3. Bulan dan Rotasinya

65 26 34
                                    

Selamat membaca!
Ada yang kangen!!





Jangan datang, kalau ujung-ujungnya pulang dan menghilang.

Bulan, dengan ciput ninja dan helm full face berkawan angin dengan motor ninja yang ia tumpangi. Malam ini, lagi-lagi dia pergi, bahkan sedikit adanya ia istirahat. Karena ia benci rumah.

"Ck. Selama gue bisa jaga diri, kenapa harus dijaga?"

Lagipula, Bulan terpaksa mandiri karena dia benci dirinya sendiri. Tapi, tidak dengan Tuhan. Kali ini, Bulan datang ke tempat biasanya. Dia menunaikan qiamul lailnya, karena di rumah, ibadahnya akan selalu mendapat argumen. Dan dia tak suka dicap baik didepan banyak orang.

"Selesai?"

Suara berat dengan deheman khas yang sekali terdengar, membuat seluruh saraf Bulan mengirimkan sinyal benci. Tanpa menoleh, tanpa membalas, dia pergi begitu saja. Berusaha menghindar.

"Bulan! Kamu mau kemana!" seru lelaki itu. Bulan melangkah tanpa menoleh.

Mau sampai kapanpun, Bulan tak akan bicara pada orang itu. Kapanpun, Bulan yakin dia bisa memegang janjinya.

Bulan mengendarai motor ninjanya dengan kecepatan tinggi, berharap cepat sampai ke tujuan. Lapangan balap.

Tapi dia merasa diikuti. Instingnya mengatakan tidak ada seorang selain si gigi gingsul itu.

Dengan sigap ia berbelok gang dengan kecepatan tinggi. Kemudian mematikan mesin motornya. Dia menunggu lelaki itu melewati gangnya. Tapi sayang dia berbelok. Dan ini yang Bulan inginkan. Dia menyalakan mesin motornya. Beresiko memang, tapi Bulan ingin tau seberapa kepekaan manusia kampret itu terhadapnya.

Kejadian itu berlangsung beberapa detik, hingga mereka saling beradu tatap.

"Pergi!" usir Bulan, jauh dari kata ramah.

Bulan tau dia pergaulannya menyimpang. Tapi Bulan tau, keluarga bukan tempat bermain-main, dan di sini pelampiasannya, jika pelariannya di masjid telah usai. Bulan tau dia perempuan. Bulan tau menyelesaikan masalah bukan dengan lari dari masalah itu. Bulan tau. Dia hanya pura-pura.

"Woy! Tumben lo telat?" sapa seorang dengan bahu tegap dan melambaikan sebelah tangannya di tengah-tengah kumpulan pemakai jaket kulit dan helm full face. Dia mematikan mesinnya dan berjalan mendekat.

"Masalah?" balasnya jutek, seperti biasa.

"Enggak sih, ngga papa. Tapi sumpah tumben beneran, gue kira lo ngga bakal pernah telat ke sini, saking rajinnya lo sih!" jelasnya mengungkapkan kejanggalannya.

Bulan hanya berdecak sekali pada Grey, yang memang kelebihannya itu membesar-besarkan sesuatu yang harusnya kecil dan sepele, kemudian beranjak pergi sebelum teriakan nyaring menghujam telinganya,

"Lan! Esa datang!"

"Kayanya lo bakal kalah malam ini Lan," Grey menunjukkan wajah khawatirnya yang khas dengan menaikkan turunkan lututnya seperti pir. Bulan mendecak, tak boleh sekali lagi dia kalah Minggu ini.

"Lan! Ban depan Lo kempes!"

Begitu mendengarnya, Bulan berlari menuju motornya, menekan-nekan ban yang dimaksud Tio dengan wajah datar, seperti biasanya.

"Mau gue gantiin?"

Semua orang yang berada di sekelilingnya menoleh, menatap sumber suara, kecuali Bulan. Dengan wajah acuh, dia menaiki motor ninjanya dan memutar-mutar setangnya, seperti mengusir. Semua orang kembali menatap pemuda itu, meminta penjelasan.

Takut NyamanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang