#7. MISI PERTAMA

17 3 5
                                    

         Hari jum'at pada minggu ini cukup berbeda, karena ekstrakurikuler yang biasanya dilakukan pada hari Sabtu pindah jam menjadi hari jum'at. Terlebih lagi setiap akan memulai kegiatan ekstrakurikuler, semua ekstra harus apel di lapangan. Dan yang paling mereka tolak adalah, apel yang dilakukan setelah sholat jum'at di terik matahari yang berada diatas kepala membuat para anggota ekstrakurikuler perempuan langsung misuh-misuh tak jelas.

            Dan seperti biasa, walaupun belum pergantian jabatan di Osis tapi tugas yang biasanya dilakukan oleh kakak kelas akan dilakukan oleh angkatan ku. Menjengkelkan sekali, tapi ini sudah menjadi tanggung jawab mejadi anggota osis bukan?
Aku membantu menyiapkan sound bersama dengan Azel.

"Lo lagi ngapain Zel?" tanyaku karena tak mengerti Azel sedang melakukan apa pada sound itu.

           Dia melirik ku dengan tatapan malas dan berdecak, oke memang salah aku yang malah mendekati Azel yang memang sinis.

"Lo coba ngomong di mic itu!" perintah Azel tanpa melirik ku.

         Aku yang tadi ikutan jongkok di hadapan sound langsung berdiri menuju stand mic dan menghidupkan mic itu, "ngomong apaan?"

"Apa aja!" balas Azel.

"Azel jelek!" ucapku santai, Azel melirik ku malas lalu berdiri dan menghampiriku.

"Udah selesai." Aku tau maksudnya itu disuruh pergi, yaudahlah selesai membantu ini aku langsung duduk dipinggiran lapangan. Dasar cowok sinis untung ganteng!

          Hingga tak butuh waktu lama para cowok yang sudah selesai jum'atan sudah pulang dari masjid sekolah, nah ini dia pemandangan yang tak akan aku sia-sia kan. Mataku langsung melotot melihat cowok-cowok pakai sarung yang melewatiku. Walau diriku gak alim banget, tapi jika di suguhkan pemandangan itu ya gak nolaklah.

"Astagfirullah ukhti, matanya di jaga!"

        Aku yang sedang terpaku pada orang-orang yang lewat itu terkejut saat sebuah suara terdengar sangat dekat, langsung saja mataku menoleh kearah kanan yang ternyata sudah ada pemandangan yang sangat menakjubkan. Rafsan dengan sarung putih dan baju koko yang senada tak lupa peci duduk di sampingku.

"Kok lo ganteng sih?" tanyaku tanpa sadar.

Eh,
Kok ngomong gitu ya? Tapi beneran Rafsan lebih ganteng dari bisanya. Alisnya tebal namun tak setebal Bara, hidungnya mancung, matanya standar orang indonesia dengan iris mata hitam. Terlebih gummy smile yang di tampilkannya membuat dia semakin ganteng saja.

"Awas nanti jatuh cinta," ucap Rafsan lalu terkekeh pelan.

"Najis!" ucapku bercanda sambil memukul bahunya pelan.

"Oh iya, lo dicariin kak Rahfa katanya suruh jadi tim dokumentasi buat apel kali ini," ucap Rafsan lalu berdiri yang membuatku ikutan berdiri pula.

"Kan lo anak Jurnalistik Lak," lanjut Rafsan lalu memilih pergi untuk berganti baju jadi baju ekstrakurikuler.

            Aku pun bangkit berdiri dan langsung menuju ruang osis untuk meminta kamera. Memang sih aku ekstrakurikuler jurnalistik, tapi untuk saat ini rasanya malas buat panas-panasan di lapangan.

****

           Mikha sudah berdiri di depan sekretariat ekstrakurikuler Jurnalistik, dengan celana training dan kaos putih polos dan tas di punggung. Dia melirik jam yang menunjukkan pukul empat petang, namun kehadiran Azni belum nampak padahal anak jurnalis lainnya sudah pulang dari sepuluh menit yang lalu.

            Harusnya dia menunggu Sekar saja tapi ekstrakurikuler olahraga cabang Voli belum jam nya pulang, begitupun Rafsan, Bara dan Fahri yang masih sibuk dengan ekstrakurikuler masing-masing.

MANTRA CINTA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang