Aku melihat jam yang ada di layar ponsel, sudah pukul sepuluh malam. Laura masih asik bercerita tentang pertemuannya dengan Kak Haidar. Mendengar ceritanya, sungguh membuatku semakin tahu perasaan Laura terhadap Kak Haidar. Aku jadi sungkan untuk berkhianat di belakangnya, tetapi apa aku harus menceritakan semua padanya, tentang Kiky yang ingin bertemu dengan Kak Haidar.
"Nad, dari awal masuk kuliah. Aku ngerasa kamu ada banyak yang dipikirin, kalau mau cerita aku siap dengerin. Ini salah satu alasan aku mau menginap di kosmu. Eh malah dapet bonua bisa ketemu Mas Haidar, aww," ucap Laura yang awalnya pelan menjadi begitu girang.
Aku masih terdiam, bingung mau menceritakan seperti apa. Jujur saja, aku tidak suka membuka aib teman sendiri meskipun aku tidak menyukai Kiky.
"Nad, aku tadi ngga sengaja liat novel yang ada di meja. Halaman depan ada huruf H, ciri khas buku Haidar, dan yaaa aku pernah melihatnya membeli novel itu sewaktu di Jakarta dulu," jelas Laura sarat akan rasa curiga.
Laura sebenarnya memanggil Kak Haidar hanya nama saja sejak menjadi adik kelasnya dulu di Jakarta. Tetapi karena kuliah di Jogja, ia memberi embel-embel Mas ketika bercanda. Kalau sudah menyebut nama langsung seperti ini, berarti Laura ingin berbicara serius.
"Ra, jangan salah paham dulu," tegasku, takut Laura berpikiran yang tidak-tidak mengenai aku dengan Kak Haidar.
"Aku cukup sadar diri Ra, untuk suka dengan Kak Haidar. Aku memang kagum, hanya sebatas kagum karena cerita-cerita dari kamu, katanya beliau kan aktif sekali di organisasi, dan juga sering memenangkan perlombaan."
Jujur saja, aku begitu kagum pada mereka yang begitu aktif, tetapi akademik tetap stabil.
"Nad, jadi kamu selama ini belum mengerti. Aku sengaja cerita banyak tentang Haidar ke kamu itu, supaya kamu jadi kagum dan berubah suka, syukur-syukur jadi suka. Kalau ngomong sadar diri, kamu kayak nampar aku Nad. Aku sama Haidar itu ngga seiman, aku beribadah setiap minggu di gereja. Sedang, Haidar muslim yang menurutku begitu taat," perkataan Laura sangat mengejutkanku.
Jadi selama ini, Laura cerita setiap hari itu, untuk aku supaya lebih mengenal Kak Haidar. Tunggu dulu, otakku masih belum bisa mencernanya, kenapa dari sekian manusia, Laura mencoba membuatku dekat dengan Kak Haidar.
"Kalau kamu takut ketahuan aku, aku ngga pa-pa Nad. Justru aku seneng karena kamu bisa lebih dekat dengan Haidar. Diluar tadi, sebenarnya aku banyak menceritakan kamu dan kebiasaan kamu. Nad, kamu pasti bertanya-tanya, kenapa dari sekian manusia aku tiba-tiba ingin mendekatkan kamu dengan Haidar, karena kami itu sepupuan Nad."
Oke, sudah cukup, kenapa hari ini begitu banyak hal yang harus kufikirkan dan terlalu mengejutkan. Tugas kuliah yang numpuk padahal baru masuk, Laura yang tiba-tiba mau menginap. Kak Haidar yang ternyata sepupu Laura. Oke otakku tidak sanggup untuk memikirkan semuanya dalam satu malam, biarkan aku memahaminya dengan baik.
Aku masih terkejut akan pengakuan Laura, sepupu. Laura itu sepupu Kak Haidar, itu faktanya. Aku meminta Laura untuk diam terlebih dahulu, mengajaknya untuk segera tidur, dan membahas ini esok hari atau mungkin lain kali. Otakku sudah bekerja keras mengerjakan banyak tugas tadi, dan juga memikirkan cara bagaimana mempertemukan Kak Haidar dengan Kiky, dan sekarang Laura bertanya banyak hal.
Terima kasih kepada yang sudah membaca. Terima kasih manusia
KAMU SEDANG MEMBACA
Skala Perbandingan
General Fiction"Seperti titik dua, bersisian tetapi selalu saja dibandingkan. Bukankah keduanya tak ada yang lebih besar ataupun lebih kecil? Keduanya sama besarnya, seperti kita sama besarnya dengan kelebihan dan kekurangan yang ada di dalamnya." -Nadira Kusuma D...