"Halo semua, perkenalkan aku Raya Aikko Putri Ganendra. Semoga kita bisa menjadi teman baik," ucapku memperkenalkan diri di depan kelas. Ya, hari ini aku pindah ke sekolahnya Dafa dan kabar bagusnya, aku menjadi teman sekelasnya.
Selagi aku memperkenalkan diri, aku menelusuri setiap sisi ruangan, mencari Dafa. Tak berapa lama pandanganku bertemu dengan pandangannya, membuatku tersenyum semakin lebar sekali, membuat gigi kelinciku terekspos.
"Woah, imut banget!" teriak seorang cowok yang ada di pojok belakang. Aku menoleh, ternyata itu teman satu mejanya Dafa. Aku hanya tersenyum menanggapi ucapannya.
"Baiklah, kamu boleh duduk di-"
"Disini bu," kata Dafa menyela perkataannya Ibu Stella sembari tangannya menunjuk meja disampingnya.
"Lah, gue duduk dimana, anying?!" protes si temannya Dafa itu entah siapa namanya.
"Lo sendiri. Sana pergi lo!" ujar Dafa tak berperasaan.
"Baik, kamu boleh ke tempat dudukmu."
Setelah mendapat perintah dari Bu Stella, aku mulai berjalan mendekat ke mejanya Dafa. Tersenyum kikuk, tak enak hati ke arah temannya, yang setelah kulirik badge namanya ternyata bernama Bryan.
"Maaf ya Bryan, sebenarnya Raya nggak enak hati, Bryan harus pindah tempat duduk," cicitku yang masih merasa bersalah sembari memilin tali tasku.
Bryan terkekeh mengambil tasnya dari samping meja, "Selow aja sih. Gue juga bosen satu meja sama dia," balasnya sembari melirik ke arah Dafa.
"Sekali lagi Raya minta maaf," ujarku tulus.
"Iya iya, minta maaf mulu dari tadi. Udah kek lebaran aja," kata Bryan mendengus kesal. "Gue pindah, Daf. Jangan kangen sama gue lo."
"Nggak akan."
Setelah Bryan pergi, aku segera duduk disampingnya Dafa. Baru sebentar saja, aku merasa ada seseorang yang sedang mengawasiku. Aku menoleh ke samping, terkejut saat melihat Dafa yang melihat ke arahku dengan tatapan dinginnya. Badannya tak menghadap ke depan, melainkan menghadap ke arahku. Satu kakinya ada dibelakang kursiku. Dafa mendekat ke arahku. Berhenti tepat ditelinga kananku.
"Kenapa nggak bilang?"
Aduh, Raya melting. Suaranya itu loh, rendah plus merdu banget. Apalagi jarak antara aku sama Dafa itu deket banget.
"Y-ya, kenapa juga harus bilang."
"Lo kan, tunang-"
Aku melotot, tak percaya jika Dafa akan menyebut kata itu di sini. "Fafa, diem. Ini disekolah, sampek ada yang tahu, Fafa entar Yaya terkam!" ancamku. Seketika itu juga Dafa merapatkan bibirnya. Menelan kembali kalimatnya.
####
Bel pulang sekolah baru saja berbunyi. Aku segera menarik tangannya Dafa, mengajak untuk segera keluar dari ruang kelas. Tapi baru saja sampai di lorong kelas, aku berhenti kecapekan.
"Huh, huh, ini sekolah berasa kayak satu kampung. Gede banget, huh," ujarku terputus-putus. Menumpukan kedua tangan diatas lutut.
"Ck, dasar lemah."
Seperti baru saja tersadar, aku mendongak ke atas. Langsung tersenyum melihat Dafa berdiri disampingku.
"Fafaaa...." panggilku sembari memperlihatkan puppy eyes.
Dafa tak menjawab, hanya mengangkat alisnya saja. Kebiasaan deh, tidak pernah ngasih respon selain ngangkat alis.
"Gendoonngg...."
"Gak!"
"Nggak mau tahu, Yaya minta gendong."
"Gak urus."
KAMU SEDANG MEMBACA
CIELO [TERBIT]
Novela Juvenil"Cinta tak selalu dilambangkan dengan bunga mawar, tetapi bisa juga dengan langit" CIELO diambil dari bahasa Italia yang berarti "langit". Memiliki banyak makna termasuk keabadian cinta didalamnya. Warnanya yang menenangkan ternyata berefek member...