#5. SIAPA PENULISNYA?

24 9 7
                                        

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

"POKOKNYA GUE HARUS BELI TUH NOVEL!"

        Aku dengan lantang mengatakan hal tersebut pada kedua sahabatku yang tengah asyik makan bakso, membuat sebagian orang yang berada di kantin menatap kearahku. Bodo amat dengan tatapan semua orang yang memandangku aneh, karena kebahagiaanku lebih berarti daripada pandangan oranglain.

"Makan dulu baksonya, nanti dingin gak enak," ucap Sekar sambil mendorong mangkok baso itu mendekat kearahku.

"Bentar dulu Git, gue lagi seneng!" seruku dengan semangat, yang masih memperhatikan layar hp menampilan postingan instagram penulis favoritku.

           Sekar berdecak dengan tatapan malasnya, "Taruh dulu hp nya sayang."

            Aku menoleh kearah Sekar dengan tatapan takut lalu memasukan hp kedalam saku, percayalah Sekar adalah orang yang paling seram jika ucapannya tak di pedulikan. Lihat saja ekspresinya ditambah nada ketus bercampur dingin menjadi perpaduan yang membuat bulu kuduk ku merinding.

"Novel siapa sih yang mau terbit?" tanya Mikha sambil mengunyah baksonya.

"Novel Lazuardi dari penulis aksara biru, sumpah keren banget cerita di wattpadnya, pokoknya gue harus beli novelnya!" Aku mengatakan itu dengan sangat antusias tentunya dengan mulut yang mengunyah bakso tersebut.

        Mikha menatapku dengan tatapan antusias karena dia sama-sama penggemar  karya sastra namun tak sefanatik diriku. Dan inilah salah satu ajang promosi novel agar saat PO nanti ongkirnya bisa dibagi dua.

"Ceritain dong sedikit alurnya," pinta Mikha yang sepertinya tertarik.

"Nanti gue kirimin link ceritanya," ucapku karena tak ingin mendapatkan siraman rohani dari Sekar karena mengeluarkan hp lagi.

"Anggita, lo gak suka novel ya?" tanya ku penasaran karena Sekar sama sekali tak pernah ikutan nimbrung soal pembahasan dunia pernovelan.

          Sekar melirik ku tajam, dan sepertinya diriku lupa akan satu hal tentang sahabatnya ini yang tak suka dipanggil Anggit atau Anggita padahal aku lebih suka memanggilnya itu. Mungkin karena karakternya yang tak terlalu feminim, tapi namanya terlalu feminim untuk Sekar yang sangat tidak bisa feminim.

"Gue gak suka di panggil Anggit, dan gue gak suka novel!" ucap Sekar dingin, mungkin mood nya sedang tidak baik hari ini.

     Lebih baik aku menghabiskan bakso ku dengan tenang setelah sisa dua jam sebelum pulang, seperti biasa aku bolos karena tak ada guru yang mengajar di kelas lebih baik makan ke kantin. Dan kebanyakan orang pun seperti itu, tapi lebih banyak kelas 11 sih yang berada di kantin.

***

     Keesokan harinya jam masih menunjukkan pukul 06.30 tapi beberapa orang sudah bberkumpul di depan mading dengan berbagai tatapan, nampak bisik-bisik karena menampilkan kertas-kertas yang berisi tulisan baru. Tapi yang lebih menyita perhatian orang-orang adalah secarik kertas yang di tempelkan dengan menampilkan kata-kata Mantra Cinta.

MANTRA CINTA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang