"Bang, Abang pasti menikahi aku, 'kan?" isak Sarita sambil menghapus air mata yang tersisa di pipi.
"Tenang... Abang pasti menikahi kau, Sayang," jawab Luhut. Dia mencari-cari kancing bajunya yang lepas karena perlawanan Sarita. Ketika hendak mengenakan lagi celananya, gadis itu menahan tangannya dan menyentak Luhut hingga rebah ke atas kasur. Bercak noda merah di kain putih masih segar.
Jinak-jinak merpati juga cewek sini, pikir Luhut. Bayangan Tiur, pariban-nya yang menunggu di kampung mengabur dan hilang.
***
"Gila kau. Jangan main-main sama penduduk asli, Hut," kata Yan.
Luhut berkedik. "Kau enak, ada Tiwi. Dingin-dingin ada yang bikin hangat," balasnya. Matanya menatap layar televisi 20 inci yang sedang menayangkan Dunia Dalam Berita. Presiden Soeharto mengundurkan diri.
Di pedalaman Kalimantan, ratusan kilometer dari Palangkaraya, hanya bisa menangkap siaran televisi milik negara. Untung saja Tiwi membawa DVD player, Sayangnya film yang dibawa sudah ditonton semua. Tapi setidaknya mereka masih bisa karaoke bareng-bareng.
David menerobos masuk. Seluruh tubuhnya basah kuyup, padahal di luar udara cerah. Lumpur dari sepatunya mengotori lantai ubin wisma yang mereka tempati.
"Di lokasi hujan deras," dia menjelaskan tanpa diminta. "Rani masih di sana. Nanti malam dia ngasih penyuluhan PKK. Sudah ada kabar penempatan?"
"Belum," jawab Yan.
Luhut masih menatap layar televisi. Situasi politik yang memanas di Jakarta tidak berpengaruh pada kehidupan hutan rimba tempat transmigran dan penduduk asli bertemu. Sebagai calon PNS Depnakertrans yang belum ditentukan wilayah penempatan, mereka berlima 'dilempar' ke pedalaman Kalimantan untuk digembleng menjadi fasilitator tangguh bagi para transmigran di seluruh Nusantara. Rezim boleh berganti, tapi birokrasi tetap berjalan.
Luhut sama sekali tidak khawatir soal penempatan. Om Lintong telah memastikan bahwa dia akan dipindahkan ke kantor Nakertrans Sibolga. Tentu setelah mengawini Tiur.
"Hati-hati saja, Hut. Di sini tidak bisa sembarangan. Bisa-bisa nyawamu melayang di ujung mandau," kata Yan menyambung pembicaraan tadi.
"Ada apa?" tanya David, masih belum nyambung.
"Luhut janji mau menikahi Sarita," jawab Tiwi yang baru keluar dari dapur.
"Masak apa, Wi? Oseng-oseng sawi lagi?" tanya Luhut mengalihkan pembicaraan.
"Kalau tak suka, jangan makan," jawab Tiwi ketus.
"Sarita kembang desa anak Pak Lurah? Serius, Hut? Selamat, ya!" David mengulurkan tangan yang disambut Luhut dengan senyum kecut.
"Cari mati dia," ujar Yan sambil tertawa. Senyum di bibir Luhut tambah asam, pH-nya mendekati nol.
***
Kalotok yang membawa Sarita hanyut perlahan menyusuri Sungai Kahayan menuju Palangkaraya. Jukung-jukung dari kayu ulin yang mengiringinya sudah lama hilang dari pandangan. Masih terbayang perpisahan dengan keluarganya pagi tadi.
"Ikau hati-hati, Busu," kata ibunya sambil memeluknya erat. "Segera kasih kabar kalau sudah ketemu bana ikau."
"Iya, Umai," jawabnya. Kemudian dia mencium tangan ayahnya. "Doakan yaku, Yapang." Ayahnya mengangguk, mengelus rambut putri bungsunya. Tak perlu kata-kata, karena lelaki itu mampu membaca masa depan.
Sungai Kahayan semakin melebar. Kalotok yang ditumpanginya melaju perlahan menjelang senja, sebelum akhirnya merapat di dermaga Kereng Bangkirai, Palangkaraya.
"Maafkan yaku, Umai. Yaku takkan pulang kecuali bersama bang Luhut," bisik Sarita lirih. Air matanya mengering sudah.
***
"Sa... Sa... Sar... Sarita?" Luhut tergagap menatap perempuan yang berdiri di depan pintu ruang kerjanya. "Kapan datang?" tanyanya pelan, seakan takut terdengar oleh orang lain yang ada di situ.
"Baru saja sampai, Bang," jawab Sarita. Bayangan hitam di kelopak matanya menunjukkan gadis itu kurang tidur.
"Dari mana kau tahu alamat kantorku?" tanya Luhut. Tiwi sialan dengan segala omong kosong tentang solidaritas perempuan! rutuknya dalam hati.
Setelah menikah dengan Yan, Tiwi ikut ditempatkan di kampung halaman suaminya. Gerakan Aceh Merdeka membuat pegawai negeri dari suku luar Aceh berbondong-bondong mengajukan permohonan mutasi ke luar provinsi yang makin bergolak setelah rezim Soeharto jatuh. PNS asal Aceh yang berada di luar Aceh diminta untuk pulang untuk menggantikan mereka yang pergi. Yan termasuk yang memenuhi panggilan itu. Tiwi pasti masih menjalin komunikasi dengan masyarakat trans di Pulang Pisau, termasuk dengan Sarita.
"Aku dapat alamat Abang dari kantor pusat di Jakarta, bukan dari kawan-kawan Abang," jawab Sarita seakan mampu membaca isi benaknya.
Luhut panik sekejap. Jangan-jangan Sarita telah mengadukan perbuatanku ke pusat, pikirnya. Namun kemudian dia teringat, mertuanya takkan membiarkan suami anaknya mengalami kesulitan birokrasi.
"Maaf, Sarita. Aku sudah beristri," katanya.
Ditahannya keinginan membanting pintu di muka gadis itu karena dia khawatir Sarita akan membuat keributan. Di luar dugaannya, Sarita berbalik dan pergi tanpa berkata-kata lagi.
Luhut menghembus napas lega.
***
Luhut terbangun dari mimpi buruk yang tidak bisa diingatnya. Singletnya basah oleh keringat.
Diliriknya jam dinding. 04:30. Masih terlalu pagi.
"Ada apa, Bang?" Tiur bertanya dengan mata masih terpejam.
"Tak ada apa-apa. Tidur saja lagi," jawab Luhut sambil bangkit. Masih mengantuk, dia berjalan sempoyongan ke kamar mandi. Dia menurunkan celana dalamnya dan berdiri di depan toilet, lalu menjerit...
Di sebuah kamar hotel melati, Sarita mengelus perutnya. Empat bulan lagi.
"Umai akan menjagamu, Nak. Ikau akan jadi anak yang baik dan berbakti. Jangan tiru yapang-mu yang tidak bertanggung jawab."
Dia memandang stoples kaca besar di atas meja kayu kecil murahan di samping ranjang. Benda di dalamnya menyemprotkan air kekuningan dari lubang kecil di ujungnya.
"Lihat. Yapang-mu pipis..." katanya sambil tertawa kecil.
Keterangan:
Pariban: tunangan
Kalotok: sejenis perahu yang beroperasi di Sungai Kahayan.
Jukung: Perahu tradisional suku Dayak.
Ikau: kamu.
Busu: bungsu.
Bana: suami.
Umai: Ibu.
Yaku: saya.
Yapang: Ayah
KAMU SEDANG MEMBACA
Tulisan di Dinding (Kumpulan Cerita Misteri)
HorrorGenre misteri mempunyai penggemar sendiri. Buku ini merupakan kumpulan cerita pendek misteri karya Ikhwanul Halim. Jangan dibaca kalau sedang sendirian!