Selamat pagi dunia. Selamat pagi semesta. Malam kemarin rasanya cepat sekali berlalu tapi entah kenapa gue bahagia menyambut pagi yang datang lebih cepat. Tidak biasanya gue happy begini sewaktu mau menjalani rutinitas kehidupan gue yang biasa-biasa saja apa karena efek doa tadi malam ya? entahlah meski begitu gue bersyukur jika benar adanya yang mana artinya doa gue semalam terkabulkan.
Jarang-jarang jam segini gue sudah siap dengan segala hal, tinggal menunggu tukang jemput datang. Katanya tadi lewat chat bakalan jemput jam enam lebih seperempat tetapi sampai jam menunjukkan lebih lima menit di jam janjian dia malah belum juga memunculkan batang hidungnya.
"Aduh aduh telat pa telat. Mama lupa kalau hari ini harus berangkat agak pagi. Pak boss ngajakin meeting mama lupa. Ayo cepetan dikit!" kegaduhan sedari tadi belum usai ketika mama lupa dengan jadwal kerjanya. Gue kasihan melihat mama pontang-panting begitu, tidak tega rasanya tapi gue juga nggak bisa ngapa-ngapain selain melihat mereka bolak-balik depan ruang keluarga.
Akibat terlalu pusing melihat mama bolak-balik akhirnya gue memutuskan untuk pergi ke teras. Namun tidak selang berapa lama, mama muncul di teras dan ribut juga disana.
"Paaa cepetan!" gue menghela napas sedikit panjang. Dalam batin gue ucapkan sabar ya pa ngadepin mama meski tidak terucap karena gue takut mama tambah uring-uringan.
"Bu Rahman," panggil seseorang dari depan gerbang rumah. Rahman adalah nama papa gue dan saat gue lihat ternyata yang manggil adalah Bu Amri si tetangga samping rumah yang kemarin menjadi topik pembicaraan kita sewaktu makan malam, "Mau berangkat kerja bu?"
"Eh Bu Amri selamat pagi." suara mama berubah seratus delapan puluh derajat menjadi amat lembut nan ramah, lagi-lagi gue menghela napas. Bisa gitu ya sambil garuk-garuk kepala, "Iya ini mau berangkat kerja. Habis darimana bu?" balasnya.
"Berangkatnya pagi amat bu? oh iya ini abis belanja sayur. Mau masakin ungkep ayam bumbu pedas kesukaannya Samudra. Katanya kangen dimasakin itu." Bu Amri tertawa kecil. Gue kemudian berpikir, Samudra? Samudra.. Sam-udra.. Sam? Sam kayak pernah dengar nama itu tapi kapan dan dimana?
"Mas Samudra sukanya yang pedes-pedes ya."
"Iya itu anaknya suka banget sama sambel. Waktu awal-awal di Jerman katanya nggak betah karena sambelnya beda rasa, nggak kayak yang ada di rumah."
Mama ketawa renyah, "Oalah kasian mas Samudra."
"Tapi gitu-gitu juga betah nyatanya baru pulang sekarang." mereka tertawa bareng. Gue cuma nyengir.
"Anak gadisnya bu Rahman makin gede makin cakep. Boleh lo bu kita besanan." lagi mereka tertawa renyah sedang gue cuma haha hihi sekedar agar tidak dibilang not nayse alias songong.
"Aduh aduh bisa saja."
Bertepatan dengan itu papa keluar dari dalam rumah. Papa sudah sangat rapi dan wangi.
"Pak Rahman selamat pagi." Bu Amri yang notice kehadiran papa langsung menyapa kemudian papa balik menyapa juga dengan sama ramahnya, "Yasudah bu hati-hati kalau berangkat. Saya pulang dulu ya." begitu tutup pembicaraan singkat pagi ini. Usai kepergian Bu Amri mama kembali menjadi mama yang seperti tadi.
"Juni mama berangkat kerja dulu nanti kalau berangkat sekolah jangan lupa pastiin pintunya sudah kunci."
"Siap." lalu gue salimi mereka satu-satu.
Secepat kilat orang tua gue melenggang dari rumah menuju tempat kerja mereka masing-masing. Tidak begitu lama gue dengar suara klakson motor vespa milik Anendra berbarengan dengan cengiran dia yang ditujukan untuk gue. Gue sangat tau maksud dari cengiran itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ghostbaper
Ficção Adolescente"Lo itu hantu, hati lo udah lama gak berfungsi tapi kenapa masih bisa baper?"