2. Hilangnya Korban

11 1 0
                                    

Sama seperti malam-malam yang sebelumnya, ia selalu pulang dalam keadaan mabuk. Rasa mabuk itu benar-benar bisa menghilangkan kenyataan pahit yang sering ia pikirkan, yaitu anak yang tidak berguna.

Ditengah jalanan yang sepi, Valda berjalan sempoyongan. Ia meninggalkan motornya di club dan pulang menggunakan taksi karena ia yakin ia tidak bisa mengemudi saat mabuk.

Beberapa meter lagi, ia sampai ke rumah. Tapi suara seseorang menghentikan langkahnya.

"Woi bajingan!".

"Sialan," umpat Valda tanpa menoleh ke belakang. Musuh bebuyutannya ini tidak pernah absen untuk mengajaknya berkelahi, entah di kampus, club, atau jalanan seperti ini.

Valda berbalik dan menatap pemilik suara dengan malas. Osmond Nagendra, putra dari Detektif Cayetano atau sering disebut Detektif Cay. Detektif Cay dan ayahnya bekerja di kantor yang sama dan mereka adalah teman dekat. Tapi entah kenapa, anaknya malah menjadi musuh bebuyutan.

Osmond selalu berada diatas Valda dari saat mereka kecil, Valda tak pernah iri. Tapi sikap memamerkan dari Osmond selalu membuatnya naik pitan. Anak itu benar-benar menyebalkan.

Mood nya sedang buruk sekarang, ia tidak ingin berdebat apalagi berkelahi.

Valda menunjuk Osmond. "Kalo lo mau ngajak gue berantem, besok! Malem ini gue gak ada waktu buat ngeladenin tukang pamer kayak lo!".

Osmond tertawa remeh. "Bukan gue yang tukang pamer, tapi lo yang gak bisa jadi gue! Lo iri!".

Valda meludah kesembarang tempat. "Najis gue iri sama muka jelek lo!".

Osmond melotot mendengarnya, hinaan ini lagi. Sudah ribuan kali Osmond mendengarnya dari berandalan itu. Padahal dilihat-lihat, dirinya tidak begitu jelek, hanya kurang ganteng saja.

***

"Yahhh."

Valda mengetuk-ngetuk pintu rumah berkali-kali, tapi tak ada sahutan dari dalam. Ia berpikir, ayahnya sudah tidur dan tidak mendengar suaranya. Tapi tak seperti biasanya, jika Pak Gentala tertidur pun, dia  akan bangun lalu membukakan pintu untuk Valda.

Valda berbalik dan menatap kosong ke halaman rumahnya. Ia menatap ke langit, bulan kali ini bersinar terang, jadi ia tak merasa sendirian. Valda mengangkat kedua sudut bibirnya melihat bulan yang bersinar terang, lalu sebuah pertanyaan terlintas di otaknya, kapan aku akan terang seperti bulan?

Ia tertawa sembari memalingkan tatapannya dari bulan. Pertanyaan yang konyol. Untuk membayangkannya saja Valda tak sanggup, bagaimana akan menjadi kenyataan? Sudahlah, ia akan menjalani apa yang ada didepannya sekarang.

Valda perlahan merosot ke bawah dan bersandar di pintu. Ia menundukan kepalanya dan kedua tangan sebagai tumpuan. Lagi-lagi rasa mabuknya hilang, dan pikiran pahit di otaknya kembali muncul.

Ah, Osmond sialan.

***

Detektif Gentala berjalan ke meja temannya di kantor polisi. Ia membawa sampel bukti sebuah permen yang dibungkus plastik. Ia baru saja kembali dari tempat TKP setelah menemukan salah satu mata milik korban. Letak mata itu cukup jauh dari TKP, mata itu ada di lantai paling atas Univeristas Trisakti.

Detektif Gentala meletakan sampel bukti di meja didepan Detektif Cay. Detektif Cay menatap sampel bukti itu, kemudian menatap Detektif Gentala dan menunggu jawaban.

Scandal Black BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang