PART 6 : DIA MASIH DI SINI

72 5 0
                                    

Di dapur, bik Irah menerawang menatap ke arah kuburan nenek Yasmin yang terlihat apabila tirai jendela dapur tersingkap. Entah kenapa makam itu terlihat mengundang rasa waswas ketika bik Irah memandangnya. Macam rasa yang mengganjal yang perlu lekas dibebaskan. Tak ada yang tahu jikalau itu memang sebuah pertanda dari nenek Idah. Tiba-tiba bik Irah dibuat terkejut oleh tepukan mendadak dari pundaknya.

"Bi Irah!"

"Astaga!" kaget bik Irah. Ternyata itu Pica yang sekarang tersenyum tanpa dosa. "Kamu toh. Hampir aja Bibi jantungan."

"Ehehe. Maaf, Bi. Nggak lagi deh. Habisnya Bibi dipanggilin nggak denger. Malah anteng pandangan kuburan. Bibi kangen nenek Yasmin, ya?"

Bik Irah berkedip beberapa kali. "Ah, aha. Ya masih nggak nyangka aja, Non. Bibi kan selama ini tinggal bersama neneknya non Yasmin. Tapi beliau dipanggil duluan."

Pica mengangguk paham. "Emang nenek Yasmin sakit apa, Bi?"

"E—sakit ... sakit demam dan batuk gitu. Y-ya biasalah, udah tua emang penyakit macem-macem, Non," sahut bik Irah terlihat gugup dan tak nyaman.

Pica mengangguk paham. "Ohh ... karena sakit toh. Kali aja karena hal lain. Bibi tau kan kejadian kayak di film tuh, orang yang udah mati bisa jadi pocong gentayangan kalau tali pocongnya diiket lagi. Apa yah judulnya, Pica lupa deh. Hih, pokoknya ngeri deh. Ya kalau pocong yang dibilang Yasmin itu bener adanya, berarti ada kejadian kayak gitu, Bi," celoteh Pica antusias.

"Aha, itu kan cuma kisah di dalam film, Non Pica. Jadi mana mungkin terjadi juga di sini. Tali pocong mayat pasti dilepas sama yang bantu kuburkan mayat itu. Dah, Non Pica ada-ada aja. Jangan jadi korban film, Non," sajut bik Irah tertawa canggung.

"Ya kan kali aja, Bi. Eh, bikinin Pica wedang jahe ya. Soalnya nih perut rasanya nggak enak, mual banget. Pica tunggu di kamar," ucap Pica sebelum melangkah pergi.

"Siap, Non."

Bik Irah menghela napas panjang.

***

Yasmin tersenyum memegangi ponselnya. Baru saja ia berkirim pesan dengan Rangga. Tadi pagi mereka sempat bertukar nomor telepon, Rangga yang memintanya sebelum mereka sampai di kamar nenek Yasmin. Hanya pertanyaan tentang keadaannya saat ini, Yasmin dibuat baper oleh Rangga.

"Kok gue senang banget gini, ya?"

"Tau ah. Lebay deh gue," sahutnya sendiri sambil berjalan menuju meja rias. Yasmin tersenyum menatap pantulan dirinya di cermin. Yasmin meraih sisir, lalu merapikan sedikit rambutnya. Ponsel Yasmin berdering lagi, lekas Yasmin memeriksa pesan yang masuk. Ternyata itu ucapan selamat malam dari Rangga. Yasmin tersenyum, sangat senang. Namun ketika Yasmin mengalihkan pandangannya ke cermin, tampak sosok pocong berdiri di belakangnya. Ketegangan menjalar begitu saja, bahkan tubuh Yasmin bergetar tanpa mampu berkata-kata. Manik mata Yasmin seketika terpaku tanpa titik objek yang jelas. Wajah sehitam tanah dan mengeluarkan darah itu menatap tajam padanya. Yasmin seolah-olah mendengar suara dari penampakan pocong itu.

"Dibunuh ... Dibunuh ..."

Yasmin terbelalak, sedetik kemudian ia berteriak.

"AAAAAA!"

Yasmin menjerit takut, ia langsung berlari keluar kamar dengan brutal. Hampir saja ia terjatuh dari tangga, jika saja Astro tak menyangganya. Yasmin menatap Astro dengan tatapan takut dan berkaca-kaca.

"Apa apa, Yas? Lo kenapa teriak?" panik Astro.

"Astro ...." Yasmin memeluk Yasmin, membuat Astro membeku sebentar. Tapi tak berlangsung lama, ia memilih menuntun Yasmin menuruni tangga. Dapat Astro rasakan getaran yang berasal dari tubuh Yasmin.

Urban Misteri POCONGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang