Yang Bersembunyi di Jalan Gelap dan Sepi

179 6 0
                                    

Aku tinggal di sebuah kota kecil tempat peristiwa ini terjadi dan menjadi catatan kelam hidupku. Bima Arya tinggal di seberang rumahku. Aku berteman dengan abangnya.

Dia masih bayi saat itu. Aku melihatnya tumbuh dewasa, tetapi tidak pernah terlalu memperhatikannya.

Kadang-kadang, pada malam hari, ibu menyuruhku ke toko kelontong untuk membeli sesuatu. Dalam perjalanan ke toko, aku harus melewati jalan yang gelap dan panjang.

Pada siang hari, jalan itu teduh karena dinaungi pohon-pohon tua yang melengkung dan tanah kosong tanpa bangunan. Dan memang tidak ada yang akan dibangun.

Aku tidak pernah merasa takut pada siang hari. Namun, pada malam hari jalan itu berubah. Sepi. Tempat kegelapan. Tempat teror dan ketakutan.

Tidak ada rumah. Tidak ada lampu jalan, hanya gelap gulita. Hitam sehitam-hitamnya hitam. Gelap seperti malam yang paling kelam. Pohon-pohon tinggi menghalangi bulan dan bintang-bintang, bayangannya memanjang ke seberang jalan.

Kapanpun aku harus melewatinya, jalanku semakin lambat. Rasanya seperti melangkah ke dalam terowongan yang gelap. Di belakangmu lampu rumah, suara mobil dan orang berjalan di sepanjang trotoar. Di depanmu, hanya bentang kegelapan yang panjang dan sunyi di mana sesuatu bisa bersembunyi. Sesuatu, apa pun itu.

Setiap kali aku harus melewati tempat itu pada malam hari, bulu kudukku merinding berdiri. Aku selalu berharap seseorang menyusul dari belakang, sehingga aku tidak perlu berjalan sendirian. Tapi tidak ada yang pernah datang. Saat aku berjalan di sepanjang jalan yang gelap itu, aku akan terus menatap pepohonan, setengah berharap untuk melihat sesuatu atau seseorang yang bersembunyi di sana dalam kegelapan.

Mungkin hantu. Ibuku sudah sering memberitahuku tentang hantu dan bagaimana dia menunggu anak-anak yang menyimpang dari jalanan di tempat gelap. Mungkin juga penjahat yang suka menculik anak-anak. Ibuku juga telah memperingatkanku tentang criminal yang mencoba memikat anak-anak dengan permen dan mainan. Mungkin juga sesuatu yang lain. Sesuatu yang lebih buruk dari hantu atau penjahat.

Dari sudut mata, rasanya aku pernah melihat sekilas sosok mengerikan berjongkok di sana, dalam gelap gulita. Dan aku menunggu kapan dia akan menerkamku. Menyeretku ke lahan kosong yang sunyi dan terpencil. Dia akan mencabik-cabikku dan melakukan hal-hal yang tak akan dilakukan oleh manusia normal dan tak seorang pun akan melihatku lagi hidup-hidup.

Aku tidak yakin apa yang kuharapkan dari mahkluk yang bersembunyi di tempat yang sepi di malam hari. Imajinasiku memang terlalu liar, lebih dari yang mampu dipikirkan teman-teman seusiaku.

Dalam pikiranku, dia makhluk mengerikan, campuran hewan buas dan manusia. Tubuh yang panjang dan kurus serta cakar yang besar dan tajam. Kulitnya lembap berlendir dan matanya menyala merah seperti bara api.

Aku membayangkannya bersembunyi di dahan pohon tua, melompat turun tanpa suara dan menguntit anak-anak yang tidak waspada yang melewati jalan yang gelap dan sepi di malam hari.

Suatu malam, aku hampir saja diserang olehnya.

Saat itu aku berjalan pulang menyusuri jalan yang sepi dan tiba-tiba saja tak ada cahaya setitik pun di depanku. Saat itulah aku tahu dia akan menyerang. Aku bisa merasakannya menunggu di sana, dalam kegelapan.

Aku mulai berlari, melarikan diri dengan putus asa karena aku bisa merasakan kehadiran di balik punggungku. Aku bisa merasakan napasnya yang panas berembus di belakang leherku.

Aku lari. Aku berlari secepat kakiku membawaku berlari. Aku berlari sampai rasanya jantung dan paru-paruku meledak berhamburan di jalan gelap dan sepi.

Hampir saja aku terjatuh ke dalam cengkeramannya, tetapi aku berhasil melarikan diri. Dan ketika akhirnya aku berhasil masuk ke dalam rumah, yang kulakukan pertama kali adalah berkaca di cermin. Punggung bajuku robek, seolah-olah sederet cakar tajam mencoba menangkapku tapi meleset beberapa sentimeter.

Tulisan di Dinding (Kumpulan Cerita Misteri)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang