"Akhir pekan nanti ada waktu luang?"
Levi bertanya seraya menaruh gelas kopi di meja. Kali ini Mikasa minta caramel macchiato, ingin coba variasi baru, di luar kebiasaannya yang cenderung klasik dan biasa.
Mikasa terdiam sejenak, mengingat-ingat jadwalnya dalam sepekan. Kemudian ia putuskan untuk menjawab, "Akhir pekan ini kebetulan luang, kenapa?"
Padahal sebetulnya ada setumpuk jurnal referensi yang belum dijamah. Ada sebukit tugas yang sedang menggunung. Tapi ia berharap Levi mengisyaratkan sesuatu di balik pertanyaan itu.
"Aku ada acara camping bulanan. Ke gunung."
Mata hitam Mikasa membelalak lebar, memancarkan binar semangat.
"Kau suka camping, Lev? Naik gunung?"
"Ya. Salah satu hobiku. Aku pengen ngajakin kamu kalau ada waktu." Tak disangka langsung ke inti.
Mikasa mengerjapkan mata. "Kebetulan," kata Mikasa. "Aku jarang ikut camping. Selalu ada halangan tiap kali BEM ngadain acara itu."
"Jadi mau ikut?"
Mikasa mengangguk yakin. "Tentu."
"Nanti aku kabarin lewat chat, soal waktu ketemuan dan sebagainya."
Mikasa memandangi gelas macchiato-nya. Lupa tidak ada gambar kepala beruang di sana. Namun, ia tergelitik melihat pola unik yang dihasilkan oleh caramel yang dituang di permukaan kopi.
Levi terlebih dahulu menjawab pertanyaan yang tidak tersuarakan, "Itu rasi bintang canis major, kalau kamu mau tahu."
Mikasa segera menyeruput kopi. Pola "rasi bintang" itu kini sudah teracak.
Benarkah bentuk rasi bintang itu seperti ini? Ini terlihat seperti pola acak yang tidak diketahui namanya, tapi karena kopi adalah teritori pribadi Levi; yang bisa diutak-atik dan dibentuk sesuai kehendaknya, jadi tidak ada salahnya untuk percaya.
Mikasa menikmati kopi ketika tiba-tiba desakan kawan-kawannya tadi pagi mengusik pikirannya.
Kenapa nggak terus terang aja? Mengakui perasaannya?
Ini bukan soal gengsi atau sesuatu. Kalau tebakan Mikasa benar, Levi masih single. Ia yakin itu. Masalahnya, ia masih belum ingin mengarahkan Levi menuju ke sana. Mikasa hanya tidak suka buru-buru. Ia lebih senang segalanya berjalan natural dan perlahan. Ada banyak tahap yang mesti dia lewati. Ia masih ingin mengenali pemuda itu lebih jauh. Bila kapasitas Levi cukup menjadi teman ngobrol dan curhat, mengapa harus terburu-buru? Selama mereka berdua saling merasa nyaman satu sama lain, Mikasa tidak perlu mendiktekan hubungan mereka akan jadi seperti apa.
*
[Levi]
Besok jam 10 pagi aku jemput
[Mikasa]
Jam 10? Nggak kepagian?
[Levi]
Lebih baik segera berangkat
Perjalanan ke desa tujuan butuh waktu dua jam
Biar kita bisa istirahat siang
[Mikasa]
Siap, Kapten!
Udah nggak sabar!
[Levi]
Barang-barangmu
Udah disiapin semua?
[Mikasa]
Jaket bulu, sleeping bag, matras
Udah semua donk!
[Levi]
Bagus! Jangan sampai ketinggalan. Itu penting
Kalau ada yang kamu butuhkan lagi, bawa itu juga
[Mikasa]
Btw, aku ada usul
Nanti kita buat acara 'tukar cangkir'
[Levi]
Nah, gimana?
Aku udah bawa termos kopi nih. Handpresso dan sebagainya
[Mikasa]
nice, Levi!
Aku bakal bawa teh juga
[Levi]
Ide bagus
*
Ketika Mikasa membuka grup gosip, rasanya seperti dihantam tornado dan hujan puyuh.
[Historia]
Cie yang mau dating
[Petra]
Cie yang mau dating
[Sasha]
Cie yang mau dating
[Annie]
Cie yang mau dating
[Mikasa]
Nggak ngerti pada ngomong apa
[Historia]
Keren banget! Datingnya naik gunung
[Petra]
Anti-mainstrim ye. Pangeran gituh!
[Annie]
Gak sekalian minta naik pesiar, Mik?
Kayak titanic-titanic gitu
[Sasha]
Bawain oleh-oleh jajanan gunung ya, Mik
[Mikasa]
Kita cuma mau jalan bareng, An
Aku bukan tukang malakin anak orang
Sha, di gunung cuma ada daun pisang
Daunnya doank, mau?
[Historia]
Pokoknya aku tunggu perkembangan kalian
[Petra]
Habis ini kudu jadian loh
[Annie]
Sik-asiikk!
[Sasha]
Tim nunggu oleh-oleh, sip!
KAMU SEDANG MEMBACA
AMORIST | RivaMika
FanfictionMikasa bertemu seorang barista di sebuah kafe random. Terpikat oleh barista itu, namun terhalang oleh penyangkalan atas perasaannya sendiri. Teman-temannya mengetahui hal itu dan mereka berusaha membuatnya mengaku. [Kisah-kisah Mikasa dan Levi, dari...