyataan yang membuat dadanya semakin sesak. Matanya berkaca-kaca, tapi ia menahan diri untuk tidak menangis.

"Lah, nanti kalau nggak lolos gimana?" suaranya sedikit bergetar, mencoba mencari celah agar masih bisa mengikuti tes. "Pasti dianggap gugur karena nggak datang tes, Bund."

Bunda kembali terdiam sejenak, sebelum menghela napas panjang untuk kedua kalinya. Ada nada berat dalam suaranya ketika akhirnya ia kembali berbicara. "Yah, mau gimana lagi, Kak... Kamu masih sakit seperti ini."

Florency hanya bisa terdiam, tidak tahu harus berkata apa lagi. Rasa kecewa bercampur frustasi mulai merayapi hatinya. Jika ia tidak bisa mengikuti tes besok, itu adalah harapan untuk masuk ke Sekolah satu-satunya, karena ia tahu betul, maka Bunda pasti tidak akan mengizinkannya masuk ke sekolah negeri.

"Terus kalau nggak lolos, mau sekolah di mana, Bund?" tanyanya lirih, meski ia sudah tahu kemungkinan jawabannya.

Bunda menatapnya dengan tatapan lembut, namun juga penuh dengan kenyataan yang sulit untuk ditolak. "Kamu sebenarnya dapat di negeri," jawabnya pelan. "Tapi itu SMA 70, SMA 79, SMA 82. Dan itu semua berada di Kebayoran Baru..."

Florency langsung mengerti maksud ucapan Bunda. Kebayoran Baru jauh. Terlalu jauh. Perjalanan ke sana akan menghabiskan banyak waktu dan tenaga, dan tentu saja, itu bukan pilihan yang ideal. Bunda tidak akan mengizinkannya bersekolah terlalu jauh dari rumah.

Florency kembali terdiam, membiarkan pikirannya dipenuhi oleh berbagai pertimbangan yang semakin membuat dadanya sesak. Ia benar-benar tidak tahu harus bagaimana lagi.


"Bunda takut kamu kecapekan karena jauh doang. Terus juga Bunda takut nanti kamu jadi ga benar di negeri, Bunda tau banget semua anak kalangan SMA, Bunda kan dulu sering ngajarin anak sekolah SMA."

"Emang menurut Bunda dimana? Terus kenapa dengan anak SMA? Apa ada yang salah?" tanya Florency yang penasaran.

"Takut salah pergaulan aja kak."

"Gak bakal kok, Bund. Aku bisa jaga diri kok," jawab Florency yang meyakinkan Bundanya dan merestui.

"Bukan itu aja kak, Bunda takut nanti kamu malah dihamilin tanpa kamu sadar, dan Bunda takut nanti kamu malah diberi obat narkoba gimana?"

"Gak akan Bunda! Kan nanti aku cari teman yang baik kok," jawabnya yang kurang percaya dan menjawab dengan yakin.

"Justru itu, dia teman baik kamu. Tapi suatu saat nanti kalau dia mau bahayain kamu gimana? Tapi terserah kamu sih, kalau kamu paksa mau dinegeri yaudah Bunda daftarin," balas Bunda yang pasrah gimana kemauan anak gadisnya sendiri.

Bunda langsung pergi dari kamar Florency dan pergi menuju ke kamar nya untuk beristirahat yang meninggalkan anak gadis sendirian dikamarnya.

Ia sejenak berpikir. Dia juga ada rasa takut sama yang diucapin Bunda, kalau nanti dia hamil gimana? Kalau ada yang berbahaya dalam dirinya gimana? Itu semua bikin ia pusing dan bikin ia tambah sakit.

Setelah dipikir-pikir, ia coba bakal rayu Bunda nya lagi untuk meyakinkan kalau dinegeri itu tidak berbahaya dan tidak akan terjadi apa-apa.

"Gak, aku harus coba rayu lagi. Gapapa dah kalau SMA nya jauh, kan aku jadi tau daerah sana kan," gumamnya.

"Eh tapi, aku mau coba lolosin tes High School Islami dulu nih, kan susah kalau negeri ga dapat, masa di High School Islami juga ga dapat. Yang ada dia malah disuruh masuk tempat lain," sambungnya lagi.

Florency bangun dari kasurnya untuk pergi sholat. Dia ingin berdoa agar dikasih petunjuk untuk bisa lolos disekolah High School islami jika dia tidak dapat disekolah manapun.

Bersambung....

Masa SMA FlorencyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang