🍫
• • •
Tunggu aku di sana. Aku akan menjemputmu secepat mungkin
• • •
🍫
Suara deru motor terdengar keras di halaman rumah yang tak begitu luas. Seorang wanita tua keluar rumah dengan sedikit tertatih. Dahinya mengernyit sembari menatap sosok laki-laki remaja yang tengah berdiri di samping motor.
"Jangan keras-keras to, Le. Nanti ganggu tetangga. Kamu mau dilempar mangga sama tetangga?"
Gael menoleh, lantas terkekeh. "Ya, enak to, Nek, kalau dilempar mangga. Nanti dibikin rujak."
Gael mematikan mesin motor yang sudah dipanaskan. Motor matic ini sudah lama tidak digunakan semenjak neneknya memutuskan untuk menutup toko kuenya. Kali ini, ia akan menggunakan motor ini untuk beberapa hari ke depan karena motor miliknya sedang berada di bengkel.
Gael menghampiri neneknya yang duduk di kursi teras. Ia mengambil tas ransel di samping neneknya dan menyalami tangan renta yang sudah mulai rapuh tersebut. "El berangkat dulu, ya, Nek. Nanti El belikan seblak, kalau El gak lupa, hehe."
"Kalau kamu lupa, nanti Nenek ingatkan. Kan, ada ... apa itu, Le, yang buat SMS?"
Gael tersenyum geli. "WhatsApp, Nek."
Isha pun tersenyum lebar sembari menjentikkan jarinya. "Nah, itu! Nanti Nenek WhatsApp kamu biar kamu gak lupa beli seblak."
Sekali lagi, Gael terkekeh. Neneknya ternyata belum menyerah untuk menjadi nenek-nenek gaul. Sepertinya, neneknya terlalu sering berkumpul dengan ibu-ibu arisan di perumahan ini, padahal umurnya sudah memasuki kepala enam.
"Sudah-sudah. Cepat berangkat. Nanti telat, loh." Isha mengibaskan tangannya agar cucu satu-satunya itu segera beranjak dari sana.
Gael menyalami tangan Isha sekali lagi. Kebiasaannya sejak dulu, ia suka menciumi tangan neneknya. Jangan salah sangka. Meskipun sudah tua dan mulai berkeriput, tangan neneknya masih terasa halus bak tangan gadis. "Ya udah, Nenek masuk rumah. Nanti El aja yang tutup gerbangnya."
Setelah memastikan sang nenek berada di dalam rumah dengan aman, Gael menuntun motornya keluar dari halaman rumah. Tak lupa dia menutup pagar besi tersebut. Setelahnya, Gael menaiki motor dan melajukannya meninggalkan kompleks perumahan.
• 🍫 •
Motor ninja berwarna merah memasuki area parkir sekolah. Terlihat seorang laki-laki membonceng perempuan yang tidak lain adalah kekasihnya. Laki-laki bernama Evan tersebut memarkirkan motornya dengan mulus di tempat parkir biasanya, yang sudah dia klaim sebagai tempat parkir miliknya.
Ila turun dari jok belakang motor Evan dengan perlahan. Dia melepas helm dan merapikan rambutnya yang sedikit berantakan karena diterpa angin sepanjang jalan tadi. Setelahnya, gadis itu menoleh ke arah kekasihnya. "Lo mau langsung ke kelas?"
Evan balik menatap Ila sambil tersenyum manis. "Gue mau ke lapangan basket. Anak-anak udah nunggu di sana. Lo ke kelas sendiri gak pa-pa, 'kan?"
Ila mengangguk. Dia bukan perempuan manja yang harus selalu diantar dan ditemani oleh kekasihnya ke mana pun. Sejak kecil, ia dididik untuk menjadi perempuan mandiri oleh keluarganya. Namun, bukan berarti dia tidak pernah manja kepada kedua orang tua dan kakaknya.
"Gue ke kelas dulu, ya. Jangan bolos!"
Evan terkekeh, lalu mengacak rambut kekasihnya dengan gemas. Ia semakin tersenyum tat kala melihat Ila cemberut karena ulahnya. "Gak bakal. Gue udah kapok. Minggu lalu lo ngambek sama gue karena gue ketahuan bolos."
Ila memicingkan mata kesal saat mengingat acara membolos Evan dan teman-temannya. Sudah berulang kali dia menasihati laki-laki itu supaya mengubah sikapnya. Mereka sudah berada di bangku terakhir SMA. Banyak macam ujian sudah di depan mata. Ila takut Evan tidak akan lulus jika terus bersikap bandel seperti itu.
Karena area parkir semakin ramai, Ila memutuskan untuk segera pergi dari sana. Dia melambaikan tangannya kepada Evan yang juga mulai beranjak pergi. Kakinya melangkah pasti menuju kelasnya, XII IPA 2.
Sepanjang jalan, banyak pasang mata mengikuti langkahnya. Bukan, bukan karena dia terkenal akan kecantikannya. Tidak mungkin perempuan biasa seperti dirinya bisa dikenal banyak orang. Namun, label pacar Evan yang melekat di dirinya membuatnya ikut menjadi pusat perhatian.
Apakah dia kesal karena Evan dikagumi oleh kaum hawa di sekolahnya? Tentu saja tidak. Dia hanya pacar Evan. Bagi Ila, meskipun mereka pacaran, bukan berarti Evan telah menjadi miliknya. Evan akan tetap milik laki-laki itu sendiri, begitu pun dengan dirinya. Jadi, jangan harap dia akan menjadi perempuan yang selalu menurut dengan kekasihnya. Tidak. Jika tidak suka, Ila tidak akan melakukannya.
Ila tersentak saat seseorang menepuk bahunya dengan keras. Ia mendengkus kesal ketika mendapati pelaku tersebut. Di sampingnya sudah terdapat Geya dengan napasnya yang terengah-engah. Entah apa yang baru saja dilakukan gadis itu, Ila tidak ingin repot-repot memikirkannya.
"La, udah apel, belum, sama Pak Healthy?"
"Mon maap, gue udah punya pacar. Pak Healthy buat lo aja."
Geya menabok pelan bahu Ila. "Ye ... bukan dijadiin pacar juga, elah. Tadi gue habis main sama Pak Healthy. Eh, dia yang kalah, dia yang marah," sungut Geya dengan raut kesalnya.
Ila menolehkan kepala sekilas. "Emang main apa?"
"Batu-kertas-gunting. Tadi gue keluarin kertas, Pak Healthy keluarin batu. Gue bilang kalau gue yang menang. Eh, Pak Healthy malah marah. Kan, bener! Batu sama kertas lebih berat batu. Jadi, gue yang menang!"
Ila menatap datar ke arah Geya. Tanpa aba-aba, dia menjitak dahi Geya dengan keras. "Jangan ubah sejarah seenak jidat lo. Balik ke hutan aja sana."
Setelah itu, Ila mempercepat langkahnya. Geya yang ditinggal oleh Ila meringis kesakitan sembari mengusap dahinya. Dia menatap punggung Ila yang akan hilang di belokan koridor dengan kesal. "Gak Pak Healthy, gak Ila, gak ada yang ngertiin perasaan gue!"
• 🍫 •
Cahaya matahari masih menyorot dengan hangat. Di pinggir rooftop, seseorang dengan topi hitam memandangi lautan manusia yang sibuk hilir mudik di bawah sana dengan tatapan tajam.
Untuk sesaat, pandangannya terfokus pada seseorang yang selama ini dia cari. Sesungguhnya, sudah lama dia ingin menyapanya seperti dulu. Namun, sekarang bukanlah waktu yang tepat. Dia tidak ingin gegabah sehingga mencelakakan mereka berdua dan orang di sekitarnya.
Dia menundukkan pandangannya, menatap gelang berwarna hitam yang selalu dia bawa ke mana pun. Di bagian tengah gelang terdapat liontin berbentuk lingkaran dengan inisial C. Dia kembali menyimpan gelas tersebut di saku celananya saat merasakan ketukan sepatu yang menggema di lantai.
"Lo masih mikirin dia?"
Laki-laki tersebut membalikkan badannya. Di atas sofa bekas, temannya dengan jaket cokelat tampak duduk dengan kaki dilipat. Tanpa berniat menjawab pertanyaan itu, laki-laki tersebut mengambil tempat duduk di samping temannya.
"Jangan lama-lama, Bro. Dia butuh lo." Laki-laki berjaket cokelat tersebut terdiam sesaat. Dia menoleh ke arah temannya dan menatap dengan tatapan dalam. "Mereka butuh lo."
• 🍫 •
•
•
Annyeong!
Happy reading, Fren~
Enjoy it🍑Salam,
CLBumi, 5 Mei 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Choco-late
Genç KurguSebenarnya, siapa yang terlambat? Aku atau kamu? • • • Bukan layaknya putri kerajaan, bukan pula perempuan idaman kaum adam. Ia hanya gadis biasa yang hidupnya tak begitu mencolok, Ila namanya. Tak banyak yang bisa ia ceritakan dari hidupnya, sekali...