Telepon kaget

25.9K 3.1K 22
                                    

Di sebuah kamar, tepatnya kamar Satria, sang empu tengah memandang salah satu telapak tangannya dengan tersenyum-seyum seperti orang gila.

"Gue benci, tapi di sisi lain gue bahagia," cicitnya.

"Ishh... lo kenapa sih Satria, kenapa perasaan aneh ini muncul?" ucapnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Biasanya kalo dia sekarat pun gue gak peduli! Tapi kenapa sekarang rasanya aneh?"

"Akhh... tau lah mending gue tidur, dari pada mikirin hal gak guna kayak gini!" ujar Satria hendak membaringkan badannya di kasur, tapi sebalum itu.

"Arghh...," ringis Satria merasakan sakit di kakinya.

Satria mengambil ponselnya di nakas dan menelepon seseorang.

"Halo Gas besok temenin gue ke rumah sakit, gak terima penolakan!" ucap Satria saat panggilan tersambung.

"Lah ngap—"

Belum sempat orang di sebrang sana menyelesaikan kalimatnya, sambungan telepon sudah di matikan secara sepihak oleh Satria.

Benar-benar tidak ada akhlak!

***

Beda tempat beda suasana, di kamar Naya lebih tepatnya kamar Kaira, sang empu kini tengah berguling-guling kesana kemari di atas kasurnya, tak lupa ocehan yang di tambah bumbu-bumbu makian untuk Satria seorang.

"Akhh kampret bener tuh orang!"

"Mau nya apa sih?! Pengen mutilasi deh,"

"Sumpah ya Kaira, gue gak ngerti sama jalan pikiran abang laknat lo itu!"

"Otak abang lo kayaknya udah sebleng deh! Ya kali nyuruh gue yang jelas-jelas masih anak kecil buat ngurusin dia?! Tinggi gue aja gak nyampe sepinggang dia! Ya walau pun tadinya gue 17 tahun, tapi kan sekarang gue 5 tahun!"

"Overall, memang disini gue yang salah, tapi kan gak sengaja! Ya kali jadinya kayak gini?!"

"Ini lagi kekuatan sialan! Kenapa sih gue jadi susah ngontrol kekuatan gue sendiri!" rutuknya.

"AKHH KAMPRET... KAMPRET... KAMPRET GUE KESEL!" teriaknya sambil menendang-nendang angin.

Tak lama setelahnya Naya memilih tidur, dari pada memikirkan masalah yang buat otak berasap.

Pagi pun tiba, menampakan mentari terang pada dunia, menyilaukan mata yang melihatnya.

"Hoamm...."

Naya bangkit dari posisi tengkurapnya. Ia menggaruk kepalanya, rambut yang semula berantkana kini lebih berantakan.

"Hmm... sekarang jam berapa sih?" ucapnya sambil merentangkan tangan.

"Ekhem... ahh haus banget," gumam Naya, ia melihat keatas meja di samping kasurnya, namun tak ada air putih disana.

"Ck," decaknya, ia pun lantas bangkit dan berjalan dengan nyawa yang masih belum terkumpul sepenuhnya.

"Ahh lupa, hp Bibi kan belum gue balikin," lantas ia berbalik menuju ke kamarnya lagi untuk mengambil handphone yang kemarin malam ia pinjam.

Di sepenjang jalan, Naya tak henti-hentinya menguap.

Sesampainya di undakan tangga terakhir, Naya melihat keluarganya, ralat keluarga Kaira maksudnya, sedang berkumpul di meja makan.

'Emang sekarang jam berapa? Kok udah pada ngumpul?' batin Naya.

Mereka semua yang sedang berada di meja makan, menatap tajam ke arah Naya, namun yang sedang di tatap Naya acuh dan melengos ke arah dapur.

"Bi, ini makasih ponselnya, maaf balikinnya lama, soalnya ketiduran, hehehe," ucapnya tak lupa kekehan di akhir kalimatnya.

"Iya gak papa Non," jawab Bi Ijah.

"Bi, boleh minta tolong ambilin air putih gak? Teko nya kebesaran," ujar Naya meminta tolong.

"Boleh, bentar ya Non," segera Bi ijah menyerahkan gelas yang sudah terisi penuh dengan air.

"Ini Non."

"Makasih," ucap Naya langsung meneguk airnya dengan rakus.

~🎶Bang Jali... Bang Jali... Orang nya bikin happy...~

Suara dering ponsel terdengar, mengalihkan etensi Naya, ia melirik layar ponsel yang menampilkan nomor tak di kenal.

Naya melotot, air yang di mulutnya pun muncrat kemana-mana.

Uhuk... uhuk...

saking kagetnya, air yang harusnya masuk ke kerongkongan malah masuk ke hidung.

"Uhuk... aduh Bi, pinjem lagi hp nya bentar, kayak nya ini temen Kai deh," ucap Naya, tanpa menunggu jawaban dari Bi Ijah, Naya langsung mengambil handphone nya.

Ia berhenti di tepi kolam renang yang sepi.

"Lo gila nelepon pagi-pagi gini?!"

~TBC~


TK; Transmigrasion Kanaya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang