Hari-hari Mikasa setelah itu terasa seperti mimpi. Atau, beginilah mimpi jika menjadi kenyataan. Perasaan senang dan bahagia yang terus-menerus. Juga kerinduan yang terkadang mampir setiap kali Levi berjauhan dengannya━mereka masih belum tinggal bersama.
Ketika Levi menawarkan apakah Mikasa ingin mereka tinggal bersama, Mikasa menjawab bahwa ia masih ingin menyertai teman-temannya━dengan begitu fokusnya masih terpusat pada studi dan kuliah. Namun, jika Levi ingin yang sebaliknya, ia tidak keberatan untuk pindah.
Levi mengatakan bahwa saat inipun hanya ada sepetak flat kecil yang dia miliki. Dan hanya jika mereka sepakat, dia akan mencari kamar sewa yang baru━mungkin rumah, atau bahkan apartemen.
Akhirnya mereka sepakat untuk menjalin hubungan dengan cara seperti ini. Bertemu setiap sore di kafe━seperti biasa. Sesekali Mikasa menginap di tempat Levi kala akhir pekan, dan di lain kesempatan Levi bertandang ke rumah kos Mikasa.
Lagipula, ada keistimewaan tersendiri dalam hal ini. Mereka jadi menghargai waktu kebersamaan mereka lebih dari apapun. Di samping itu mereka juga tidak kehilangan waktu pribadi untuk difokuskan pada tugas dan kepentingan masing-masing.
Akhir pekan adalah saat yang paling Mikasa tunggu. Mereka selalu menghabiskan liburan mingguan bersama. Mikasa beroleh kesempatan mengenali pemuda itu lebih dekat. Ia semakin merasakan ikatan mereka berdua yang semakin dekat━yakin akan hal-hal yang dulu tak pernah terpikirkan.
Pertama kali berkunjung ke tempat tinggal Levi, Mikasa dibuat takjub. Meskipun hanya berupa kamar kecil, tetapi selalu tampak bersih dan tertata rapi. Ia tahu saat itulah dia harus membiasakan diri. Bahwa dirinya yang semula tidak terlalu memusingkan tatanan kamar maupun rumah━dalam artian biasa-biasa saja saat terkait dengan kerapihan dan kebersihan━melihat Levi tak mengizinkan setitik debu menempel di dinding, atau setetes air tumpah di lantai. Mikasa tahu ia harus menghapus kebiasaan buruknya demi beradaptasi.
Awalnya Levi tidak membiarkan Mikasa memegang sapu dan lap, dan selalu mengambil alih pekerjaan mencuci piring. Mikasa sempat protes atas nama harga diri. Ia mengatakan bahwa mereka berdua haruslah berbuat adil dalam membagi tugas rumah tangga. Mikasa tidak suka diperlakukan begitu karena artinya Levi tidak memercayainya. Jadi, ia ingin agar Levi membiarkannya membantu bersih-bersih. Levi-pun memberikan arahan setelah dia yakin bahwa Mikasa tidak akan membuatnya kecewa.
"Kau sungguh manis, Levi." Mikasa menggodanya begitu ia senang diberi kepercayaan dalam hal kebersihan rumah dan tatanan kamar.
Levi merah sampai ke telinga. "Nggak usah gombal, Mika. Itu nggak mempan buatku. Lakukan saja seperti yang kusuruh. Aku cuma mau bukti dari kepercayaanku."
Mikasa terkekeh geli seraya tangannya berkutat dengan sabun dan piring kotor di wastafel. "Siap, Kapten."
Kenyataannya, Levi memang manis. Yah, pria itu punya cara tersendiri dalam menunjukkan hal-hal romantis dan manis━perlakuannya tidak berlebihan sama sekali.
Setiap hari Levi tak pernah absen mengirimi pesan-pesan penyemangat. Misalnya, seusai jam kehadiran kuliah, Levi menanyakan kabar Mikasa. Apakah ada sesuatu yang membuatnya kesulitan? Apakah dosen di kelas menyenangkan, atau sebaliknya? Segera chatroom Mikasa penuh dengan mereka berdua. Ketika Mikasa mengatakan bahwa ia masih perlu menghadiri rapat BEM sebelum mampir Kafe Mawar, Levi mengirim gif gambar kucing, juga stiker kelinci lucu. Mikasa menertawakan itu, mengatakan bahwa stiker kelinci tidak cocok dengan kepribadian Levi, namun diam-diam ia merasa hangat dan terhibur.
*
[Levi]
Gimana kelasnya? Lancar?
KAMU SEDANG MEMBACA
AMORIST | RivaMika
FanfictionMikasa bertemu seorang barista di sebuah kafe random. Terpikat oleh barista itu, namun terhalang oleh penyangkalan atas perasaannya sendiri. Teman-temannya mengetahui hal itu dan mereka berusaha membuatnya mengaku. [Kisah-kisah Mikasa dan Levi, dari...