1. Seutas tali harapan

9.4K 631 41
                                    

Dua anak terjebak dalam lingkaran masalah tanpa ujung, bisakah mereka bahagia?

•••

Angin menerbangkan harapan melalui sebuah kenyamanan kala terik matahari mulai membakar permukaan bumi, walaupun cuaca begitu elok untuk dipandang namun keadaan hati tetap tidak dapat di pungkiri bahwa kini ia sedang berduka. Remaja pria berparas manis itu kembali menunduk ketika telaga cokelatnya kembali mengeluarkan air.

Baru beberapa saat yang lalu ia merasa menjadi pemuda paling bahagia, dengan satu ajakan kencan dan makan malam romantis namun semuanya luluh lantak ketika pengakuan pedih mengumbar nestapa.

"Gulf, ayo berkencan."

"Baiklah!"

Mereka bahagia, tertawa bersama seakan ingin menunjukkan kepada dunia betapa mereka amat sangat menikmati hidupnya yang sekarang. Menjadi pemilik hari dengan senyuman mengiringi langkahnya.

"Bagaimana caramu menyampaikan perasaan kepada seseorang?"

"Aku hanya akan mengajaknya melakukan hal-hal menyenangkan."

"Apakah hal yang kita lakukan sekarang termasuk menyenangkan?"

Gulf tersenyum teduh, "Ya, ini menyenangkan."

Tangannya mengelus perutnya perlahan, disini ada kehidupan baru yang suci. Tidak berdosa dan tidak pula memiliki andil dalam pesakitannya saat ini.

Segumpal darah perlahan berubah menjadi daging membentuk seorang anak, penyejuk hatinya kelak. Walaupun hanya ia yang menginginkan sosok ini tumbuh dan berkembang.

"Mew tidak akan datang, pulanglah."

Netranya memandang lelaki dengan perawakan tegap di hadapannya, Tay Tawan. Teman sekaligus orang yang memperkenalkannya dengan seorang Mew Suppasit.

Mew Suppasit, bahkan menyebut namanya saja sudah menorehkan luka baru. Luka yang terus ada sampai kapanpun.

"Aku tidak menunggunya kak.." Cicit Gulf pelan.

Tay merasa air matanya akan luruh hingga kedua kakinya perlahan berlutut lalu hatinya semakin teriris kala pipi gembil itu telah banjir oleh air mata kesedihan, "Maaf, ini salah kakak. Tolong jangan menangis."

Mereka berpelukan sesak, menahan segala amarah dan kekalutan saat ini. Bingung bagaimana caranya menyampaikan kepada kedua orangtua Gulf. Mereka pasti sangat kecewa.

"Kak, aku hamil."

Dan Mew hanya terdiam menatap Gulf dan perutnya secara bergantian dengan pandangan.. nanar. Seketika Gulf mencelos kala tubuh tinggi itu melangkah pergi meninggalkan Gulf seorang diri. Bingung dengan keadaan.

Keesokan harinya Gulf mendapat undangan resmi, untuk datang ke pesta pertunangan Mew. Saat itu yang bisa ia lakukan hanyalah terduduk dan berfikir akan jadi apa dirinya dan sang anak kelak tanpa adanya sosok seorang suami dan ayah bagi buah hatinya? Meskipun umur mereka masih sangat muda namun Gulf sangat tahu apa artinya tanggung jawab.

Gulf dengan segala pemikiran dewasanya dan Mew yang memilih untuk mundur meninggalkan pria malang itu sendirian bersama anak mereka.

.

.

Lima tahun telah berlalu dengan cepat, bumi seakan berubah menjadi lebih ramah terhadap Gulf dimana pemuda itu hidup dan berpijak kokoh lingkungan sekitarnya begitu memperlakukannya dengan baik begitupun terhadap anaknya, dan itu cukup.

"Bright, jangan berlari sayang."

"Papa tangkap akuu!" Jerit anaknya sembari tertawa bahagia mengitari taman di sore hari menjelang matahari terbenam. Mereka menikmati waktu bersama di hari yang indah.

Gulf menggigit pipi dalamnya gemas, "Ayo kemari ini sudah hampir gelap, kita akan terlambat makan malam nantinya." Bujuknya sabar.

Bright adalah tipikal anak yang jika di panggil dua kali ia akan menanggapinya dengan serius, dan di usianya yang sekarang sangat sulit baginya untuk memahami keadaan. Termasuk ketika beberapa anak seumurannya bertanya ;

'Mengapa hanya ada ayah Gulf? Dimana orangtua yang satunya?'.

"Papa..?"

"Iya sayang." Gulf menyahut lembut, di usapnya sayang kepala sang anak yang berada dalam gendongannya.

"Teman Bright berkata mereka mempunyai dua orangtua, mengapa milik Bright hanya satu?" Tuturnya.

Sejenak Gulf merasa dadanya sedikit nyeri, demi Tuhan ia juga tidak ingin memiliki kehidupan tanpa penopang seperti ini. Menjadikan punggungnya kian retak kala kehidupan sebelumnya teramat menguras hati dan pikiran. Dan kini Bright bertanya mengenai keberadaan pria itu, apa yang harus dijawabnya?

"Bright.. memiliki dua orangtua yang lengkap, dan nanti papa pasti akan mempertemukan kalian. Tapi tidak sekarang."

Bright menggeleng, "Tidak papa, Bright tidak ingin bertemu dia jika itu artinya Bright harus meninggalkan papa."

Dipeluknya tubuh kecil sang anak, menenggelamkan segala angan kosong berupa kebahagiaan yang utuh. Mereka bisa bahagia, bahkan jika itu mengharuskan Gulf untuk menukar kehidupannya demi keberlangsungan hidup Bright Vachirawit Traipipattanapong. Permata hatinya.

Banyak hal yang ingin ia ceritakan pada Mew, tentang bagaimana ia berhasil mempertahankan anak mereka ditengah susahnya kehidupan seorang male-pregnant. Tangisannya setiap malam, kekurangan pangan bahkan sampai mengais sisa makanan di depan tong sampah rumah kontrakannya.

Miris dan itu memang terjadi, hingga sebuah tawaran bekerja sebagai tukang masak di kedai kecil ia terima. Bekerja dengan perut buncit dan pemiliknya sangat baik, sampai waktu melahirkan tiba.

"Suatu saat, kita akan memiliki seutas tali harapan penakluk jiwa yang telah rapuh. Membawa kembali kehidupan kosong penuh dusta pemilik rasa sakit dari setiap luka." Bisik Gulf pada langit malam dengan bintang membayangi latarnya.

.

.

"Mau sampai kapan kalian tidak memiliki anak? Keluarga kita membutuhkan pewaris!" Sentak seorang pria paruh baya di hadapan sepasang suami isteri yang hanya bisa menunduk takut.

"Ayah kumohon beri kami waktu sedikit lagi, belakangan ini kami memiliki masalah komunikasi. Hingga tidak memiliki waktu berkualitas bersama." Jawab sang menantu.

"Menantumu benar ayah, sehabis ini kami akan berusaha mewujudkan keinginanmu." Bujuk si lelaki tampan, anaknya sendiri.

Sedangkan sang ibu hanya dapat menunjukkan pandangan sedih.

"Tenanglah suamiku, biarkan mereka menjalani pernikahan dengan tenang. Buang segala pemikiranmu tentang seorang ahli waris, mereka akan memilikinya nanti."

Akhirnya tatapan sang ayah melunak, nafas beratnya seakan enggan pergi. Ia masih belum puas namun apa boleh buat, kesehatannya lebih penting.

"Mew Suppasit, segera periksakan istrimu."

Lalu kedua orangtuanya meninggalkan Mew berdua bersama sang istri, tubuhnya lelah.

***


💮 : Hai hehehe, selamat menikmati!

Mewgulf : Forgive Me  ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang