Maafkan Rico, Ma

174 6 0
                                    

Apakah sebagai orang tua, Anda benar-benar mengenali anak Anda? Jika anak Anda nakal, apakah yang harus Anda lakukan? Jika Anda salah bertindak, maka hanya catatan kelam yang akan mengisi hari-hari Anda.

Ketika aku masih tinggal di kota X dan mengontrak rumah bedeng, ada seorang wanita yang tinggal di sebelah bersama suaminya. Apa pun yang terjadi di sebelah, aku dapat mendengarnya melalui dinding tripleks penyekat yang tipis.

Pasangan muda itu hanya memiliki seorang putra bernama Rico. Rico kecil hiperaktif, hanya bisa diam saat tidur. Vas bunga pecah, remote televisi tak berfungsi, kursi patah, gagang pintu terlepas, payung rusak, merupakan kegiatan rutin sehari-hari bocah itu. Dan ketika dia masuk Taman Kanak-Kanak, orangtuanya kehabisan akal karena anak laki-laki itu terus-menerus mendapat masalah di sekolah.

Suatu pagi, suara sang ibu membangunkan putranya melengking seperti biasa, menyuruh anaknya berpakaian untuk sekolah.
Kontrakan mereka terletak tepat di tengah dari lima deret bedeng, jadi teriakannya terdengar dari bedeng ujung barat ke ujung timur. Karena kamar mereka bersebelahan dengan kamarku, Ujang, sekuriti kantor di ujung gang pernah bertanya apakah aku pernah mendengar kegiatan malam suami-istri itu.

Sementara Rico menyikat gigi, dia menyiapkan sarapan untuk suami dan anaknya. Setelah selesai makan, suaminya berangkat ke kantor sambil mengantar Rico ke sekolahnya yang berjarak sekitar dua meter.

Hari itu aku tidak masuk kantor, karena kebetulan TOCOM*) libur. Pekerjaanku sebagai pialang komoditi bursa luar negeri membuat irama kerjaku berbeda dari pekerja kerah putih umumnya.

Wanita itu menghabiskan beberapa jam berikutnya untuk mencuci dan membersihkan rumah, yang kutahu dari suara air dari sumur mandi dan meja kursi di geser. Kemudian dia memasak di dapur. Ikan asin yang harumnya membuat kucing sekampung bergelimpangan.

Saat itu sekitar jam sepuluh pagi. Terdengar langkahnya menuju ruang depan.

"Rico!" suaranya terdengar marah. Aku menebak dia menemukan putranya duduk di dekat jendela, menatap ke luar.

"Ngapain ada di rumah? Kenapa kamu tidak di sekolah?"

"Ya... Ampun! Kenapa kepalamu berdarah? Kamu berkelahi lagi? Disuruh pulang sama guru?"

"Jangan banyak alasan! Sana masuk kamar! Tunggu Papamu pulang... kamu pasti dimarahin habis-habisan!"

Kemudian aku mendengar nada dering ponsel. Saat itu belum ada gawai pintar. Untuk berkirim pesan masih menggunakan pesan singkat atau penyeranta.

"Halo? Oh, Ibu Kepala Sekolah. Apa yang diperbuat Rico, Bu? Nanti papanya pasti akan menghukum dia."

Hening.

"Apa?"

Suara langkah kaki tergesa-gesa, pintu kamar yang dibuka mendadak...

"Ricooo!"

Bruuuk!

Terdengar suara benda berat jatuh.

Aku melesat ke luar. Bukan hanya aku, tetangga kiri-kanan yang semuanya emak-emak muda susul menyusul mencelat dari pintu depan masihng-masing. Kami menyerbu masuk, Pintunya terbuka, kebiasaan penghuni bedeng jika ada orang di dalam.

Wanita itu tergeletak di depan pintu kamar. Pingsan. Salah satu emak-emak menggoyang-goyangkan tubuh orang yang pingsan tersebut.

"Mama Rico... Mama Rico..."

Ada yang menyodorkan botol kecil minyak kayu putih.

Ketika siuman, perempuan muda itu, menangis terisak-isak sambil merintih, "Rico anakku...."

Aku menoleh ke dalam kamar. Kosong.

Masih terisak, wanita itu bercerita...

***

Saat itu sekitar jam sepuluh pagi. Saya baru selesai menggoreng ikan asin. Saya menuju ke ruang tamu. Saya melihat Rico duduk di dekat jendela, menatap ke luar.

"Ngapain kamu ada di rumah? Kenapa tidak di sekolah?"

Dia diam dan menoleh melihat saya. Saya perhatikan ada darah di dahinya.

"Ya... Ampun! Kenapa kepalamu berdarah? Kamu berkelahi lagi? Disuruh pulang sama guru?" tanya saya.

"Maafkan Rico, Ma..." jawabnya.

"Jangan banyak alasan! Sana masuk kamar! Tunggu Papamu pulang... kamu pasti dimarahin habis-habisan!"

Dia menundukkan kepalanya, mungkin malu, lalu masuk ke kamar tidurnya. Saya menghela nafas dan menggelengkan kepala.

Saat itu, telepon berdering. Saya mengambil ponsel yang saya letakkan di atas televisi.

"Halo," kata suara di ujung sana. "Bisakah saya berbicara dengan ibu dari Rico Tanzil? Saya Kepala Sekolah Taman Kanak-Kanak Z."

"Oh, Ibu Kepala Sekolah. Apa yang diperbuat Rico, Bu?"

"Saya tidak tahu bagaimana menjelaskannya," Ibu Kepala Sekolah terdiaam sejenak. "Tadi, Rico naik sampai ke atap sekolah ..."

"Nanti papanya pasti akan menghukum dia," jawab saya dengan rasa bersalah.

"Bukan, Anda tidak mengerti," kata Kepala Sekolah. "Rico jatuh dari atap dan kepalanya ... maafkan kami ... Rico... dia... meninggal seketika..."

Saya berlari ke kamarnya dengan air mata mulai membasahi pipi saya. Saya membuka pintu kamarnya...

Kosong.

***

Dan dia jatuh lagi, hilang kesadaran untuk kedua kalinya.


Catatan: *TOCOM: Tokyo Commodity Exchange

Tulisan di Dinding (Kumpulan Cerita Misteri)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang