01. Raining

637 52 2
                                    

Author playlist Waiting by Younha

Dimanapun hujan turun, dia selalu meninggalkan kedinginan bagi siapapun.

****

Langkahnya kian terasa berat menapaki tiap ruas jalan. Menyusuri jalanan beraspal yang masih tergenangi air hujan. Gadis itu merapatkan mantel coklatnya, menepis udara dingin yang seolah hendak membekukan tulang dan persendian. Sesekali ia berhenti dan mendongak tatkala sisa-sisa rinai hujan di atas tingkapan daun pohon pinus, jatuh dikepalanya.

Mendekati musim dingin, suhu hampir mencapai titik beku di Paris sepanjang tahun. Cuaca yang tak menentu membuatnya harus bersiap dengan segala hal, seperti saat ini hujan kembali turun ketika ia sampai di persimpangan jalan. Aletta mendengus. Hujan lagi-lagi turun, tidak begitu deras memang. Hanya sebagian rintik-rintik kecil yang berjatuhan. Namun mampu membuat sekujur tubuhnya basah kuyup jika ia tidak segera berlari menghindarinya, berteduh di bawah atap pertokoan terdekat. Melakukan hal yang sama seperti beberapa pejalan kaki yang ada disana.

Aletta melirik sekilas jam yang melingkar dipergelangan tangannya, mendengus ketika mendapati jarum pendeknya berhenti pada angka sebelas. Satu jam lagi mencapai tengah malam dan dia masih di sini, terjebak hujan. Carol pasti akan mengomel bak ibu-ibu yang sedang ditinggal anak gadisnya kelayapan, mendapati Aletta tidak berada di rumah mencapai tengah malam. Gadis penggemar warna merah itu selalu bersikap cerewet dengan beberapa hal yang menyangkut dirinya. Aletta bahkan merasa jika Carol lebih cerewet dari ibunya.

Getar dari benda tipis persegi panjang itu membuyarkan lamunannya. Segera diambil ponselnya yang terus bergetar dengan bunyi nyaring, ia tak suka jika mendapat tatapan dari beberapa pasang mata yang ada disekitarnya.

Aletta mendesah pelan. Gadis yang baru saja ia bicarakan. Menghubunginya.

"Aku sedang terjebak hujan," ujarnya tanpa basa-basi. Bahkan sebelum Carol menyapanya lebih dulu.

"Kau dimana?" tanya suara diseberang sana.

Aletta memandangi hujan yang masih turun rintik-rintik.
"Didepan pertokoan," sahutnya singkat.

Terdengar desahan berat diseberang sana.
"Apa kau ingin aku menjemputmu?"

Aletta menundukkan pandangannya, memandangi genangan air yang menyentuh sepatu kets-nya.
"Tidak perlu. Aku bisa pulang setelah hujan reda."

Gadis itu menutup panggilan, lalu memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas selempang miliknya. Pandangannya kembali fokus pada setiap tetes air hujan didepannya. Lagi-lagi dengusan tak berarti itu keluar dari bibirnya.

Aletta membenci hujan. Sangat. Ia tak memiliki alasan kenapa ia membenci hujan. Hanya benci saja. Meski begitu, ia tidak mungkin membiarkan malamnya yang menyenangkan di atas kasurnya yang empuk dan bergelung dibawah selimutnya yang hangat, harus rela ia tepis karena terjebak hujan disini.

***Neir The Sein***

"Kau menerobos hujan lagi?"

Aletta hanya mengangkat kedua bahunya tak acuh sebagai jawaban atas pertanyaan gadis yang berdiri menatapnya cemas. Ia segera melangkah masuk, berjalan menuju dapur. Membuka kulkas dan mengambil air minum.

"Aku tidak suka berlama-lama dengan orang-orang yang menatapku seolah aku ini alien." Aletta meletakkan gelasnya di atas meja, lantas berjalan ke ruang tengah. Menghempaskan tubuhnya pada punggung sofa merah marun setelah terlebih dulu melepas mantelnya. Melemparnya asal.

Neir The SeineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang