Playlist

44 3 0
                                    

"Juni.." samar gue mendengar nama gue dipanggil tapi gue tidak tau itu suara siapa, "Juni bangun."

Lagi gue mendengar suara itu berucap memanggil nama gue berulang-ulang. Awalnya belum begitu jelas suara itu milik siapa tetapi entah bagaimana gue mulai bisa menebak-nebak karena suaranya kian jelas.

"Juni bangun... Juni.. halo Juni."

Tergagap kesadaran gue seperti tersedot oleh sesuatu setelah berhasil menangkap kalimat terakhir yang terdengar jelas di telinga dan familiar dengan ciri khas panggilannya. Gue akhirnya benar-benar terbangun dan menemukan sesosok wajah tak asing sedang nyengir di depan mata.

"Halo Juni selamat pagi." katanya ketika melihat gue membuka mata. Hal tersebut sontak membuat gue kesusahan menelan saliva sendiri. Dalam hati gue membatin, kenapa dia ada disini? Di pagi dengan matahari terang benderang? Apa dia tidak kesilauan atau kepanasan karena sengat matahari? lantas tanpa aba-aba dia nyeletuk, "Ah saya tidak apa-apa tenang saja. Sebenarnya tidak hanya malam, pagi siang sore saya biasa jalan-jalan tapi seringnya malam. Tapi kalau hari ini memang khusus saya pengen datang kesini untuk ketemu kamu."

Gue tersenyum kikuk. Pantas dulu dia datang ke sekolah siang-siang. Tiba-tiba saja jadi teringat waktu itu dan teringat juga kata-katanya semalam, soal baca pikiran. Sekarang gue ngerti sedikit-sedikit. Entah sampai kapan gue akan terbiasa dengan tingkah ajaibnya.

"Iya iya." balas gue akhirnya karena sedari tadi hanya dia yang banyak bicara.

"Apa saya boleh ikut kamu ke sekolah?"

"Hmm."

"Saya janji gak akan ngerepotin." gue terpaksa senyum sebagai respon. Dalam batin gue berulang kali bilang, iya terserah.

Karena sudah terlanjur bangun berkat alaram yang bisa berjalan ini, gue akhirnya menyibak selimut lalu turun. Berusaha mengabaikannya yang banyak tanya.

"Juni mau kemana?"

"Mandi."

"Ah oke lanjutkan. Saya tunggu disini." iyalah masak mau ikut mandi! batin gue lagi eh tapi kemudian dia bilang, "Saya bukan lelaki hidung belang." katanya terang-terangan. Dari sana gue benar-benar mati gaya. Malu sekali. Buru-buru pintu kamar mandi gue tutup demi agar dia tidak bisa melihat wajah gue yang memerah karena malu.

Hampir memakan waktu setengah jam gue berkutat di dalam kamar mandi. Di pertengahan saat gue gosok gigi, samar nada dering ponsel berbunyi. Dari nadanya seperti ada panggilan masuk tapi karena gue belum selesai maka gue biarkan saja. Selepas semuanya selesai gue lakukan, gue akhirnya keluar dengan wangi sabun menyeruak.

Hal pertama kali saat gue keluar darisana, mata gue langsung melihat Samuel duduk di pinggiran ranjang sembari matanya menatap keluar jendela. Sama persis seperti saat gue pertama kali bertemu di rumah kosong. Dan lagi, ekspresi yang dia keluarkan menggambarkan kesedihan yang mendalam tapi gue belum berani bertanya kenapa jadi gue biarkan saja dia dengan dunianya.

"Oh sudah selesai?" gue mengangguk lalu kembali berjalan mendekatinya. Sebenarnya gue berjalan bukan ke arahnya melainkan karena dia duduk di dekat nakas jadi mau tidak mau gue seperti berjalan menuju dirinya yang berada disana. "Tadi benda ini bunyi-bunyi tapi saya tidak tau harus bagaimana."

Samuel menunjuk ponsel yang tergeletak diatas nakas. Ada nama Anendra ketika gue mengecek notifikasinya. Tiga miss call dan dua pesan whatsapp yang masuk.

Nendra: mau berangkat bareng nggak?
Nendra: gue jemput ya?

Cepat gue membalasnya.

GhostbaperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang