2.2 secundus-two

74 21 7
                                    

"Hidup ini penuh kejutan.
Kamu tidak tahu apa yang akan terjadi."


























👣

"Hmm~"

Zaid melirik kepada Vela yang menikmati ayam gorengnya dengan khidmat. Jam sudah menunjukkan pukul 8, bel juga sudah berbunyi. Namun, gadis berkulit sawo matang dan berbadan lebih tinggi dari setengah kelas Superior tersebut masih menebarkan bunyi kriuk ke seisi kelas.

Belum selesai kunyahan Vela, Zaid mendengar seseorang makan lagi di belakangnya. Tanpa ia menoleh pun, pastilah itu Abel yang menandaskan camilannya. Sama seperti Zaid, Danial hanya bisa diam-diam men-judge dua gadis yang duduk di depan dan di sampingnya.

"Annyeonghaseyo, minna-san! Apa kabar kalian hari ini?"

Ya, hari ini rapat kedua Superior. Seperti biasa, Gunawan berpakaian warna-warni—kali ini motif bunga yang besar-besar. Rambutnya klimis, diberi minyak rambut dan disisir rapi ke belakang. Bau parfumnya menguar, juga menyengat. Abel yang duduk di baris kedua sampai harus menutup hidung.

"Kalian sudah siap untuk rapat kali ini?" tanya Gunawan, ia mengempaskan map tebal ke atas meja guru.

Kunyahan Vela melambat. Ia menatap ayam gorengnya yang belum habis dengan mata membulat berair. Tangannya terasa dirantai besi berat ketika menutup tempat bekal.

Danial yang sedari tadi memerhatikan gerak-geriknya tampak gemas. "La, hari ini bahas nasib kau dan Arkan, tapi kau lebih peduli pada ayam?!"

"Kalau nggak dimakan sekarang, nanti dingin. Nggak nikmat lagi, dong."

Danial menepuk dahi.

"Oke, yang kita bahas pertama kali adalah—" Gunawan berhenti, matanya memicing kepada Abel yang masih melanjutkan makan. "Abelia, simpan makananmu."

Mulut Abel langsung berhenti. Panca di samping kanannya berbisik supaya ia menelan lebih dulu. Namun, Abel menggeleng. Ia lebih memilih menyumpal mulutnya.

Gunawan tersenyum. "Jadi, berdasarkan kesaksian— Abelia!"

Abel mengedikkan bahu. Ia terus mengunyah sambil meremas dan melipat rapi bungkus makanan yang telah kosong. Gunawan menunggu gadis itu selesai membuang sampah dan minum. Barulah kemudian ia meneruskan.

"Kami meminta kesaksian satpam sekolah. Dari kesaksian beliau, kita mendapatkan dua tersangka berpotensi yaitu Lavela Tamara dan Galih Arkan."

Arkan menundukkan kepala dalam-dalam. Sementara itu, Vela duduk dengan salah satu kaki di atas kursi sambil mengoyak ujung kukunya. Ia mengerjapkan mata ketika menyadari kalau satu kelas menatapnya. "Kenapa?"

Gunawan menggeleng. "Dikatakan kalau Vela pulang pada sekitar tengah malam dengan pakaian olahraga. Boleh saya tanya, apa yang kamu lakukan pada jam segitu?"

"Saya latihan silat saja, kok," jawab Vela santai. Padahal kakinya gemetar hebat di bawah meja.

"Baik." Gunawan menggangguk, lalu mengalihkan pandangan kepada Arkan. "Bagaimana dengan Arkan? Apa yang kamu lakukan di kelas pada malam itu?"

"Saya segera pulang setelah pertemuan malam selesai. Mungkin yang dilihat Pak Satpam bukan saya." Arkan berkata mantap sebelum menundukkan kepalanya kembali.

"Kalau bukan kamu, terus siapa? Deskripsi fisik yang dikatakan Pak Satpam hanya cocok denganmu." Gunawan melangkah mendekat ke kursi Arkan yang berada di pojok depan.

12 Cara BerdalihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang