Sudah hari kelima aku di rumah, bapak dan ibuk juga mulai meluangkan waktu sejak tahu aku sudah pulang ke rumah. Aku memang jarang sekali mengabari ketika mau pulang ke Semarang, seringkali aku sudah izin sama ibuk mau pulang seminggu sebelum kepulanganku. Bapak dan ibuk tidak pernah mempermasalahkan itu, yang penting sehat sama kuliahnya lancar ibuk bapak seneng nduk, itu perkataannya setiap aku telfon di malam hari.
Tak banyak yang kulakukan di rumah, hanya sesekali membantu ibuk mencuci baju, membereskan rumah, dan sudah tentu saja membaca novel. Membaca novel sudah menjadi hobbyku sewaktu duduk di bangku SMA, meskipun sampai saat ini aku belum memiliki novel yang benar-benar kepunyaanku sendiri. Berbicara soal novel, kemarin aku sempat dipinjami kakak tingkat laki-laki, sewaktu aku keluar dari kos berpamitan dengan penghuni disana. Laki-laki yang entah bagaimana selalu saja bertemu denganku, entah di universitas ataupun di jalan perumahan tempat kosku berada. Aku masih ingat sekali ketika ia menghentikan langkahku untuk keluar dari komplek kosku.
"Sebentar Nad," panggilnya. Aku tak menyahutinya, kupikir ada banyak orang dengan panggilan Nad, mungkin mbak-mbak yang ada di depanku bernama Nadia, jadi aku terus berjalan menuju gerbang perumahan.
"Nadi," oke laki-laki ini mulai tidak jelas, siapa manusia yang punya panggilan Nadi. Aku masih diam dan terus berjalan sambil menundukkan pandangan, mengeratkan ranselku yang hanya berisi laptop kesayanganku serta beberapa potong baju. Aku hendak berlari segera menuju halte untuk menaiki transjogja. Tapi belum saja kumulai untuk berlari, laki-laki tadi ada dihadapanku.
"Dipanggil dari tadi kok ngga dijawab Nad?" Ah nada bicaranya sarat akan anak kota, mungkin dari Bandung atau Jakarta pikirku. Aku yang masih kebingungan melihat laki-laki yang notabenenya adalah kakak tingkatku, dengan sungkan dan gugup aku menunjuk diriku sendiri, seolah bertanya 'apakah masnya bicara denganku?', dengan spontan laki-laki dihadapanku mengangguk mantap.
"Iya, dipanggilin dari tadi bukannya berhenti, malah mau lari," ucapnya lagi. Jujur saja, meskipun aku sering melihat bahkan bertemu dan saling tatap, aku belum tahu nama laki-laki yang ada di hadapanku ini.
'Haidar Satya Wiratama' aku membaca pelan nama yang ada di bajunya, mengingat ingat nama yang baru saja kubaca. Aku mengingatnya, dia kakak tingkat yang sering dibicarakan Laura. Haidar Satya Wiratama, anak dari pengusaha sukses di Jakarta, berkuliah di Jogja dan menjabat sebagai ketua himpunan mahasiswa Jakarta yang ada di universitasku, ah iya satu lagi laki-laki ini juga dicintai Laura.
Aku terkejut dengan setumpuk novel yang sudah ada di tanganku. Belum sadar sepenuhnya, Mas, ah bukan Kak Haidar sudah berlari sambil meneriakiku, "tunggu sebentar, TJ nya udah lewat. Aku anterin ke terminal." Aku yang memang masih terkejut dengan semuanya, dan juga masih bingung dengan keberadaan novel di tanganku. Sebenarnya apa saja yang dibicarakan Kak Haidar tadi, kenapa ku tidak mengingatnya.
"Mau pulang ke Semarang ya mbak?" itu suara pos satpam yang ada di perumahan. Aku hanya mengangguk dan tersenyum dan terus berjalan.
Suara bel motor mengganggu pendengaranku, ternyata Kak Haidar. Aku dipaksa naik e jok motor, sebelumnya semua novel tadi dimasukkan ke dalam tasku dengan terburu-buru oleh Kak Haidar. Aku begitu canggung, hanya berani berpegangan pada belakang motor, menahan tubuh dengan susah payah agar tak menempel ketika motor tiba-tiba berhenti.
"Nduk, bajunya dicoba dulu ya, sudah diobras. Semoga pas ya," suara ibuk membuyarkan lamunanku, segera aku letakkan asal novel-novel yang tadi sempat aku pegang.
"Iya buk," aku segera bergegas menuju ruang tamu dekat dengan mesin jahit usang yang dibeli ibuk, empat atau mungkin lima tahun lalu. Sudah usang karena sudah setengah pakai ketika dibeli ibuk.
Aku mencoba gamis buatan ibuk, aku suka warna hijau tua yang nantinya akan sama dengan milik bapak dan ibuk. Meskipun kondisi keuangan tidak sekaya orang-orang yang ada di kampungku. Ibuk selalu membuat baju sama untuk menyambut hari raya.
Suara pintu diketuk mengagetkan aku dan ibuk, siapa yang bertamu malam-malam begini.NB : yang italic, flashback ceritanya wkwkwk, semoga paham dan sampai deh ceritanya
Itu dulu yaaa wkwkwk, padahal ngga tau ini ada yang baca atau tidak. Karena nulisku random, alias yang ada di kepala asal tulis aja. Jadiiii maapin kalau masi berantakan yaa
Terima kasih manusia
KAMU SEDANG MEMBACA
Skala Perbandingan
General Fiction"Seperti titik dua, bersisian tetapi selalu saja dibandingkan. Bukankah keduanya tak ada yang lebih besar ataupun lebih kecil? Keduanya sama besarnya, seperti kita sama besarnya dengan kelebihan dan kekurangan yang ada di dalamnya." -Nadira Kusuma D...