🍫Raya: Villa

78 45 27
                                    

"FAFA.... AYO BANGUN, KATANYA MAU IKUT KE VILLA!" teriakku sembari menggoyang-goyangkan tubuhnya yang masih tertidur di atas kasur.

Tak lama setelah aku membangunkannya, Dafa mulai membuka matanya dan langsung menatap ke arahku dengan tajam. Membuatku merasa bersalah karena telah membangunkannya dengan suara yang kencang.

Aku menggaruk kepala belakangku. "Hehehe, maaf. Fafa sih, Yaya bangunin dari tadi nggak bangun-bangun. Ya udah, Yaya teriakin sekalian hehehe."

Dafa tak menjawab, kemudian langsung berdiri dan masuk ke dalam kamar mandi. Sedangkan aku menunggu di kamarnya sembari memainkan ponselku.

Tak berapa lama, Dafa keluar dengan baju yang berbeda. Saat ini Dafa memakai hoddie berwarna hitam dengan logo Nasa si dada kanannya. Aku segera memasukkan ponselku ke dalam tas kecil.

"Fafa udah siapin bajunya buat ke villa?" tanyaku berjalan mendekat ke arahnya.

"Belom."

Jawabannya membuatku melotot seketika. Kemudian mendorong tubuhnya ke arah lemari pakaian.

"Cepetan siapin bajunya. Setengah jam lagi mau berangkat. Ih, Fafa cepetan, entar ketinggalan gimana?" ucapku yang masih mendorong tubuhnya.

"Ck, iya bawel."

####

"Semua udah siap?" tanya Papa.

"Sepertinya sudah, Vin. Ayo kita berangkat," ujar Papa Kenzo, papanya Dafa.

"Ya sudah ayo berangkat."

Dan semuanya kini masuk ke dalam mobilnya masing-masing. Keluarganya Dafa memakai mobilnya sendiri. Ada Mama Tsabina, mamanya Dafa, ada kak Gavin dan ada Dafa sendiri. Sedangkan aku naik mobil milik papa bersama mama juga.

Sudah menjadi rutinitas kita, dua keluarga dekat, setiap tahunnya berkunjung ke villa milik kakeknya Dafa. Aku sangat senang ke villa itu. Rasanya sangat sejuk. Meskipun tidak di atas gunung ataupun di tengah hutan, iklamnya tetap sejuk dan asri.

Setelah menempuh waktu kurang lebih dua jam, akhirnya kita sampai di villa yang cukup besar. Aku segera keluar dari mobil dan berjalan mendekati Dafa. Saat ini Dafa sedang melihat sebuah danau yang tak jauh dari villa. Aku ikut melihat danau itu. Danau itu penuh dengan kenanganku dan Dafa. Saat kenangan itu muncul di benakku membuatku tersenyum tanda sadar.

"Fafa, entar main ke danau lagi ya?"

"Iya. Nanti."

"Yeayy.... Makasih Fafa. Fafa emang paling yang terrrbaik!" ujarku girang sembari meneluknya erat. Mengundang tawa dari papa, mama, papa Kenzo dan mama Tsabina, dan juga kak Gavin.

"Tuh jeng, anakmu nempel terus sama Dafa," ujar Mama Tsabina kepada mama. Sedangkan aku hanya tersenyum lebar.

"Ya nggak papa dong. Kan tandanya Raya sayang sama Dafa," balas Mama.

Nah betul banget apa yang dikatakan mama. Aku kan emang sayang banget sama Dafa. Makanya aku suka peluk Dafa. Tapi tunggu dulu. Dafa kan nggak pernah peluk aku lebih dulu. Apa jangan-jangan Dafa nggak sayang sama aku?

####

Dafa kemana ya? Udah masuk jam makan siang kok nggak kelihatan. Dikamar enggak ada, di ruang tengah juga nggak ada, di dapur apalagi. Dan aku putuskan untuk berjalan keluar dari villa untuk mencari Dafa.

"Duh Fafa ke mana sih? Masa Fafa nyemplung di danau. Kan nggak mungkin," gumamku yang tak menemukan Dafa dimanapun.

Aku terus berjalan, hingga aku menemukan Dafa yang sedang berjalan menaiki bukit. Aku berniat ingin mengejutkannya. Namun, melihat gerik-geriknya yang mencurigakan aku memilih untuk mengikutinya diam-diam.

Lima menit berlalu aku masih mengikuti di belakangnya. Dan untung saja jalanannya tak terlalu menanjak serta tidak licin. Membuatku mudah berjalan di atas bukit itu. Aku menoleh ke kanan dan ke kiri. Hmm, sepertinya aku belum pernah ke tempat ini.

Semakin naik ke atas bukit, pemandangannya sangat menakjubkan. Aku terdiam di tempat persembunyianku untuk sekedar menatap pemandangan yang ada di sekelilig. Dari atas bukit ini aku dapat melihat danau yang sangat indah berwarna biru di bawah sana. Ada taman yang kecil di samping villa, ada kebun yang berisi sayuran dan buah-buahan yang terlihat segar. Ditambah dengan langit cerah berwarna biru dan dihiasi awan putih dan burung yang berterbangan.

"Bagus banget langitnya. Warna birunya cantik. Yaya suka," ujarku tanpa sadar.

Namun sedetik kemudian, aku mulai tersadar jika aku dalam mode bersembunyi. Aku menoleh ke depan, ke arah Dafa. Namun Dafa sudah tak terlihat. Inilah diriku yang cereboh, mengikuti Dafa saja tidak bisa.

Aku mempercepat langkahku, berjalan cepat mencari Dafa. Namun nihil, seperti Dafa menghilang begitu saja. Dan tak lama kemudian aku berada di sebuah taman bunga dengan berbagai macam bunga berwarna-warni. Tapi, indahnya taman itu tak membuatku senang. Aku malah gelisah karena tak bisa menemukan Dafa.

"Fafa! Fafa di mana!" teriakku sembari berkekeling di taman bunga itu.

Tak ada sahutan membuatku semakin gelisah. Ini aku yang kehilangan Dafa apa aku yang ngilang? Jangan-jangan aku salah jalan lagi. Huh dasar Raya ceroboh.

"Fafa! Fafa! Yaya di sini. Fafa jangan pergi dong!"

Masih tak ada jawaban membuatku ingin menangis saja. Aku berjongkok karena kakiku capek. Aku menunduk, menyembunyikan kepalaku di atas lututku.

"Hiks, Fafa, Yaya pengen ketemu Fafa. Yaya nggak bisa pulang kalo nggak ada Fafa hiks."

Dan akhirnya tangisanku pun pecah. Aku menangis tersedu-sedu karena tak bisa menemukan Dafa. Lebih takutnya lagi aku yak bisa pulang karena tak ingat jalannya.

Puk!

Tiba-tiba, aku merasakan tepukan di bahuku. Aku mendongak, masih menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam mataku.

"Fafa?" panggilku tak yakin.

"Kamu nggak papa, Raya? Kenapa bisa ada di sini? Ayo kita pulang, Mama sama Mama Sophie udah bikinin kita makan siang," ujar seorang cowok yang tadi menepuk bahuku itu.

"Eh? Kak Gavin?"

"Iya. Ayo kita pulang, entar kita dicariin."

"Tapi Kak, Fafa ke mana?"

"Mungkin udah sampai di villa. Udah jangan nangis. Ayo bangun," ajak Kak Gavin.

Mendengar jika Dafa sudah ada di villa membuatku senang. Langsung saja aku naik ke atas tubuhnya Kak Gavin. Kak Gavin dengan sigap menahan tubuhku agar tidak jatuh.

"Iya, ayo Kak kita kembali ke villa!" ujarku senang tak sabar ingin bertemu dengan Dafa.

CIELO [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang