Hari minggu di akhir bulan ketika Mikasa dibawa mengunjungi Wisma Ackerman. Sebuah lokasi yang di atasnya berdiri hunian megah yang menjadi tempat tinggal keluarga Ackerman. Hunian itu dikitari taman luas dan kebun rindang yang dirawat oleh puluhan pekerja setiap harinya.
Mikasa diliputi rasa takjub. Membayangkan ini adalah rumah tempat Levi dibesarkan━lelaki yang sudah mengubah hidupnya dan mengenalkan arti cinta padanya. Dari petak kecil inilah barista itu dibentuk sejak masa kanak-kanak. Ada sesuatu di rumah itu, semacam keanggunan yang membuat setiap mata terpaku. Meski masih ada teka-teki yang belum Levi ungkapkan padanya, tetapi Mikasa sudah menetapkan semua kepercayaan padanya.
Mereka berdua disambut oleh orang-orang yang kemudian Mikasa kenal sebagai para kerabat Levi. Beberapa bahkan orang-orang penting di Ackerman Group. Mama Kuchel sendiri yang muncul untuk menyambut mereka. Levi mendekap ibunya penuh kerinduan begitu mereka berdua bertemu. Kemudian, sesi perkenalan Mikasa berjalan lancar dan hangat. Mikasa membalas keramahan mereka━semua tata krama seperti yang Historia ajarakan kemarin. Ia tidak menyangka mereka akan menerimanya begitu cepat tanpa keragu-raguan.
Ada Nenek━seperti panggilan Levi━yang bersikeras mengatakan bahwa Levi dan Mikasa harus dibiarkan istirahat terlebih dahulu.
Pertemuan besar akan digelar pada pukul delapan malam nanti. Jadi Mama Kuchel segera mengantar mereka memasuki kamar.
Ternyata itu kamar Levi yang sudah lama ditinggal. Sebuah ruangan luas dengan jendela menghadap ke danau. Ranjang dan perabotannya antik dan kuno. Saat memijakkan kaki ke dalam kamar, Mikasa dibuat silau oleh cahaya matahari sore yang mengalir penuh, menyorot dindingnya dengan kilau keemasan yang indah.
"Kamarmu baru direnovasi, Levi." Nenek menjawab tanpa ditanya.
Nenek Levi adalah sosok bersahaja. Mikasa langsung menyukainya dalam sekali pandang. Sepertinya dia bisa merasakan tatapan pemujaan sang nenek yang diarahkan padanya.
"Kemarin sempat dipergunakan untuk tamu." Mama Kuchel menimpali. Ada kehangatan dalam nada suaranya. "Ranjang single milikmu masih utuh di gudang, kalau mau kamu cari. Tapi sekarang ini yang kalian butuhkan bukan?"
Mama Kuchel tersenyum, mengedipkan mata.
Mikasa merasakan wajahnya memanas. Ia memandangi ranjang besar di tengah-tengah kamar, seperti benda itu menumbuhkan kepala lain━Apakah mereka serius soal ini, atau hanya keusilan mereka menggoda puteranya? Mikasa melirik Levi yang bersandar di dekat kusen jendela, tetapi pemuda itu hanya menaikkan sebelah alis.
"Baik, Ma. Nek." Levi menyela kata-kata Mikasa lebih cepat. "Terima kasih atas penyambutan kalian. Sekarang, tidakkan kalian ingin memberi kami berdua waktu sendiri?"
Semua kalimat Mikasa tertahan di ujung lidahnya. Ia hanya mengangguk sebagai ungkapan terima kasih saat kedua wanita paruh baya itu tersenyum penuh pengertian, bersama-sama keluar meninggalkan kamar.
"Levi?" Mikasa menggumamkan panggilan itu ketika pintu kamar sudah tertutup.
Levi mendorong koper dan tas Mikasa ke sudut dinding. "Tentukan tempatmu sendiri, Mik. Aku nggak keberatan tidur di lantai pakai alas selimut. Tak usah sungkan."
Mikasa menggeleng. "Aku nggak keberatan. Kita berbagi ranjang."
Terakhir mereka tidur bersama adalah sepekan lalu saat berada dalam flat kontrakan Levi. Kini sedang di rumah keluarga dan rasanya tidak sopan jika mereka memanfaatkan keadaan. Tetapi Mikasa sudah merindukan momen kebersamaan mereka lagi.
Tak disangka Levi bersemangat atas gagasan itu. Jadi ketika Mikasa sudah naik ke tepi tempat tidur, Levi mengitari ranjang dan langsung merebahkan diri di sisi lain.
![](https://img.wattpad.com/cover/268001687-288-k365105.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
AMORIST | RivaMika
FanfictionMikasa bertemu seorang barista di sebuah kafe random. Terpikat oleh barista itu, namun terhalang oleh penyangkalan atas perasaannya sendiri. Teman-temannya mengetahui hal itu dan mereka berusaha membuatnya mengaku. [Kisah-kisah Mikasa dan Levi, dari...