5.2 quintus-two

33 9 1
                                    

❝Kadang menyuarakan kebenaran,dianggap suatu kesalahan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

❝Kadang menyuarakan kebenaran,
dianggap suatu kesalahan.❞

👣

Terulang lagi. Orang-orang berseragam polisi hilir-mudik, memenuhi jalan setapak yang menghubungkan tiap gedung sekolah. Di punggung mereka, tersampir tas yang seolah dipenuhi macam-macam perkakas berat.

Para Superior memerhatikan huru-hara tersebut dari lantai teratas. Mereka bisa menyadari raut bingung, penasaran, dan ingin tahu dari siswa-siswa Reguler. Setelah seminggu yang cukup tenang, kini berubah lagi setelah pernyataan Danial kemarin.

Fakta yang selama itu Danial sembunyikan langsung menggerakkan Kasih. Mereka bolak-balik mengecek laboratorium kimia, Ruang Prestasi, hingga ruang kelas Superior. Hingga mendapatkan bukti yang cukup banyak.

"Iya, mbak. Posisi-posisi piala di sini sudah banyak berubah, saya ingat betul bagaimana susunannya."

Kasih manggut-manggut atas pernyataan wanita yang tugasnya membersihkan Ruang Prestasi. Timnya baru saja menemukan ruang kosong di dalam lemari yang agaknya cukup menampung sebuah piala. Bisa disimpulkan, ada satu piala yang hilang.

Selain itu, Kasih juga mendapatkan kartu memori CCTV di iPod Kinan serta virus ransomware di komputer Pak Dewa yang diyakini berasal dari Riki.

"Saya sungguh tidak pernah menyentuh CCTV di sana," aku Kinan lantang. Matanya menatap tanpa gentar kepada Kasih.

Di hadapan mereka berdua, ada kartu memori yang sudah penyok dan hampir terbelah dua. Serta iPod Kinan yang case-nya dibuka paksa.

"Memangnya ransomware bisa membunuh manusia secara langsung?" Riki bertanya retoris, tanpa sadar memojokkan Kasih dengan logikanya.

Alibi tersangka juga tak berubah banyak. Masih terlalu lemah untuk membela diri, juga tak terlalu kuat untuk menuntut mereka. Kasih mengusap wajahnya.

👣

Sinar matahari dari jendela rumah sakit menghujam wajah Vela. Gadis itu mengerjapkan mata. Lehernya yang masih dalam pemulihan tidak dapat bergerak bebas. Bahkan untuk sekadar mengecek keberadaan orang lain di dalam kamar.

Suara sayup dari televisi mengisi keheningan. Berita pagi menjadi siaran pertama yang ditonton Vela hari itu. Kebetulan juga, dirinyalah yang dibahas saat ini.

Vela tersenyum simpul mendapati foto wajah dan videonya dalam berbagai pertandingan. Namun, headline berita tersebut langsung menghapus senyumannya.

Atlet Silat dari Citaprasada Kalah dan Didiskualifikasi dalam Pertandingan Tingkat Kabupaten

Begitulah kira-kira. Tangan Vela mengepal. Darah mengalir cepat ke kepalanya.

12 Cara BerdalihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang