6.1 sextus-one

36 7 2
                                    

👣

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

👣

Pemakaman Vela berlangsung penuh duka. Abel mengusap pelan nisan sahabatnya itu sambil menangis tanpa henti. Di sampingnya ada Kinan yang menaburi bunga dan diam-diam menahan isak tangis.

Panca ikut berjongkok mendampingi Abel, mengusap pelan punggung gadis itu. "Tak apa. Kita doakan yang terbaik saja untuk Vela, ya."

Abel menatap pemuda tersebut dengan mata bengkaknya. Ia menenggelamkan wajah di antara telapak tangan. Menangis semakin menjadi.

Kematian Vela secara resmi dijadikan kasus pembunuhan. Sayangnya, posisi kamar Vela dan tangga darurat berada dalam titik buta CCTV. Sehingga tak ada klu yang bisa didapat kepolisian.

"Andai waktu itu aku datang lebih cepat," lirih Abel di sela tangisannya.

"Ssst, jangan disesali."

Kata demi kata penenang dari Panca tak serta-merta menghentikan tangisan Abel. Gadis itu menggenggam erat tangan Kinan yang dingin serta gemetaran. Dua gadis itu saling menguatkan di atas makam seseorang yang menghiasi hari mereka selama setahun lebih.

Di sisi lain makam, ada ibu Vela yang menatap kosong tak tentu arah. Seluruh wajahnya bengkak dan tampak kelelahan. Abel memalingkan muka, tak sanggup melihat kesedihan tak terlukiskan itu.

Area makam tak lama kemudian semakin sepi. Abel berdiri susah payah dibantu Panca. Ia membungkuk dalam kepada ibu Vela sebelum berjalan berdampingan dengan Kinan dan Panca.

Ketika mereka keluar dari area pemakaman, seseorang mencegat. Kedua mata Kinan memicing tak suka tatkala Ajun menampakkan diri di hadapan mereka. Pemuda itu mengulurkan beberapa lembar tisu kepada Abel.

"Aku turut berduka cita atas kematian Vela."

Panca menyambut tisu tersebut, menyelipkannya ke telapak tangan Abel. "Terima kasih."

"Setelah Vela meninggal, lo masih mau cari masalah? Nggak menyangka kalau kita bakalan ketemu di sini."

Kalimat Kinan membuat Ajun tersenyum kecut. Ditatapnya lamat gadis berambut pendek tersebut sebelum ia merogoh tas selempang kecil. Sekeping CD yang mengilap di bawah sinar mentari dikeluarkannya.

Abel yang masih terpukul hanya menatap nanar benda tersebut. Panca mewakilinya lagi. "Apa ini?"

"Rekaman yang bisa jadi bukti," jawab Ajun tanpa ragu. Ia menatap satu per satu pasang mata mereka bertiga. "Kuharap kalian bisa teruskan hal ini kepada kepolisian."

Panca mengelus pelan permukaan pembungkus CD dengan ibu jari. Ia dan Abel bersitatap dalam diam.

"Aku duluan." Ajun mengambil satu langkah maju, menepuk bahu Abel. "Yang tabah, Abel, Kinan."

"Hanya Vela yang tahu tentang rekaman ini, tak heran kalau dia terbunuh."

👣

12 Cara BerdalihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang