5.1 quintus-one

48 9 2
                                    

❝Sebagian besar orang akan dihargai setelah ia meninggalkan dunia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebagian besar orang akan dihargai setelah ia meninggalkan dunia.❞

👣

Jauh sebelum kematian Genta, ia dan Riki telah menjadi duo tak terpisahkan.

Selalu terjebak dalam masalah bersama-sama dan mencari jalan keluarnya juga bahu-membahu. Walau mereka punya ketertarikan dan karier yang berbeda jauh. Genta dengan dunia aktingnya dan Riki yang fokus pada pengembangan teknologi.

"Heh, lo mau ke kantin?" tegur Genta, setengah berteriak kepada Arkan yang berjalan menunduk.

Wajah tertekuk dan kedua mata Arkan yang membulat menerbitkan tawa puas Genta serta Riki. Sambil memasukkan tangan ke saku dan melemaskan tulang leher, Genta berangkat mendekati Arkan.

Beberapa lembar uang lima ribuan dikeluarkan Genta. Ia mengipas kertas-kertas itu pada wajah Arkan. "Belikan makanan, dong. Mager nih!"

"Kenapa harus aku? Kau bisa pergi sendiri."

Sahutan dari pemenang langganan lomba debat itu memperoleh decihan sinis dari Genta. Ditariknya rambut tipis Arkan hingga temannya tersebut memekik terkejut. Genta meremas uang lembar di genggaman, lantas menyumpalnya ke mulut Arkan yang tak berdaya.

"Belagu bener lo jadi manusia. Dasar miskin!"

👣

Tidak hanya sekali Arkan diperlakukan begitu. Siswa Superior yang punya imej tangguh dan reputasi bagus sulit untuk ditaklukan Genta-Riki. Mereka menyisihkan satu per satu kandidat di antara sepuluh siswa lain di kelas itu. Sampai akhirnya, tersisa Arkan seorang.

"Woi, Kamus Berjalan!" panggil Riki ke—siapa lagi selain—Arkan.

Pemuda yang lebih sering menundukkan kepalanya itu tak menggubris. Ujung pulpen konsisten menggoreskan kata demi kata ke atas lembaran kertas. Catatan pelajaran jauh lebih penting daripada umpatan Riki dan suara kunyahan nyaring Genta.

Riki menimang bola dari gumpalan kertas yang dilakban di tangannya. Bibirnya membentuk seringai tipis. Sebelum bola tersebut melayang cepat mengenai bagian belakang kepala Arkan.

"Sudah tuli, ya, sekarang?" sindir Riki kala Arkan menoleh kepadanya.

Genta sekadar tertawa. Tangannya menyuap cepat makanan ke dalam mulut. Terlihat menikmati Arkan yang tersudut.

"Mana contekan buat ulangan?" tanya Riki pelan, memastikan orang lain tak mendengar.

Tak ada kata apapun keluar dari mulut Arkan. Bibirnya resmi terkatup. Keberadaan Riki di sampingnya seolah tak berarti.

"Kenapa melamun, bangsat?!"

Arkan hampir terjatuh dari kursi setelah kepalanya didorong kuat oleh Riki. Lelaki itu mengontrol napasnya yang memburu. Wajah memerah Riki bagai dikuasai sepenuhnya oleh amarah. Karena Arkan sedari tadi tak merespons.

12 Cara BerdalihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang