10. Broken Promise

94 12 3
                                    

Aletta tersenyum. Sebaik mungkin dia menunjukkan wajah bahagianya dalam panggilan video yang sedang berlangsung saat ini. Ibunya bercerita banyak hal tentang persiapan pernikahan Alena dan Arlan. Wanita itu juga menunjukkan dekorasi aula pernikahan dengan wajah bahagia.

"Kak Alena, selamat yaa, semoga kalian bahagia." Aletta mengatakannya dengan cukup tulus. Tentu saja dia tetap mengharapkan yang terbaik untuk kakak perempuannya. Bagaimanapun, Alena juga berhak bahagia dengan pria yang dia cintai. Aletta akan merelakan semuanya, termasuk mengucapkan selamat tinggal pada perasaannya untuk Arlan.

"Sayang sekali kamu tidak bisa hadir. Oh iya, kamu pasti sudah baik-baik saja setelah bertemu dengan dia, kan?" tanya Alena dengan nada menggoda. Aletta tahu siapa yang Alena maksud. Tentu saja 'pria' yang sebenarnya tidak pernah ada-yang dijadikan alasan Aletta kembali lebih cepat ke Paris.

"Siapa dia? Kamu tidak mau mengenalkannya pada kami?" Karin yang duduk di sebelah Alena menyahut. "Siapa pria yang bisa mengambil hati putri dingin sepertimu?" Karin tahu benar bagaimana karakter dan kepribadian kedua putrinya. Alena yang hangat dan begitu ramah serta mudah bergaul, sedangkan Aletta sebaliknya. Gadis itu lebih suka menyendiri dan tertutup.

"Ah ... nanti aku akan mengenalkan dia pada kalian." Aletta tersenyum simpul.

Alena tahu, adiknya itu sedang berusaha tegar. Dia tahu Aletta berbohong pada mereka. Alasan Aletta kembali ke Paris adalah karena Arlan akan menikah dengannya. Pria yang dia cintai akan menikah dengan kakaknya sendiri. Tentu hal itu pasti sangat melukai hati Aletta. Alena merasakan perasaan bersalah itu kembali memenuhi dadanya, namun melihat senyum kedua orang tuanya membuat Alena dilema.

"Baik. Aku harus pergi bekerja dulu. Setelah pernikahanmu selesai, jangan lupa hubungi aku, ya." Aletta berusaha mencari alasan untuk segera memutus sambungan panggilan video itu, karena sebenarnya hari ini dia tidak memiliki jadwal apa pun di luar.

Alena mengangguk dengan senyum dibibir merahnya. Gadis itu terlihat cantik dan anggun dalam balutan gaun pengantin berwarna putih tersebut. Seketika perasaan iri menghampiri Aletta.

"Aletta," panggil Alena. Ekspresi gadis itu perlahan berubah. "Aku ingin kamu bahagia." Kalimat Alena yang tiba-tiba itu membuat senyum dibibir Aletta memudar sejenak. "Kamu tahu, kan kalau kakak sayang banget sama kamu."

Aletta mengangguk. "Tentu saja, aku juga menyayangi kakak meskipun kakak sangat menyebalkan," ujar Aletta dengan nada jenaka.

Alena tertawa kecil. Sorot mata gadis itu perlahan berubah menggelap. Seperti ada sesuatu yang tersimpan dalam tatapan gadis itu, membuat perasaan Aletta menjadi terganggu. Dia merasa ada yang disembunyikan oleh kakak perempuannya itu.

"Baik. Jaga kesehatanmu," ucap Alena dengan senyum tulus. "Makanlah dengan baik. Aku menyayangimu," tambahnya sebelum mengakhiri panggilan video itu.

Ketika layar ponselnya menjadi gelap. Aletta tertegun sejenak di tempat duduknya. Gadis itu meletakkan ponselnya di atas meja dengan gerakan pelan lalu beranjak berdiri dan berjalan menuju balkon. Untuk beberapa lama dengan perasaan yang tak menentu, gadis itu menatap bunga Asphodel yang dia letakkan di dekat balkon. Bunga cantik yang melambangkan penyesalan terdalamnya.

***Neir The Seine***

Alena duduk termenung ketika panggilan videonya dengan Aletta berakhir. Senyuman yang tadinya terkembang dan terlihat begitu bahagia, lenyap dalam hitungan detik. Seolah-olah apa yang baru dia tunjukkan hanyalah sebuah topeng yang menipu.

Gadis itu berpaling memperhatikan kedua orang tuanya yang tampak sibuk menyambut dan menyapa beberapa tamu yang datang. Perasaan semakin bercampur aduk saat dia melihat raut wajah Aletta. Dia tahu benar, adiknya itu pasti sedang berperang dengan perasaannya sendiri, tak jauh berbeda dengan dirinya saat ini.

Neir The SeineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang