PART 1 : NENEK MENINGGAL

286 7 0
                                    

Americano, Cappuccino, Latte, dan dua Mocha telah tersusun apik di atas nampan. Seorang waiter perawakan mungil membawa napan tersebut ke meja nomor 8. Dia adalah Satu-satunya waiter perempuan di coffeeshop tersebut, namanya Yasmin. Satu persatu minuman olahan kopi itu disuguhkan oleh Yasmin pada pemesan yang tak lain adalah teman satu SMA-nya dulu.

"Silakan dinikmati, Nyonya dan Tuan sekalian," canda Yasmin.

"Apa ini? Bukankah saya pesan kopi pahit, kenapa yang keluar malah kopi susu?" balas Picapicu—sering dipanggil Pica, dia adalah komedian terbaik—menurut teman-temannya.

"Jangan ngadi-ngadi," sahut Yasmin melotot. Pica membentuk cengiran menyebalkan, sebelum mulai menyeruput mocha miliknya.

"Yas, duduk dulu. Ngobrol dulu sama kita," pinta Karin.

"Gue kerja, Rin. Lain kali deh, ya?"

"Lo lupa? Boss kecil ada di sini," ucap Astro—cowok dengan rambut blonde itu melirik Leon di sampingnya. Seperti yang mereka ketahui, Leon adalah anak dari pemilik coffeeshop itu.

"Duduk aja, Yas. Nggak ada yang marah," sahut Leon. Berbicara dengan nada datar adalah sebuah kebiasaan Leon sebagai kutu buku sejati.

Yasmin akhirnya duduk di samping kiri Pica.

"Yas, lo beneran nggak mau lanjut kuliah? Kita bisa patungan buat bantuin biaya kuliah lo," ucap Karin.

Yasmin menggeleng lemah. "Enggak perlu, Rin. Thanks udah peduli sama gue. Tapi gue emang nggak kepengin lanjut kuliah dulu. Gue mau fokus kerja. Semenjak orangtua gue meninggal, gue nggak punya apa-apa lagi. Gue harus mandiri," sahut Yasmin tabah.

Karin dan Pica mengangguk paham. Mereka juga tidak bisa memaksa, keputusan terbaik ada apa diri pemiliknya sendiri.

"Yas, lo tau gue cinta sama lo, kan? Mau gimana pun keadaannya, gue pasti dukung. Jangan patah semangat," ucap Astro. Malu bukanlah hal yang perlu Astro usung pada ketiga temannya itu. Apalagi pada Yasmin, ia tak kenal itu.

"Huuu ... cari celah ngungkapin perasaan," sorak Pica. Karin juga sama, mengejek Astro adalah hal yang mutlak bagi mereka. Sementara Astro selalu memasang tampang sok keren saat dihina.

Tiba-tiba ponsel Yasmin berdering. Yasmin lantas merogoh ponselnya, menatap layar ponsel yang bertulisan nama Bik Irah. Tombol hijau ia geser ke samping, lalu mendekatkan ponsel ke telinganya.

"Halo, Non?"

"Iya, Bi Irah? Tumben telepon Yasmin."

"Non ... ada kabar duka. Nenek Non Yasmin baru saja meninggal dunia."

Yasmin terkejut, lantas berdiri dengan raut wajah tengang.

"Apa, Bi? Nenek ... nenek nggak mungkin ..."

"Non, datanglah besok untuk melayat. Jika Non Yasmin mau lihat nenek untuk terakhir kalinya."

Yasmin tak menjawab lagi. Ia shock, bahkan untuk percaya adalah hal yang berat baginya. Keempat temannya itu menatap khawatir, juga penasaran tentang apa yang membuat temannya lemas seperti itu.

"Yasmin, lo kenapa? Tadi telepon dari siapa?" tanya Karin.

Manik mata mereka penuh harap, menanti jawaban apa yang terlontar dari bibir Yasmin.

"Nenek gue meninggal. Gue ... nggak! Gue nggak percaya. Ini mendadak banget ...."

Pica langsung memeluknya, menepuk pundak bergetar sahabatnya itu pelan.

"Sabar, Yas. Ini emang sudah jalan takdir nenek lo. Semua orang pasti akan menemui ajalnya, kan?" ucap Pica menenangkan.

"Yas, gue ikut berduka," ujar Karin prihatin.

Urban Misteri POCONGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang