04. Longing

444 56 8
                                    

Setelah bertemu denganmu, kerinduan itu bukan menghilang, ia justru semakin dalam menggerogoti hatiku.

****

Setelah kejadian Aletta menemani Arlan memilih undangan, Aletta benar-benar berusaha menjaga jarak setiap kali Arlan datang ke rumah. Aletta lebih sering mengurung dirinya di dalam kamarnya seharian penuh, dibandingkan menerima ajakan Alena untuk pergi jalan-jalan bertiga, itu hanya akan membuat Aletta menjadi orang ketiga yang mengharapkan hubungan keduanya berakhir, karena ia masih tak bisa melepaskan Arlan begitu saja. Begitu pula dengan perasaannya pada pria itu.

Meski begitu, Aletta tak jarang mencuri pandang setiap kali Arlan datang ke rumah untuk sekedar makan malam atau bergabung sarapan pagi bersama keluarganya. Kerinduannya pada sosok Arlan begitu menghantuinya.

"Aletta, kamu didalam, kan?"

Lamunan Aletta buyar, suara nyaring di balik pintu kamarnya seolah menyadarkan dia pada kenyataan.

"Masuk aja, kak. Nggak di kunci, kok."

Suara kenop pintu terdengar di tarik. Sosok Alena terlihat menyembul dari balik pintu yang terbuka.

"Kamu tumben sekali lebih sering mengurung diri di kamar, biasanya kalau kamu pulang, kamu sering keluar jalan-jalan sama temen-temen kamu. Ada apa? Ada masalah?"

Aletta sedikit melebarkan matanya mendengar rentetan kalimat panjang Alena. Dia kemudian tersenyum kecut.

"Nggak ada apa-apa, kak." Aletta menggeleng pelan. "Aku memang sedang malas untuk keluar. Entah kenapa, aku begitu merindukan kamar ini."

Alena menatap sedikit aneh. Namun sedetik kemudian perempuan itu tersenyum. "Arlan katanya ingin mengajak kamu jalan-jalan, supaya kamu nggak kesepian karena nggak punya pacar."

Jantung Aletta mendadak berdetak begitu cepat. Seperti ada sesuatu yang salah disini.

"Aku tidak mau, lagi pula malam ini aku ada janji dengan teman."

Alena memandang Aletta untuk beberapa lama. Seolah ia sedang mencoba mencari tahu apa yang disembunyikan Aletta darinya. Adiknya ini tiba-tiba berubah menjadi pemurung dan lebih suka mengurung diri di dalam kamarnya, berbeda dengan Aletta yang biasanya.

"Kamu yakin nggak ada masalah? Kalau ada masalah, kamu cerita sama kakak." Senyum Alena begitu tulus dan hangat. Semakin membuat perasaan bersalah dalam hati Aletta kian dalam. Dia tidak akan sanggup menyakiti hati Alena dengan sebuah kejujuran. Akan lebih baik jika ia menepis egonya, dan membiarkan Alena bahagia bersama Arlan. Karena tidak semua kejujuran itu bisa diungkapkan. Ada beberapa hal yang cukup kita sendiri yang tahu.

***Neir The Sein***

Aletta memutuskan untuk keluar sendirian, sekedar menghilangkan penat yang akhir-akhir ini menghimpit pikirannya. Dia butuh udara segar untuk membuat perasaannya sedikit membaik. Jadi, Aletta memutuskan malam ini, ia akan pergi jalan-jalan sendirian. Dia menolak tawaran Alena supaya dia ditemani oleh Arlan. Kakaknya itu masih tidak tahu jika di dekat Arlan, maka hati Aletta akan semakin kacau. Ia tidak akan bisa mengendalikan dirinya setiap kali melihat Arlan.

Aletta tidak tahu, takdir macam apa yang tengah mempermainkannya. Tanpa sadar, Aletta turun dari taksi online yang di pesannya di sebuah taman kota. Taman yang sering sekali ia kunjungi bersama Arlan saat masa SMA setiap akhir pekan.

Aletta membiarkan waktu merengkuh raganya perlahan, membawanya kembali melintasi waktu dan tempat. Untuk beberapa lama, Aletta seakan terhanyut dengan dunia yang ia ciptakan dalam kehampaannya

Neir The SeineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang