Hari itu mereka melewati waktu bersama seharian penuh━sebagai kompensasi atas peristiwa kemarin. Acara pertama adalah menonton film━film animasi bergenre drama, mengandung sedikit unsur romansa. Mikasa tertarik memilih film itu setelah melihat ulasan positif para penonton.
"Bagaimana?" Mikasa bertanya.
"Cukup keren. Sebuah film dengan konsep lompatan waktu yang bagus, porsi drama tidak berlebihan. Grafis dan scenary-nya sangat mewah dan bagus."
Mikasa terkekeh halus. "Sejak lama ingin nonton itu. Seperti yang diharapkan dari sutradaranya, lebih bagus dari ekspektasi."
Tangan Mikasa melingkari lengan Levi saat mereka berjalan menyusuri koridor keluar gedung bisokop. Perbedaan tinggi badan tidak membuatnya rikuh atau risih, justru inilah ciri khas mereka yang unik dan disukai.
"Oke, habis ini pulang?"
Mikasa mengerutkan dahi ketika Levi menggeleng. "Belum. Kita belum selesai."
Pertanyaan Mikasa tertahan sebab Levi tampak sungguh-sungguh saat dia lekas mengajaknya memasuki mobil━yang katanya ini mobil pribadi, meskipun agak mengherankan mengapa Mikasa baru melihatnya.
*
Senja mulai menyelinap di antara cahaya lampu dari gedung-gedung pencakar langit. Hanya butuh tiga puluh menit perjalanan hingga mereka tiba di depan bangunan bergaya art deco yang ternyata adalah hotel bintang lima. Mikasa mengenali tempat itu bernama Paradis Hotel.
Levi menggandeng Mikasa memasuki lobi dan dia memperlihatkan selembar kartu pada petugas resepsionis. Segera setelah itu mereka mendapat sambutan ramah dan semua permintaan Levi diberikan menurut instruksinya.
Mikasa dibawa melewati atrium, menaiki lift, dan berakhir di lantai tujuh━yang sepertinya merupakan puncak bangunan. Mikasa berakhir dimasukkan dalam kamar yang mirip ruang ganti pakaian. Di dalamnya berjajar lemari yang dipenuhi baju, juga meja-meja rias dan cermin besar.
Levi memanggil seorang pelayan wanita dan membisikkan sesuatu. Pelayan itu mengangguk. Setelah menyerahkan Mikasa padanya, Levi keluar ruangan dan meninggalkannya.
Mikasa diminta mengganti pakaiannya dengan gaun.
Pelayan tadi kemudian merias, menyisir rambutnya, dan menyemprotkan parfum.
Ketika menghadap cermin, Mikasa takjub menatap bayangan yang terpantul di sana. Dirinya sendiri, yang beberapa menit lalu tampil seadanya dengan blus merah dan kaus lengan panjang, kini tampak berbeda dalam balutan gaun hitam dengan punggung terbuka. Sekujur tubuhnya memecahkan aura glamour dan memesona.
Pelayan itu mendandani Mikasa dengan polesan make-up yang mewah tetapi melekat menjadi natural di wajahnya. Rambutnya kemudian digelung dan dipasangi pita.
Matanya tak berkedip memandangi cermin. Tampak anggun, elegan, sekaligus ... seksi. Seperti versi lain dirinya. Mikasa tahu cara berdandan, tetapi hanya sebatas yang dia perlukan sebagai mahasiswa. Ini agak sedikit berbeda. Hatinya masih digenangi kehangatan oleh semua perlakuan misterius Levi━yang sepertinya belum cukup. Apa komentar teman-temannya bila mereka melihatnya begini?
Pelayan tadi lekas membawa Mikasa keluar ruangan, melewati pintu ganda━yang letaknya berlawanan dari arah pintu masuk.
Begitu kakinya memijak ke balik pintu, ia disambut pemandangan dalam aula luas yang dipenuhi kilau kemewahan; gelak tawa pesta, gelas-gelas sampanye, dan musik disko.
Menahan rasa gugup dan takjub, Mikasa memilih duduk di meja yang terpencil di sudut ruangan, menyendiri. Para pelayan bergiliran mengedarkan nampan berisi botol dan gelas-gelas anggur. Mikasa meraih satu gelas sampanye dan menyesapnya seraya memerhatikan sekitar.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMORIST | RivaMika
FanficMikasa bertemu seorang barista di sebuah kafe random. Terpikat oleh barista itu, namun terhalang oleh penyangkalan atas perasaannya sendiri. Teman-temannya mengetahui hal itu dan mereka berusaha membuatnya mengaku. [Kisah-kisah Mikasa dan Levi, dari...