#10. (BUKAN) FRIENDZONE

12 1 0
                                    

        Hari senin adalah hari yang tidak disukai oleh sebagian orang, termasuk diriku sendiri. Karena tak adil rasanya ketika hari minggu ke senin itu dekat layaknya perangko, sedangkan hari senin ke minggu sangatlah jauh seperti menggapai dia. Aku masih butuh liburan!

         Pikiranku rasanya belum terkoneksi dengan baik hingga berpikiran absurd, padahal masih pagi. Aku menghela napas panjang lalu menatap ke koridor kelas yang nampak lenggang, pagi ini aku datang terlalu pagi karena ingin menyelidiki siapa yang sering mengganti kertas-kertas yang tertempel di mading. Dan tentu saja itu titah Mikha, namun orangnya belum juga menampakan batang hidungnya.

           Karena belum sarapan aku melangkahkan kaki menuju kantin dengan tas yang masih ku gendong, cuaca hari ini lumayan dingin padahal aku tinggal di daerah Bekasi yang katanya panas. Tapi cuaca kali ini sangat dingin di jam enam pagi, hingga aku merapatkan cardigan soft pink pada tubuhku. Seharusnya jaket yang ku pakai, tapi berhubung Sekar meminjamnya dan jaket lainnya belum dicuci jadilah aku memakai cardigan.

"Laksy!"

        Aku tak sadar sudah sampai dikantin hingga suara panggilan membuyarkan lamunan, mataku langsung melebar melihat Bara yang duduk tenang di bangku panjang sambil menatapku. Dan parahnya dia yang memanggilku tadi, oh tuhan ini bagaimana? Aku masih malu untuk kejadian dua hari lalu.

Drt... Drt...

         Handphone disaku baju ku bergetar langsung saja aku menerima tanpa melihat nama orang tersebut, yang ku kira adalah Mikha.

"Lo yang kesini atau gue yang kesana?"

Ini suara Bara!

         Tanpa mengucapkan sepatah kata aku langsung menghampiri Bara yang tengah sibuk dengan handphonenya, kaki dan tanganku rasanya gemetar hingga keringat dingin memenuhi keningku.
Aku langsung duduk tanpa kata, memperhatikan Bara yang nampak serius dengan handphone-nya.

"Udah puas ngelihatin gue?" tanya Bara yang langsung menatap kearah mataku.

Lah, aku salting!

          Aku hanya memutar bola mata malas untuk menutupi kegugupan, seharusnya aku gak salah tingkah sama pacar orang. Ingat Azni, jangan jadi pelakor! Apalagi Bara itu teman lo!

"Jangan geer," balasku ketus.

"Ngapain nyuruh gue kesini?" tanyaku dengan nada tak bersahabat.

"Lo sakit ya pas hari sabtu?" tanya Bara dengan sorot mata khawatir, mungkin?

Dia khawatir?

Ingat Azni, jangan baper!

"Enggak!" balasku cepat.

"Bar, maafin gue karena lancang manggil sayang dan ngaku-ngaku pacar lo. Sorry, gue gak lihat siapa yang telpon karena gue risih sama orang yang tiba-tiba datang minta kenalan di cafe!" jelasku panjang lebar tak melihat kearah mata Bara, lalu setelah itu aku menutup wajahku dengan kedua telapak tangan.

Bara diam di tempat.

         Aku tak mendengar suara Bara hingga tangannya menyentuh tanganku lalu menurunkannya hingga wajahku yang sudah memerah terlihat jelas oleh pandangan Bara. Mataku terpaku pada manik mata coklat terang yang dimiliki Bara. Apa aku pernah mendeskripsikan wajah Bara sebelumnya? Sepertinya tidak.

       Tapi Bara memang tampan, matanya tak terlalu belo dan sipit. Hidungnya mancung dengan bibir yang sedikit tebal, alisnya juga sangat tebal namun tak terlalu tebal banget. Rahangnya tegas, tak ada kumis tipis seperti Fahri.
Lah mengapa aku mendeskripsikan wajah Bara? Ingat Azni, jangan baper. Aku terlalu larut dalam mendeskripsikan wajah Bara, hingga lamunanku buyar seketika.

MANTRA CINTA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang