Pagi ini, terjadi keributan di rumah para gadis.
Mikasa didapati dalam keadaan murung dan kusut. Ada jejak lingkaran hitam di matanya. Teman-temannya kebingungan dan prihatin. Mereka tidak tahu harus membantu dengan cara apa saat yang membutuhkan bantuan justru menolaknya.
Sejak kemarin, Historia memerhatikan Mikasa terus-terusan menyeduh teh hingga mengosongkan tiga bungkus stok gula. Dia tahu Mikasa sedang mencari pelarian. Mereka mengira itu karena Levi, sebab Mikasa enggan bercerita dan setiap kali dipancing untuk curhat mengenai apa yang terjadi, ia selalu mengelak.
Dan kehebohan itu bermula di dapur.
Mikasa mengedarkan pandangan nyalang ke sekitar, menggertak teman-temannya, "Ayo, mana? Kembalikan toples gulaku!" Ia bermaksud merebut toples gula dari tangan Historia.
Historia menolak keras. "Nggak bisa, Mik. Kamu udah overdosis gula!"
Sasha, yang dituntut menjadi penengah, justru bimbang. Dan pada akhirnya ia berdiri di pihak Historia. "Betul! Sudah nggak ada gula lagi. Pokoknya, kalau mau bikin teh atau kopi nggak boleh pakai gula."
"Jangan sebut-sebut nama itu. Aku mau gulanya, Sasha!"
"Maaf, nggak bisa."
"Itu toples gulaku!"
"Bukan. Bukan punyamu, ini milik kita bersama." Suara dingin Annie menyahutinya.
"Jangan berani-berani, kalian." Nada suara Mikasa menjadi dingin saat wajahnya merah padam dan rahangnya mengeras karena murka.
"Maaf, Mik. Ini demi kebaikanmu." Dengan nada lembutnya, Historia berusaha menunjukkan simpati.
Petra turun dari lantai atas saat mendengar keributan di bawah.
"Petra! Bantuin ke sini!" Sasha segera menyambar Petra.
"Ada masalah apa? Pagi-pagi udah rame?"
"Mika ngambek entah ada masalah apa. Larinya ke makanan bergula."
"Aku nggak makan gula." Mikasa mengelak, masih dengan nada dingin yang menyeramkan. "Cuma nyampurin gula ke teh kayak biasa."
"Tapi udah kebanyakan. Lihat, tiga bungkus persediaan gula, habis semua!"
"Bohong. Masih ada setoples, tapi kamu sembunyikan di sana."
Mikasa menunjuk rak dinding paling atas.
"Kamu mau kena penyakit gula?"
Mikasa menjawab dengan geraman rendah dan dengkusan kesal.
Historia memijit dahinya yang terasa pening. Annie menghela napas. Petra hanya menunjukkan rasa iba saat ia berisyarat lewat mata agar mereka memberikan yang Mikasa pinta.
Ketiganya menggeleng lemah.
Mereka mematung saat terdengar bunyi gebrakan di meja. Mikasa habis meneguk tehnya (yang sepertinya masih tawar) seteko penuh━betul, seteko penuh! Ditaruhnya cangkir porselen bermotif bunga violet itu dengan gerakan kasar hingga menimbulkan bunyi denting yang cukup keras. Semua orang tercekat, mengawasi dengan mata melotot, seolah lebih mengkhawatirkan cangkir daripada Mikasa sendiri.
Keempat gadis itu terbungkam saat mendengar suara gedebuk sepatu berulang dalam ritme cepat dan kasar. Mulanya dari arah teras, lalu suara itu menjauh ke luar halaman rumah hingga tak lagi terdengar.
*
Mikasa menumpuk buku-buku tebal di meja secara serampangan dan agak kasar. Suasana perpustakaan kampus yang sepi dan tenang membuat beberapa orang menoleh ke arah sumber kegaduhan suara.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMORIST | RivaMika
FanfictionMikasa bertemu seorang barista di sebuah kafe random. Terpikat oleh barista itu, namun terhalang oleh penyangkalan atas perasaannya sendiri. Teman-temannya mengetahui hal itu dan mereka berusaha membuatnya mengaku. [Kisah-kisah Mikasa dan Levi, dari...